Share

3. Tinggal Bersama

Penulis: Renata Respati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-11 01:06:36

“Rumahku.” Sesaat setelah Liam mengatakannya, mobil kembali bergerak lambat, lalu berhenti sepenuhnya di depan sebuah bangunan besar yang di dominasi warna putih.

“Kenapa kau membawaku ke rumahmu?”

“Kupikir kau butuh tempat pelarian yang aman?” Liam melihat Agatha dengan tatapan mencemooh. Penampilan Agatha dengan gaun pengantin putih itu mengandung fakta, kalau adiknya itu mungkin akan melangsungkan pernikahan hari ini.

Agatha berusaha menguasai diri, merasa telah salah menafsirkan perkataan Liam sebelumnya. Pria itu hanya mengatakan ‘akan membawanya pulang’ tadi, bukan ‘akan membawanya ke rumah lama mereka’. Dan di sinilah dirinya berada sekarang, di tempat asing yang belum pernah dia kunjungi.

“Tuan muda, kau sudah pulang?” Sapa seorang pria berkulit pucat, menyambut kedatangan mereka.

Pandangan mereka bertemu, dan Agatha menangkap keterkejutan dari reaksi pria itu. Namun setelah berhasil mengendalikan diri, pria itu kembali menunjukkan wajah datar tanpa ekspresi lagi.

Sementara Agatha terlihat agak bingung, gadis itu melangkah keluar, turun dari limusin dengan hati-hati. Dagunya terangkat tinggi saat matanya di sambut dengan pemandangan palazzo yang memiliki struktur mengesankan. Bangunan di hadapannya itu memiliki fasad yang besar dan penuh dengan hiasan serta detail arsitektur yang sangat indah.

Dan juga memiliki pemadangan depan yang dipenuhi pepohonan cemara mediterania hijau yang berjajar rapi, seolah menyembunyikan kebijaksanaan dan privasi sang pemilik.

“Hm.” Jawab Liam singkat tanpa melihat ke arah pria yang menyapanya.

“Dia—?” Agatha tahu, pria pucat itu sedang menatapnya dengan penasaran. Sebelum Agatha sempat memperkenalkan diri, Liam sudah lebih dulu menyela.

“Bawa dia ke kamarnya.” Perintah singkat itu disambut dengan anggukan setuju.

Pria itu bahkan tidak bertanya lagi dan hanya menunjukkan gestur agar Agatha mengikutinya.

“Akhirnya tuan muda menemukanmu.” Ucapnya, sembari tersenyum remeh saat ekor matanya menatap Agatha yang berjalan di belakangnya.

Agatha tidak berhenti terpukau saat dirinya memandangi keindahan desain interior yang menakjubkan ketika memasuki palazzo. Lukisan dinding yang rumit, lampu gantung yang elegan, dan furitur yang dirancang dengan sangat detail. Benar-benar memanjakan mata siapapun yang memandang.

“Sebenarnya ini di mana? Dan kau—siapa?” Tanya Agatha saat dirinya berjalan di belakang pria itu.

“Luca Sanders.” Jawabnya singkat.

“Tuan Sanders, sebenarnya kau mau membawaku kemana?” Tanyanya lagi, Agatha mengikuti pria itu yang berjalan berbelok menuju salah satu anak tangga yang melingkar.

“Luca saja.” Pria itu mengiterupsi.

“Baiklah, Tuan Luca saja. Apa kau bisa menjelaskan sesuatu padaku? Kenapa kakakku itu tiba-tiba mencariku dan membawaku kemari? Seingatku tadi dia mengatakan akan membawaku pulang. Tapi ini bukan rumah lama kami.” Agatha hampir menabrak punggung Luca kalau saja refleknya tidak cukup bagus.

Luca berhenti mendadak, menyebabkan Agatha juga harus menghentikan langkahnya agar tidak membenturkan kepalanya di punggung pria itu.

“Ini adalah kamarmu.” Agatha mengernyit, Luca bahkan tidak menjawab satu pun pertanyaannya, kecuali tentang nama tentu saja.

Dan melihat eskpresinya sekarang, tidak jauh berbeda dengan Liam. Sangat tidak ramah dan penuh intimidasi. Padahal mereka baru saja bertemu beberapa saat yang lalu, namun Agatha merasa Luca seperti tidak menyukainya.

“Apa semua orang di sekelilingnya hanya memiliki ekspresi seperti itu?” Cibir Agatha saat Luca berlalu pergi begitu saja.

Agatha berbalik dan langsung berhadapan dengan sebuah pintu kayu berwarna putih yang menjulang tinggi. Dia menjulurkan tangan untuk menarik knop pintu dan seketika matanya langsung terbelalak saat pertama kali melihat isi ruangan itu.

Sebuah ruangan dengan nuansa yang serba putih. Tidak terlalu besar namun cukup untuk dirinya sendiri. Setidaknya kamar itu lebih luas dari kamarnya.

“Apa Liam yang menyiapkan semua ini? Apa itu berarti dia sudah memaafkanku?” Agatha menarik turun tiara yang masih terpasang di atas kepalanya, lalu duduk di lantai dengan posisi punggung bersandar pada tepian ranjang.

“Sebenarnya apa yang sedang dia rencanakan?” Tanyanya pada diri sendiri.

Ingatannya kembali ke masa 14 tahun yang lalu, saat terakhir kali dirinya bertemu dengan Liam di acara pemakaman keluarga mereka. Saat itu Liam mengacungkan sebuah gunting ke arahnya, mengumpat akan membunuhnya.

“Meskipun itu bukan kesalahanku, tapi bisakah kau memaafkanku.” Gumam Agatha pilu, tanpa sadar dirinya terlelap karena kelelahan akibat perjalanan jauh.

Agatha tertidur di lantai kamar, membiarkan dingin lantai itu menyatu dengan kulit kakinya.

***

“Kau sudah bangun?” Sapaan pertama Liam saat mereka bertemu di ruang makan, tidak ada setitik pun emosi dalam suaranya.

“Ya.” Jawabnya singkat.

Agatha hendak menarik salah satu kursi di meja makan sebelum dirinya dikagetkan dengan suara garpu yang dibanting dengan kejam sehingga menciptakan dentuman yang cukup keras akibat benturan yang terjadi dengan meja kaca di bawahnya. Agatha mundur selangkah, mengurungkan niatnya untuk duduk di meja yang sama dengan Liam.

“Apa aku menyuruhmu untuk duduk?” Pria itu menatapnya dengan tajam.

Agatha mengerjapkan mata beberapa kali, masih belum mencerna apa yang terjadi.

“Jangan kau mengira aku akan memaafkanmu dan melupakan kesalahanmu di masa lalu hanya karena aku membawamu ke rumah ini.”

“Maksudmu?” Liam melirik ke bawah dan mendapati kedua tangan Agatha bergetar.

“Siapa bilang kau akan tinggal di sini sebagai adikku?” Agatha terdiam dan terpaku, membuat Liam tidak dapat menyembunyikan seringai kemenangannya.

Firasat Agatha benar, pria itu memang sedang merencanakan sesuatu untuknya. Kemudian Liam tampak menjentikkan tangan, dan setelahnya dua orang pelayan muncul di hadapannya dengan membawa sebuah box besar berwarna putih.

“Berikan padanya.” Liam menunjuk Agatha dengan dagunya. Dua pelayan itu menurut dan memberikan kotak itu pada Agatha.

“Ini—apa?” Jantung Agatha berdenyut hebat, seolah menantikan kegilaan macam apa yang disiapkan Liam untuknya.

“Lihat saja.” Liam menyatukan kedua telapak tangannya dan menyandarkan dagunya di atasnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliarder   136. Epilog

    Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliarder   135. Rosehill Garden

    “Kukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?” Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.“Kuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.”“Tidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk ‘menjaganya’ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.”“Kau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.” Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliarder   134. Desakan Gairah

    “Tentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.”“Sungguh?”“Bibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.” Sahut Liam.“Hebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!”“Baiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.”“Hm, bersikap baiklah padanya.”“Bibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.” Ucap Liam memperingati.“Baik, Tuan Stefano.” Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***“Apa Noah menyukai kamar barunya?” Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.“Dia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.” Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.“Baguslah.” Responsnya singkat.“Kau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliarder   133. Kembali Ke Como

    “Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliarder   132. Sekolah Musik

    “Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliarder   131. Akhirnya Terungkap

    “Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status