Laras yang sedang menyiram tanaman dipekarangan rumah, melihat suaminya pulang dengan raut wajah bahagia.
Ia pun mematikan keran air dan menghentikan pekerjaannya, dengan senyum menghiasi bibirnya yang berwarna pink tersebut, Laras mendekati Sofian yang baru saja turun dari mobil miliknya. "Mas sudah pulang?" sambut Laras ramah. Sofian hanya menatap istrinya, kemudian ia menganggukkan kepala. Laras segera mengambil tangan suaminya dan mengecup tangan laki-laki itu seperti biasa. Kemudian Sofian segera masuk kedalam rumah tanpa memperdulikan Laras yang menatap padanya. Tidak ambil pusing, Laras kembali melanjutkan pekerjaannya menyiram tanaman. Meskipun Sofian masih bersikap cuek terhadapnya perempuan itu sudah terbiasa dan sudah mulai bisa menerima hal itu dengan lapang dada. Sofian yang sudah masuk kekamarnya, langsung menghempaskan diri diatas tempat tidurnya yang empuk. Laki-laki itu senyum-senyum sendiri, membayangkan pertemuannya dengan sang kekasih. Setelah sekian lama gadis itu menghilang dari kehidupannya. Namun kini mereka dipertemukan kembali dengan cara yang tidak pernah diduga sebelumnya. Sofian segera mengeluarkan ponsel yang ada didalam saku celananya, dan kemudian ia menghubungi nomor kontak Celina. Setelah panggilan tersambung, terdengar suara lembut gadis itu menyapa Sofian dengan sangat merdu. "Hallo Mas!" ucap Celina di seberang telfon. "Hallo juga Celin! Kamu sedang apa, apa Mas mengganggu waktumu?" tanya Sofian berbasa-basi. "Ah, tidak kok Mas! Aku sama sekali tidak merasa terganggu, apalagi kalau yang menelfon itu, kamu!" jawab Celina tersenyum, meskipun Sofian tidak bisa melihat senyumnya yang manis. "Hahaha... Kamu itu bisa saja! Ternyata sifat kamu itu tidak pernah berubah, ya? Selalu bisa membuat hati Mas bahagia." ujar Sofian, seraya tertawa kecil. Sedangkan diseberang sana, Celina hanya menanggapinya dengan kekehan. "Siapa dulu dong Mas! Celina gitu loh!" jawab wanita itu dengan nada genit. "Oh iya sayang! Kamu belum cerita sama Mas! Apa yang membuat kamu pergi meninggalkan Mas begitu lama?" tanya Sofian kemudian. "Huufff... " Terdengar Celina menghembuskan nafas berat. "Masalahnya panjang banget Mas!" jawab wanita itu pelan. "Sebaiknya, aku cerita disaat kita berdua berjumpa diwaktu yang lain saja ya, Mas! Karena aku tidak mungkin berbicara tentang masalahku ditelfon seperti ini!" ujar Celina lagi. "Oke! Nggak apa-apa kalau kamu tidak mau menceritakannya sekarang, tapi kamu harus janji, kalau kamu akan menjelaskan semua masalah kamu disaat kita berjumpa lain waktu," bujuk Sofian. "Iya Mas! Aku janji sama kamu!" jawab Celina. "Kalau begitu sudah dulu ya Mas, karena ada sesuatu yang harus segera aku kerjakan!" kata wanita itu kemudian. "Baiklah sayang! Sampai jumpa lagi!" "Iya Mas!" Sofian segera menutup telfon, setelah Celina menjawabnya diseberang sana. Setelah panggilan telfon ditutup, Sofian berusaha memejamkan matanya sambil membayangkan wajah cantik Celina, yang membuatnya selalu jatuh hati. Kalau dibandingkan dengan Laras, wajah wanita itu memang jauh lebih cantik dari Celina. Tapi entah mengapa laki-laki itu tidak bisa menerima keberadaan Laras sebagai istrinya, dan selalu menganggap Celina adalah wanita paling cantik. Baru saja matanya hampir terpejam, Sofian dikejutkan dengan suara ponselnya yang kembali berdering. Ia pun meraih ponsel yang diletakkan begitu saja diatas kasur, saat dirinya menatap ponsel, Sofian melihat nama Pak Burhan terpampang jelas dilayar ponsel miliknya itu. Dengan segera ia pun mengangkat panggilan telfon dari Papanya tersebut. "Hallo Pa!" ucap Sofian setelah menempelkan benda berbentuk pipih itu ditelinganya. "Kenapa kamu tidak masuk kerja hari ini?" tanya Pak Burhan tanpa basa basi. "Aku sedang tidak enak badan Pa, jadi aku izin mau istirahat sehari dirumah!" jawab Sofian cuek. "Apa kamu bilang? Kamu tidak enak badan, kamu pikir Papa bodoh makanya mau kamu tipu? Papa tadi melihat kamu keluar dari rumahmu menggunakan pakaian kantor, tapi ditengah jalan kamu bertemu dengan seorang perempuan dan mengajaknya naik kemobil kamu, kan? Memangnya kamu mau pergi kemana dengan perempuan itu? Awas ya Sofian, kalau sampai kamu berani berbuat macam-macam dibelakang istri kamu? Kamu itu sudah menikah, jadi tidak sepantasnya kamu menjalin hubungan dengan wanita lain!" Burhan berbicara panjang lebar, membuat putranya hanya meringis mendengar Papanya itu berbicara cerewet seperti perempuan. "Papa apa-apaan sih? Siapa yang menjalin hubungan dengan perempuan itu sih, Pa? Aku cuma menolongnya saja! Aku hampir saja menabraknya dan wanita itu terluka karena terjatuh! Jadi tidak salah kan, kalau aku menawarkan pertolongan untuk membawanya keklinik dan mengobati lukanya. Bukankah Papa yang selalu mengajariku, agar aku bisa menjadi laki-laki yang bertanggung jawab dalam segala hal? Jadi tidak mungkinkan aku membiarkan wanita itu begitu saja dijalan setelah dia terluka gara-gara aku?" jawab Sofian. Laki-laki itu berbohong agar Burhan tidak tau kalau wanita yang dia tolong itu adalah Celina, kekasihnya. Diseberang telfon, Burhan mengernyitkan alisnya dan berusaha mencerna ucapan anak laki-lakinya tersebut. "Apa benar yang kamu katakan itu, Sofian? Kamu tidak berbohong kan, sama Papa?" tanya Burhan lagi meyakinkan. "Astaga Pa! Untuk apa aku berbohong sama Papa, dan apa untungnya bagiku?" Sofian menjawab tegas. Senyum miring tersungging bibirnya. "Lalu, kenapa kamu bilang tadi kalau kamu itu sedang tidak enak badan?" Pak Burhan bertanya lagi, membuat senyum diwajah Sofian lenyap. "A-aku memang sedang kurang enak badan Pa! Mungkin karena hal itu yang membuat aku tidak fokus menyetir dan hampir menabrak orang! Jadi setelah mengantarkan wanita itu keklinik, tadi aku memutuskan untuk membatalkan niatku pergi kekantor dan kembali pulang kerumah! Aku takut membuat kesalahan lagi dikantor kalau aku memaksakan diri bekerja!" ucap Sofian mencari alasan. Burhan mengangguk-anggukan kepalanya Faham, dengan alasan yang diberikan oleh putranya itu. Tidak lama kemudian, Burhan menutup telfonnya setelah menyarankan pada sang anak, agar Sofian beristirahat dengan cukup dirumahnya. Cantika yang sedari tadi duduk disamping Burhan hanya menatap suaminya itu. Setelah Burhan menutup telfon, Cantika pun bertanya pada laki-laki paruh baya tersebut. "Ada apa Pa? Kenapa Sofian tidak masuk kerja hari ini?" tanya Cantika. Cantika tetap bertanya tentang hal itu, walaupun perusahan tempat Sofian bekerja adalah milik suaminya sendiri, namun tetap saja ia merasa khawatir kalau putranya itu mempunyai masalah sehingga Sofian tidak bisa masuk kerja seperti biasanya. "Sofian mengatakan kalau dia izin hari ini, Ma! Katanya dia kurang enak badan." jawab Burhan sambil menatap istrinya yang Cantik, meskipun usia Cantika sudah tidak lagi muda. "Oh begitu?" Cantika mangut-mangut mendengar penjelasan dari suaminya. "Oh iya Ma! Apa selama ini, Sofian sudah bisa menerima Laras sebagai istrinya?" tanya Burhan pada sang istri. "Sepertinya belum Pa! Tapi mudah-mudahan saja anak kita bisa menerima gadis itu, karena Laras merupakan gadis yang baik dan juga tidak neko-neko. Aku yakin kalau Laras bisa membuat anak kita menjadi laki-laki yang lebih baik lagi kedepannya!" Cantika menjawab sambil mengusap lengannya yang terasa pegal. Mendengar jawaban dari mulut sang istri mengenai anak dan menantunya itu, Burhan pun mengangguk-anggukan kepalanya. "Semoga saja ya, Ma! Papa tidak ingin Sofian terjebak lagi seperti dulu! Dia terlalu mencintai wanita yang tidak tulus mencintainya, dan karena wanita itu juga Sofian menolak saat kita menjodohkannya dengan beberapa wanita yang kita pilih menjadi istrinya!" Burhan kembali teringat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu. "Iya Pa! Itu semua karena putra kita sangat tergila-gila pada wanita itu, jadi dia tidak tau bagaimana busuknya hati wanita yang sangat dia cintai, bahkan cinta Sofian pada wanita itu dulu melebihi cinta terhadap dirinya sendiri." Sahut Cantika. "Tapi sekarang Mama sudah bahagia kan, mendapat menantu yang baik seperti yang Mama inginkan?" Burhan melirik pada istrinya itu. "Iya jelas dong, Pa! Mama berharap kalau Sofian dan Laras bisa segera memberikan kita cucu yang lucu-lucu!" jawab Cantika lagi. "Amiiin!" sambut Burhan sambil tersenyum. Laki-laki itu sangat bahagia melihat senyum merekah dari wanita yang sangat dia cintai itu. Sangat berbeda dengan beberapa tahun lalu, Cantika selalu bermuram durja karena memikirkan putranya telah menjalin hubungan dengan wanita yang tidak tepat. Bersambung...Setelah menarik kursi dan duduk bersama Mama dan juga istrinya, Laras menyendokkan nasi kedalam piring Sofian, ia juga mengambil Lauk pauk beserta segelas air putih untuk suaminya itu.Laras meletakkan piring yang sudah diisi dengan makanan tersebut dihadapan SofianDengan sedikit malas, laki-laki itu meraih piring yang sudah diletakkan oleh Laras dihadapannya, dan mulai menyendokkan nasi kedalam mulutnya.Sebenarnya, didalam hatinya Sofian tidak berniat memakan makanan itu sama sekali.Namun, demi menghargai sang Mama yang sudah memaksanya makan dimeja makan, dengan terpaksa Sofian memakan makanan tersebut.Karena dirinya tidak ingin menghadapi ocehan Cantika yang berkepanjangan, jika saja ia tidak mau memakan makanan yang dimasak oleh menantu kesayangan Mamanya itu.Satu sendok makanan yang sudah masuk kedalam mulutnya itu, ia kunyah perlahan.Tiba-tiba saja, Sofian membulatkan bola matanya, karena rasa makanan yang dimasak oleh Laras itu sangatlah enak.Akhirnya ia memakan makanan
Sofian yang baru saja keluar dari dalam mobil segera berjalan menuju pintu depan rumahnya. Sebelumnya dia juga sudah melihat mobil Cantika yang terparkir dihalaman. Laki-laki itu segera masuk kedalam rumah, dan mendapati Cantika yang sedang berpelukan dengan Laras. Ketika Cantika menatap Sofian yang sedang berjalan kearah mereka, dengan segera perempuan itu menghapus air matanya. Cantika pelepaskan pelukannya pada Laras dengan perlahan, lalu ia berdiri dan mendekati putranya. Ditatapnya wajah sang anak, membuat Sofian merasa gugup. "M-ma! Mama sedang apa disini?" tanya Sofian tergagap. "Darimana saja kamu? Kenapa kamu keluyuran tanpa mengajak Laras ikut bersamamu? Apa kamu tidak tau, kalau istrimu baru saja diajak oleh sahabatnya jalan-jalan karena dia merasa suntuk dirumah terus? Sedangkan kamu malah enak-enakan pergi sendirian." ujar Cantika menatap nyalang pada putranya tersebut. Sofian hanya menundukkan kepala mendengar Ibu kandungnya itu mengomel. "Tadi aku ada keperluan
"Laras! Suamimu mana? Kok dari tadi Mama nggak melihat dia bersama kalian, memangnya tadi kalian itu tidak pergi dengan Sofian?" tanya Cantika.Laras hanya terdiam, kemudian ia menatap pada Hilda yang juga sedang melihat kearahnya."Mas Sofian sedang keluar Ma! Tapi, aku dan Hilda tadi hanya pergi berdua saja, bukan pergi dengan Mas Sofian!" sahut Laras kemudian."Loh, Mama fikir dia perginya sama kamu! Memangnya suami kamu itu nggak bilang kalau dia mau pergi kemana?" Cantika bertanya lagi sambil menatap tajam menantunya."Nggak Ma! Mas Sofian nggak bilang dia pergi kemana? Mungkin ada sebuah kepentingan, atau pergi bersama teman-temannya, Ma!" Laras menjawab sambil tersenyum."Kalau gitu, ayo kita masuk dulu kedalam, Ma!" ajak Laras, dan diangguki oleh Mama mertuanya itu."Oh iya, Laras! Kalau begitu aku pamit dulu ya?" Hilda menimpali saat mereka akan masuk kedalam rumah.Laras dan Cantika menoleh kearah gadis itu."Loh, kok kamu mau pulang sih, Hilda? Memangnya kamu nggak mau ngob
Mengetahui bahwa suaminya itu sedang kebingungan menjelaskan siapa Laras sebenarnya, wanita cantik itupun berjalan mendekat kearah Celina yang sedang berdiri menatapnya, seraya mengapit lengan Sofian."Perkenalkan Mbak! Namaku Laras. Aku sepupunya, Mas Sofian!" ujar Laras sambil mengulurkan tangan pada Celina, mengajak wanita itu bersalaman.Sofian merasa sangat terkejut, ternyata Laras sama sekali tidak memperkenalkan diri sebagai istrinya pada Celina. Namun Laras mengatakan kalau dia adalah sepupu lelaki itu.Begitupun Hilda, wanita itu hanya tertegun mendengar pengakuan sahabatnya.Celina tersenyum mendengar ucapan Laras, raut wajahnya yang tadinya terlihat masam, tiba-tiba saja berubah sumringah.Ia pun menyambut uluran tangan Laras."Oh, jadi kamu sepupunya Mas Sopian? Hampir saja aku salah faham! Aku pikir kamu siapanya Mas Sofian?" jawab Celina senyum-senyum."Namaku Celina! Aku adalah kekasihnya Mas Sofian!" Celina dengan bangga memperkenalkan dirinya pada Laras.Laras mengang
Suatu sore, Sofian dan Celina bertemu kembali, dan mereka berdua berjalan-jalan disebuah taman yang terlihat ramai oleh pengunjung."Celin! Kamu kan suCelinadah berjanji waktu itu, kalau kamu akan menceritakan masalah kamu sama Mas!" ujar Sofian sambil berjalan beriringan dengan yang sedang memakan es krim yang dibelinya didekat taman."Iya, Mas! Sebaiknya kita duduk dulu disana!" jawab Celina sambil menunjuk pada sebuah bangku panjang yang ada ditaman itu.Sofian pun mengangguk dan mengikuti langkah Celina yang sudah berjalan lebih dulu.Mereka merduapun duduk berdampingan, Sofian terus saja menatap kearah Celina yang sedang asyik menikmati es krim yang ada ditangannya."Kamu suka es krimnya?" Sofian bertanya seraya tersenyum pada Celina."Suka banget, Mas! Aku memang paling suka sama es krim! Kamu mau cobain?" Celina menyodorkan es krim itu kemulut Sofian.Sofian pun menerima es krim yang disodorkan oleh kekasihnya itu."Enak kan, Mas?" tanya Celina seraya tersenyum dan dibalas sen
Laras yang sedang menyiram tanaman dipekarangan rumah, melihat suaminya pulang dengan raut wajah bahagia.Ia pun mematikan keran air dan menghentikan pekerjaannya, dengan senyum menghiasi bibirnya yang berwarna pink tersebut, Laras mendekati Sofian yang baru saja turun dari mobil miliknya."Mas sudah pulang?" sambut Laras ramah.Sofian hanya menatap istrinya, kemudian ia menganggukkan kepala.Laras segera mengambil tangan suaminya dan mengecup tangan laki-laki itu seperti biasa.Kemudian Sofian segera masuk kedalam rumah tanpa memperdulikan Laras yang menatap padanya.Tidak ambil pusing, Laras kembali melanjutkan pekerjaannya menyiram tanaman. Meskipun Sofian masih bersikap cuek terhadapnya perempuan itu sudah terbiasa dan sudah mulai bisa menerima hal itu dengan lapang dada.Sofian yang sudah masuk kekamarnya, langsung menghempaskan diri diatas tempat tidurnya yang empuk.Laki-laki itu senyum-senyum sendiri, membayangkan pertemuannya dengan sang kekasih.Setelah sekian lama gadis itu