Dia akan perlihatkan pada rekan kerjanya kalau Amanda jelas tidak tampil seperti LC. Wanita itu hadir berkelas, dan mereka terlihat sangat serasi. Galih yakin sekali kalau rekan satu divisinya yang selalu mengejek dan mengolok-oloknya selama di kantor akan terpana melihat penampilan Amanda malam ini. Dia yakin sekali para bajingan itu akan terus membayangkan istrinya sepanjang malam nanti.Deretan papan bunga tampak bertebaran saat mereka memasuki area gedung tempat acara dilaksanakan. Kemeriahan acara sudah terlihat dari luar. Tidak tanggung-tanggung, penyanyi papan atas jebolan ajang pencarian bakat salah satu saluran televisi diundang sebagai bintang tamu malam ini. Bisa Galih perkirakan pasti acara itu akan bertabur para konglomerat dan pejabat, seperti acara-acara yang sebelumnya pernah dia datangi.“Mas Galih.” Wasis yang baru saja akan masuk bertemu dengan Galih saat antri di meja tamu menyapa. Lelaki itu mengangguk pada Amanda yang sejak tadi terus menggandeng Galih. Dia salin
Galih menghela napas panjang, hampir saja tinjunya melayang ke wajah Farhat yang menatapnya dengan senyum mengejek. Beruntung, dia masih bisa mengendalikan diri. Galih tahu betul sejak kejadian setahun yang lalu, Galih sering memancing emosinya agar kembali membuat keributan di kantor. Dia akhirnya menunduk sesaat, berusaha mengendalikan detak jantungnya yang berdegup kencang.“Kita ini semua sama. Aku terjebak dengan semua ini juga karena kalian yang terus menerus mempengaruhi aku agar mau ikut kesana. Ya kebetulan saja aku lagi kena sialnya.” Galih menepuk bahu Farhat cukup kencang. “Jangan terlalu jumawa, Bro, tanggal apes tidak ada di kalender. Bisa saja besok giliran kamu yang tergelincir. Sesama bajingan jangan saling merendahkan.”Farhat tertawa kencang mendengar ucapan Galih barusan. Lelaki itu mengangguk dan mengedipkan sebelah mata ke arah rekan kerjanya yang lain. “Kita memang sama-sama bajingan, tapi kami tidak tolol seperti kamu!” Tawa Farhat memenuhi ruangan. “Main canti
Bella menunduk saat Jelita membelai rambutnya. Mendadak, matanya terasa panas mengingat ucapan papanya tadi siang. Dia tidak bisa menahan tangis saat Jelita meraih bahunya dan membawanya ke dalam pelukan.“Ada apa, Sayang?” Jelita bertanya dengan hati-hati. Dia berusaha mengendalikan diri walau pikirannya sudah kemana-mana. Tidak biasanya anak pertamanya yang mandiri itu menangis seperti ini. “Mau cerita apa sama Mama?” Jelita melepaskan pelukan. Dia membingkai wajah anaknya dan mengusap air mata di wajah Bella.“Mama sama Om Langit pacaran ya?”Jelita menautkan alis mendengar pertanyaan anaknya. Dia memilih diam, menunggu Bella melanjutkan pembicaraan. Wanita itu menduga-duga apa yang terjadi tadi siang saat kedua anaknya dibawa oleh Galih keluar.“Kata Papa, kalau Mama menikah lagi nanti, Mama bakalan sibuk sama Papa baru. Apalagi kalau punya bayi, pasti Bella dan Zaky tidak terurus.” Bella menutup wajah dengan kedua tangan. Ketakutan menguasai hatinya. “Kalau Mama menikah lagi, nan
“Pantas saja selama ini kamu selalu meminta aku menggunakan alat kontrasepsi, kamu tidak ada rencana masa depan denganku, Galih. Kamu hanya menjadikan aku persinggahan sementara karena kehilangan Jelita.” Amanda menatap Galih yang kini terlentang di kasur. Mata lelaki itu menatap langit-langit kamar yang memiliki aksen kayu. Amanda meraba lehernya yang masih terasa sakit karena cekikan Galih tadi.“Sekarang saja kamu mengeluh uang bulanan yang kuberikan kurang, Manda, apalagi kalau kita memiliki anak?” Galih mengembuskan napas kencang. Dia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran istrinya. Selama berumah tangga, mereka jarang berbagi pikiran karena kalau sudah membicarakan hal yang penting sering tidak sejalan. “Aku menunda dulu agar fokus tidak terbagi. Aku ingin kita fokus pada pengobatan Dery dan aku tetap memiliki banyak waktu bersama Bella dan Zaky.”Amanda berdiri dan menuju cermin. Dia mengeluh pelan mengetahui dress yang dia kenakan robek di bagian pinggang, mungkin kar
“Memangnya kamu berharap apa dari menikahi duda beranak dua, Amanda? Gajiku ya jelas terbagi untuk mereka juga. Walau mereka tinggal dengan mamanya, tapi untuk makan, pakaian dan kebutuhan lainnya itu tetap tanggung jawabku sebagai Papa mereka.” Galih menggeleng mendengar Amanda mengungkit masalah biaya kecantikan. Memangnya dia pengusaha sukses yang uangnya tidak terbatas?“Jelita dulu perasaan bisa perawatan di tempat-tempat mahal, ke kafe dan belanja-belanja dari postingannya. Kok aku nggak bisa? Aku nggak minta harus rutin seperti dia dulu. Ya setidaknya bisa lah dua bulan sekali aku perawatan, sebulan sekali diajak makan keluar pas gajian, kalau ada momen spesial seperti ulang tahun atau apa dapat kado tas atau cincin. Reward, Lih, aku butuh reward. Butek banget aku sepanjang waktu hanya di rumah saja.”“Dulu aku hanya membiayai Jelita dan anak-anakku saja. Sekarang, aku harus membiayai anak-anakku dan juga pengobatan Dery yang tidak murah. Seharusnya, kamu mengerti akan hal itu.
“Mama kenal dimana? Sering pergi bareng Mama ya?”“Nggak tahu kenal dimana. Setahu Bella, Om Langit itu ada usaha bareng sama Mama. Ya lumayan sering pergi berdua. Kadang kalau perginya sore atau malam, Bella dan Zaky juga diajak.” Bella menjawab ringan. Dia tertawa saat melihat adiknya tersedak kuah ramen. “Om Langit baik, Pa. Dia sering beliin Zaky mainan sama buku cerita buat Bella. Setiap datang, pasti bawa makanan yang enak-enak. Kakek dan Nenek juga suka sama Om Langit.”Galih menghela napas panjang mendengar cerita putrinya. Sebagai lelaki, dia tahu betul kalau Langit sedang berusaha mengambil hati Jelita dengan mendekati orangtua dan anak-anaknya. Melihat dari pakaian dan mobil Langit tadi, dia bisa menduga kalau lelaki itu sudah cukup mapan. Dari segi usia, dia yakin mereka tidak berjauhan. Galih tampak berpikir sejenak karena aneh saja lelaki mapan dan berusia matang seperti Langit belum memiliki pasangan. “Bella tahu banyak ya tentang Om Langit?”Bella mengangkat bahu sambi