“Apakah hal yang wajar, seorang istri menggenggam tangan pria lain di hadapan suaminya sendiri?” ucap Evan tajam melihat Naufal menggenggam tangan Ivy. Sontak Ivy langsung melepaskan genggaman tangannya. Ia menundukkan kepala, tidak berani melihat tatapan dingin Evan.“Silahkan duduk,” ucap Evan santai.Naufal dan Ivy kemudian duduk bersebelahan dengan memberikan sedikit jarak. Tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Ivy sibuk menerka apa yang akan terjadi selanjutnya, sementara Evan sibuk menghabiskan sedikit demi sedikit minuman yang ia punya serta Naufal sibuk mengamati penampilan Evan. “Jadi, apa yang membuat seseorang yang tidak pernah saya harapkan ini datang ke rumah saya?” tanya Evan santai.“Ceraikan Ivy sekarang juga!” ucap Naufal dengan tegas sambil menatap Evan dengan tatapan datar.“Apa?” tanya Evan. Sorot matanya semakin dingin.Ivy langsung menatap wajah Naufal tak percaya.“Maksud kamu gimana? Jangan ngomong aneh-aneh!” gumam Ivy pelan. Nyaris tak terdeng
“Aku mau ketemu dia sekarang!” ucap Naufal serius.Ivy terkejut dengan perkataan Naufal. “Mau ngapain?” tanya Ivy tidak paham. “Mau tanya apakah dia bisa mencintai kamu atau ngga?!” jawab Naufal dengan tangan mengepal. Ia tidak rela jika wanita yang dicintainya mengalami hal yang tidak adil seperti ini.“Ngga perlu, lagian kami emang udah bikin perjanjian di awal kalo bakal menjalani pernikahan ini selayaknya pasangan suami istri,” jelas Ivy berharap Naufal akan mengerti.“Kamu ngga ngerasa ada yang aneh, masa ada keluarga kaya raya maksa anaknya menikah sama orang yang ngga mereka kenal dan itu pun karena anaknya ngga sengaja tidur sama perempuan?” ujar Naufal tajam.“Tapi, itu karena mereka juga ngga mau nama keluarga mereka tercoreng. Karena ternyata Mas Evan adalah anak tunggal sekaligus pewaris keluarga mereka,” jelas Ivy dengan suara pelan. “Nah, malah tambah aneh ngga si? Bisa aja mereka emang udah bikin skenarionya kan?” Naufal gemas dengan Ivy yang tidak juga paham dengan
“Ivy,” ucap Naufal lembut karena Ivy hanya diam dan melamun. “Oh iya,” lirih Ivy. Naufal tersenyum hangat dan ingin memasangkan cincin yang ia bawa di jari manis Ivy. Namun sebelum Naufal memasangnya, Ivy menarik tangannya dengan cepat.“Ayo ikut aku sebentar,” ujar Ivy lalu menarik tangan Naufal agar pria itu berdiri. Ivy kemudian mengajak Naufal keluar dan menjauh dari kerumunan tersebut. Ia mencari tempat yang sedikit sepi agar Ivy bisa leluasa menceritakan keadaannya yang sesungguhnya. Mereka kemudian berhenti di sebelah pohon besar yang hanya ada beberapa orang di sekitarnya. Ivy melepaskan tangan Naufal dengan canggung. Sementara Naufal menatapnya heran. “Hey, kamu kenapa?” tanya Naufal lembut. “Kamu yang kenapa? Kenapa kamu ngga bilang mau ngelamar aku di depan banyak orang?” tanya Ivy dengan suara bergetar. “Aku mau kasih kejutan ke kamu,” jelas Naufal masih dengan nada lembut. Pria itu mencoba memahami perasaan Ivy yang mungkin masih terkejut karena pernyataannya di
Mata Ivy tak henti-hentinya memancarkan kekaguman. Tak bisa dipungkiri bahwa ini adalah pertama kalinya ia datang ke tempat seperti ini. “Kamu suka?” tanya Naufal sambil sedikit menunduk karena tinggi Ivy hanya setinggi bahunya. “Iya, suka banget. Makasih ya udah ngajak aku ke sini,” ucap Ivy lembut. Naufal membalas dengan menganggukkan kepalanya. Senyumnya tak lepas dari wajah tampannya. Ia menatap genggaman tangannya dengan Ivy yang tidak terlepas sedari tadi. Membuat setiap orang yang melihat pasti mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Ivy melangkah pelan menyusuri lorong tenda yang dipenuhi lukisan. Ada satu lukisan besar yang membuat Ivy terpaku. Gambar seorang anak kecil berdiri sendirian di tengah hujan. Warnanya hanya biru dan abu-abu, tapi entah kenapa, lukisan itu terasa hangat. Ia membaca tulisan kecil di bawahnya: “Rindu yang Tak Sempat Diucapkan.” Ivy mengeluarkan ponselnya pelan-pelan. Ia ingin memotret lukisan tersebut. Setelah berhasil memotret, Ivy m
Ivy mematut dirinya di cermin dengan senyum ceria. Make up tipisnya menambah kesan ayu di wajahnya.“Oke udah siap, sekarang waktunya berangkat,” seru Ivy bersemangat.Ivy kemudian keluar dari kamarnya dan turun ke bawah. Di depan rumah sudah berdiri Hendrik dan Andre yang menunggunya.“Minta tolong anterin saya ke sini ya,” ucap Ivy sambil menunjukkan alamatnya kepada kedua pria tersebut. “Baik nyonya,” ujar Hendrik lalu membukakan pintu mobil untuk Ivy. Mobil kemudian melaju pelan, meninggalkan rumah megah tersebut. Di dalam mobil, Ivy tersenyum sendiri membaca pesan yang dikirimkan oleh Naufal. Naufal : Hati-hati ya, sampai ketemu di sana :3To Naufal : Okee, kamu juga yaaSetelah membalas pesan tersebut, Ivy menutup ponselnya lalu mencoba untuk menetralkan mimik wajahnya. Ia takut akan dianggap gila oleh Hendrik dan Andre karena senyum-senyum sendiri. Sudah hampir satu jam perjalanan, namun Ivy belum juga sampai, padahal jarak dari rumahnya tidak terlalu jauh. Ivy sedikit m
Ivy langsung masuk ke dalam kamar begitu sampai di rumah. Ia mengganti pakaiannya dengan baju santai lalu turun ke bawah untuk mengambil cemilan sebelum pergi belajar. Ivy memutuskan untuk belajar di gazebo yang berada di halaman belakang rumah. Ia berharap angin segar bisa membantunya untuk memahami materi pelajaran. Sudah hampir sejam Ivy membolak-balikkan halaman bukunya, namun tidak ada satu pun materi yang ia pahami. Pikirannya melayang ke kejadian tadi saat ia bertemu dengan Vania dan Galih. “Aku yakin ada hal yang ngga beres,” gumam Ivy pelan.Ivy membuka ponselnya dan mengecek room chatnya dengan Vania. Pesan yang ia kirimkan belum juga mendapat balasan. “Vania kenapa si, kok aneh banget?” tanya Ivy pada dirinya sendiri. Ivy bermaksud ingin menelepon Vania namun ia urungkan. Ia mulai berpikir kalau Vania mungkin ingin menjaga jarak dari dirinya sebentar. Mungkin nanti Vania akan bersedia bercerita kepadanya jika waktunya sudah tepat.Karena tidak mau membuang waktu percu