Share

Pemeriksaan

Author: Simplyree
last update Huling Na-update: 2025-06-20 18:20:47

Ivy berdiam diri di depan cermin, perlahan ia mengelus perutnya yang terlihat sedikit membesar.

"Kamu sehat-sehat ya," bisik Ivy kepada makhluk kecil tersebut.

Sudah dua bulan berjalan semenjak ia dinyatakan hamil, sudah selama itu juga lah ia tidak berkomunikasi dengan Evan.

Sehingga hari ini, ia akan kembali ke rumah sakit untuk melakukan cek kandungan sekaligus tes DNA tanpa ditemani oleh pria itu.

Semenjak semalam Ivy merasa gelisah. Walaupun dokter telah bilang kalau tes DNA tidak akan membahayakan janin, namun tetap saja, Ivy berpikir pasti akan ada efek sampingnya.

Namun Ivy tidak ada pilihan lain, ia harus melakukan ini, demi hubungannya dengan Evan bisa sedikit membaik.

Ting...ting...ting

Ponsel Ivy berdering, menandakan ada pesan yang masuk. Ia pun segera mengeceknya. Benar saja, ada pesan dari nomor yang tak dikenal.

"Apa ini nomornya Naufal?" gumam Ivy.

Semenjak kejadian Evan yang datang ke apartemen Naufal, pria itu memang sudah tidak pernah menghubunginya lagi.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Berkunjung

    Ivy duduk di kursi penumpang, tepat di samping Evan. Mobil melaju pelan di jalanan yang lengang. Ivy memandangi jalanan di depan dengan tatapan kosong. Tangannya terlipat di pangkuan, sesekali menggenggam jemarinya sendiri, mencoba meredakan gelisah yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Di sampingnya, Evan menyetir tanpa banyak bicara. Tangannya menggenggam kemudi, matanya lurus ke depan. Beberapa saat kemudian, mobil perlahan berhenti di depan sebuah gerbang besar berwarna hitam pekat dengan ukiran elegan berlapis emas. Di atasnya tertera papan marmer dengan tulisan yang terpahat jelas: “Pemakaman Keluarga Harmony.” Evan segera mematikan mesin mobil lalu membuka pintu dan keluar tanpa berkata apa-apa. Ivy membuka pintunya sendiri dan melangkah turun. Begitu berdiri di luar, ia menatap ke depan, memperhatikan tulisan di gerbang itu. Matanya sedikit membesar. “Pemakaman keluarga?” gumam Ivy. Baru kali ini Ivy tahu bahwa keluarga Evan memiliki pemakaman sendiri. Ia

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Pesan manis

    Ivy perlahan bangkit dari tempat tidur setelah memastikan Evan telah keluar dari kamar. Tubuhnya masih terasa agak lelah, namun rasa tidak nyaman di kulit membuatnya ingin segera mandi. Namun sebelum itu, pandangannya menyapu seluruh kamar, terutama ranjang yang begitu berantakan karena aktivitas mereka semalam. Ivy mulai membereskan semuanya. Ia melepaskan seprai dari setiap sudut ranjang. Selimut juga dilipat dan disisihkan ke keranjang cucian. Setelah itu, ia membuka lemari dan mengambil seprai serta selimut baru yang masih bersih dan harum. Meski gerakannya pelan karena tubuhnya masih agak nyeri, Ivy tetap menyelesaikan semuanya sendiri. Setelah ranjang kembali rapi, ia membuka lemari kecil, mengambil handuk dan pakaian bersih. Lalu, barulah ia berjalan menuju kamar mandi. Usai mandi, Ivy keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Ia berdiri sejenak di depan cermin, merapikan rambut seadanya. Namun tak lama setelah itu, perutnya tiba-tiba berbuny

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Penyesalan kecil dipagi hari

    Tok Tok Ivy terbangun pelan. Matanya mengerjap, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya redup di dalam kamar. Ketukan itu terdengar lagi, lebih jelas. Ia menoleh dan menyadari tubuh Evan masih tertidur pulas di atasnya dengan lengannya memeluk erat. Dengan hati-hati, Ivy menyentuh lengan Evan. “Evan,” bisiknya pelan, tapi Evan hanya bergumam pelan. Ia masih tertidur lelap. Ivy lalu menghela napas, ia perlahan mencoba menyingkirkan tubuh Evan dari atas tubuhnya. Gerakannya pelan dan penuh kehati-hatian agar tidak membangunkannya. Butuh beberapa saat, tapi akhirnya ia berhasil melepaskan diri. Begitu bebas, Ivy duduk di pinggir ranjang. Matanya menyapu lantai kamar, mencari pakaiannya yang mereka tanggalkan. Satu per satu ia kumpulkan lalu memakainya dengan cepat, mencoba merapikan diri sebisanya. Ketukan itu kembali terdengar, kali ini sedikit lebih kencang. Dengan pakaian yang sudah menutupi tubuhnya, Ivy berdiri sejenak di tepi tempat tidur. Tubuhnya masih terasa lemas, teru

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Kelegaan hati

    “Kamu… kamu udah tahu ini sejak kapan?” tanya Ivy sambil menunjukkan kertas yang sedang ia pegang. Mata Evan tak lepas dari wajah Ivy. Butuh beberapa detik sebelum ia menjawab. “Aku dikasih tau hasil tes DNAnya, di hari yang sama saat sama kamu keluar dari ruang operasi dan dokter bilang kalau kamu keguguran,” jawab Evan pelan. Ivy terdiam. Matanya menatap kosong ke arah kertas itu lagi, seolah melihat ulang semua yang sudah terjadi. Rasanya seperti ditampar oleh kenyataan yang masih menyisakan luka. Evan menarik napas panjang, matanya menatap ke bawah sebelum akhirnya ia mulai bicara. “Saya bukan orang yang terbiasa bercerita tentang perasaan saya. Tapi hari itu… hari waktu kamu selesai operasi, waktu dokter bilang kamu keguguran… itu hari yang benar-benar membuat saya tertampar,” ucap Evan pelan. Ivy mendengarkan tanpa menyela. Evan melanjutkan, suaranya pelan tapi bermakna dalam. “Saya masih ingat jelas sat dokter baru keluar dari ruang operasi, wajahnya kelihatan seriu

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Hasilnya positif

    “Kalau aku ngga hamil lagi boleh ngga?” tanya Ivy sambil tetap menatap langit-langit. Evan menoleh ke arahnya, alisnya sedikit mengerut. Ia tidak langsung menjawab, hanya menatap wajah Ivy yang tetap menatap lurus ke atas. “Kenapa?” tanyanya pelan. Ivy tidak langsung menjawab. Matanya tetap menatap ke atas dan napasnya terdengar berat, seperti menahan sesuatu yang sejak lama ia simpan sendiri. Beberapa saat kemudian, Ivy menoleh perlahan ke arah Evan. Dan saat Evan melihat wajah Ivy, hatinya langsung mencelos. Air mata sudah mengalir di pipi Ivy. “Aku… aku masih takut buat hamil. Takut kalau nanti bakal kehilangan lagi,” ucapnya dengan suara pelan. Evan menatapnya dalam diam. Kata-kata Ivy menusuknya karena ia tahu, sebagian dari luka itu ada karena dirinya juga. Ivy menarik napas pelan, berusaha tetap tenang. “Aku belum siap… Maaf, ya…” Evan menunduk sejenak. Jemarinya menggenggam tangan Ivy erat. Dalam hati, Evan masih menyimpan penyesalan. Saat kehamilan Ivy, ia malah

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Butuh kesiapan

    Ivy dan Evan berjalan berdampingan masuk ke dalam rumah. Evan tetap menggenggam tangan Ivy, tidak sekalipun melepaskannya. Langkah mereka pelan, menyesuaikan dengan kondisi Ivy yang belum sepenuhnya pulih. Saat mereka sampai di depan tangga, Evan menoleh ke arah Ivy. “Naik tangga nggak papa? Atau mau aku gendong aja?” katanya sambil menaikkan alis. Ivy langsung menggeleng cepat, wajahnya langsung memerah. “Enggak! Aku bisa sendiri,” ujarnya buru-buru. Lalu ia menoleh ke belakang dan berbisik, “Lagian malu, banyak yang lihat.” Alis Evan semakin terangkat naik kemudian menyeringai jahil. “Ngapain malu? Waktu itu aja kamu yang duluan minta digendong ke saya.” Wajah Ivy semakin memerah. Ia menunduk sedikit, malu sendiri saat mengingatnya. Duh, kenapa juga dulu aku minta digendong sama Evan, batinnya gemas pada dirinya sendiri. Tapi Evan tidak peduli dengan reaksi Ivy. Sebelum Ivy sempat melangkah, ia sudah membungkuk dan dengan cepat mengangkat Ivy dalam pelukan ala bridal style

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status