Agatha perlahan membuka kotak itu di hadapan Liam. Gadis itu kembali terkejut saat melihat pakaian yang terlipat rapi di dalamnya. Itu adalah satu stel seragam yangâsama persis dengan yang dikenakan oleh dua orang maid tadi.
âIniââ Agatha menggantung ucapannya di tenggorokan.
âSeragammu.â Jawab Liam ringan dan tanpa beban.
âApa? Kau gila?â
âTidak ada yang lebih gila dari seorang pelacur yang membunuh suami dan anaknya sendiri!â Seru Liam, membuat Agatha mundur karena terkejut.
Pria itu mengatakannya dengan kejam dan tanpa perasaan.
âIbuku bukan pelacur.â Segumpal air mata menggenang di pelupuk mata Agatha.
âKatakan itu pada tembok di belakang kepalamu.â Liam melempar serbetnya ke meja, lalu berdiri dan meninggalkan Agatha.
âJangan lupa untuk selalu memakainya selama kau berada di rumah ini.â Liam mengatakan kalimat itu tanpa berbalik, kemudian melanjutkan langkah kakinya untuk pergi menjauh.
âHanya begini saja? Jangan kau kira aku akan menyerah hanya karena hal seperti ini. Seumur hidupku, aku tidak akan berhenti untuk mencari tahu kebenaran tentang kecelakaan itu dan membuktikan kalau ibuku tidak bersalah.â Desis Agatha, mencengkeram seragam maidnya erat-erat.
Agatha lalu meletakkan kotak seragam itu di ranjang kamarnya, mengambil tasnya lalu bergegas untuk pergi dari sana. Liam sedang tidak ada di rumah, jadi mungkin ini adalah kesempatannya untuk keluar dari rumah itu. Bukan untuk melarikan diri, bukan. Namun hari ini Agatha memiliki jadwal pemotretan dengan Juliette, sebuah rumah mode nomer satu di Italia.
âKontrak dengan Juliette adalah hal besar bagiku, susah payah aku baru bisa mendapatkannya. Soal Liam, aku akan mengurusnya nanti.â Ucap Agatha, berjalan dengan tertatih menuju gerbang utama.
***
âBaiklah, sudah selesai.â Ucap Theo, seorang penata rias terkenal yang baru saja selesai merias wajah Agatha.
âKupikir kecantikanmu itu hanya rumor yang dibuat-buat. Ternyata kau memang secantik ini, kulitmu juga sangat bagus dan sehat.â Pujinya, membuat Agatha tidak bisa menahan senyuman.
Theo adalah seorang penata rias nomor satu yang selalu dipercaya untuk merias wajah para selebritas terkenal dan wanita-wanita kelas atas di Italia. Agatha cukup beruntung karena Juliette juga bekerja sama dengannya.
âTerima kasih.â
âJangan merendah. Dengan wajah dan penampilan seperti ini, kau seharusnya bersikap lebih sombong.â Lanjutnya sembari merapikan peralatan make up di kopernya.
âAkan kuusahakan.â Agatha tersenyum pada Theo.
âBagus. Sekarang keluarlah. Orang-orang di studio pasti sedang menunggumu.â Theo menunjuk ke arah pintu dengan dagunya.
Agatha mengangguk dan setelah memastikan sekali lagi penampilannya di depan cermin, gadis itu segera keluar menuju studio foto.
âApa yang kau lakukan di sini?â Agatha menoleh dan terkejut bukan main saat mendapati Liam juga berada di sana, di studio foto Juliette.
âKau sendiri?â
âJawab saja pertanyaanku.â Agatha tersentak dan susah payah mengumpulkan suaranya sebelum menjawab.
âAku bekerja untuk Juliette.â
Liam memiringkan kepalanya ke arah Luca yang tampak berbisik kepadanya, lalu mengangguk dengan gerakan pelan dan bijaksana.
âAku tidak percaya Juliette memiliki selera seburuk ini. Mereka bahkan mengontrakmu selama lima tahun. Tidak bisa dipercaya.â Liam menggelengkan kepalanya dan menatap remeh pada Agatha.
Sementara Agatha hanya dapat menahan kekesalannya di dada. Hari ini dia harus menjaga suasana hatinya tetap baik agar pemotretannya berjalan dengan lancar dan cepat. Dia tidak akan membiarkan pria itu merusaknya.
Meskipun nyatanya salah besar saat Agatha mengatakan hal itu. Faktanya, saat ini dirinya tidak bisa berpose dengan natural di bawah tatapan tajam dan mengintimidasi dari Liam.
âAgatha, ada apa?â Tanya seorang fotografer dengan nada frutasi, ini sudah lebih dari satu jam namun mereka belum mendapatkan satu foto pun yang memuaskan darinya.
âMaaf, maafkan aku.â Agatha menunduk, merasa tidak enak hati.
Sesaat kemudian fotografer tersebut memberi instruksi untuk beristirahat sejenak.
âPenampilanmu hari ini sangat luar biasa, tapi kenapa kau terlihat seperti tidak percaya diri?â Tanya Theo yang langsung menghampirinya untuk memperbaiki riasan di wajahnya.
âHanya sedikit kurang enak badan.â Agatha memaksa tersenyum.
Namun dari sudut matanya, dia dapat melihat Liam yang masih menatapnya dengan tajam dari tengah studio.
âMeskipun begitu, kau harus tetap bersikap professional. Sekalipun kau tengah sekarat dan akan mati, kau tetap harus menunjukkan penampilan terbaikmu.â Lanjutnya menasihati.
Wajahnya tampak serius saat membenahi riasan di wajah Agatha. Memastikan tidak ada ketidaksempurnaan yang bisa ditangkap oleh kamera fotografer.
âKau benar.â Agatha menunduk, merasa frustasi pada dirinya sendiri.
âApa yang kau lihat? Liam Stefano? Sebagai seorang jutawan muda, dia memang tampan dan menarik. Wanita mana yang tidak terpikat olehnya?â Theo menatap ke arah Agatha setelah sempat melirik Liam selama beberapa saat.
âKau mengenalnya?â
âOrang bodoh mana yang tidak mengenalnya? Dia adalah âunicornâ baru di dunia investasi. Hampir semua perusahaan mode terbesar di Italia berlomba-lomba untuk mendapatkannya.â Ucap Theo penuh kekaguman.
âSehebat itukah?â
âBegitulah yang kudengar. Dia juga orang yang paling sulit untuk didekati. Bahkan masalah pribadi dan kehidupannya pun tidak bisa diendus oleh media.â
âKehidupannya?â Agatha mulai tertarik untuk bergosip bersama Theo, setidaknya dia bisa sedikit lebih tahu tentang Liam dari sudut pandang orang lain.
âYa, orang-orang hanya tahu kalau orang tuanya meninggal akibat kecelakaan. Setelah itu tidak ada lagi. Jadi kalau ada yang mengatakan Liam Stefano memulai bisnis dari nol, aku akan langsung memukul kepalanya dengan sepatu.â
âKenapa?â Agatha menahan tawa melihat ekspresi Theo yang semakin menggebu-gebu.
âKarena sudah pasti orang tuanya meninggalkan banyak warisan untuknya.â Agatha mengangguk, dirinya lebih tahu dari siapapun untuk yang satu itu.
Ayah tirinya, Carlo Stefano adalah seorang miliarder yang masuk dalam jajaran lima orang terkaya di Italia.
âKusarankan kau jangan sampai terlibat dengannya.â
âKenapa?â Agatha menaikkan sebelah alisnya mendegar peringatan halus dari Theo.
âKarenaââ
Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah
âKukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?â Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.âKuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.ââTidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk âmenjaganyaâ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.ââKau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.â Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn
âTentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.ââSungguh?ââBibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.â Sahut Liam.âHebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!ââBaiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.ââHm, bersikap baiklah padanya.ââBibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.â Ucap Liam memperingati.âBaik, Tuan Stefano.â Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***âApa Noah menyukai kamar barunya?â Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.âDia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.â Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.âBaguslah.â Responsnya singkat.âKau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli
“Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai
“Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu
“Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li