Share

Bab 15

Penulis: Nilamwangi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-11 08:53:58

Laras yang sedang menyiram tanaman dipekarangan rumah, melihat suaminya pulang dengan raut wajah bahagia.

Ia pun mematikan keran air dan menghentikan pekerjaannya, dengan senyum menghiasi bibirnya yang berwarna pink tersebut, Laras mendekati Sofian yang baru saja turun dari mobil miliknya.

"Mas sudah pulang?" sambut Laras ramah.

Sofian hanya menatap istrinya, kemudian ia menganggukkan kepala.

Laras segera mengambil tangan suaminya dan mengecup tangan laki-laki itu seperti biasa.

Kemudian Sofian segera masuk kedalam rumah tanpa memperdulikan Laras yang menatap padanya.

Tidak ambil pusing, Laras kembali melanjutkan pekerjaannya menyiram tanaman. Meskipun Sofian masih bersikap cuek terhadapnya perempuan itu sudah terbiasa dan sudah mulai bisa menerima hal itu dengan lapang dada.

Sofian yang sudah masuk kekamarnya, langsung menghempaskan diri diatas tempat tidurnya yang empuk.

Laki-laki itu senyum-senyum sendiri, membayangkan pertemuannya dengan sang kekasih.

Setelah sekian lama gadis itu menghilang dari kehidupannya. Namun kini mereka dipertemukan kembali dengan cara yang tidak pernah diduga sebelumnya.

Sofian segera mengeluarkan ponsel yang ada didalam saku celananya, dan kemudian ia menghubungi nomor kontak Celina.

Setelah panggilan tersambung, terdengar suara lembut gadis itu menyapa Sofian dengan sangat merdu.

"Hallo Mas!" ucap Celina di seberang telfon.

"Hallo juga Celin! Kamu sedang apa, apa Mas mengganggu waktumu?" tanya Sofian berbasa-basi.

"Ah, tidak kok Mas! Aku sama sekali tidak merasa terganggu, apalagi kalau yang menelfon itu, kamu!" jawab Celina tersenyum, meskipun Sofian tidak bisa melihat senyumnya yang manis.

"Hahaha... Kamu itu bisa saja! Ternyata sifat kamu itu tidak pernah berubah, ya? Selalu bisa membuat hati Mas bahagia." ujar Sofian, seraya tertawa kecil.

Sedangkan diseberang sana, Celina hanya menanggapinya dengan kekehan.

"Siapa dulu dong Mas! Celina gitu loh!" jawab wanita itu dengan nada genit.

"Oh iya sayang! Kamu belum cerita sama Mas! Apa yang membuat kamu pergi meninggalkan Mas begitu lama?" tanya Sofian kemudian.

"Huufff... "

Terdengar Celina menghembuskan nafas berat.

"Masalahnya panjang banget Mas!" jawab wanita itu pelan.

"Sebaiknya, aku cerita disaat kita berdua berjumpa diwaktu yang lain saja ya, Mas! Karena aku tidak mungkin berbicara tentang masalahku ditelfon seperti ini!" ujar Celina lagi.

"Oke! Nggak apa-apa kalau kamu tidak mau menceritakannya sekarang, tapi kamu harus janji, kalau kamu akan menjelaskan semua masalah kamu disaat kita berjumpa lain waktu," bujuk Sofian.

"Iya Mas! Aku janji sama kamu!" jawab Celina.

"Kalau begitu sudah dulu ya Mas, karena ada sesuatu yang harus segera aku kerjakan!" kata wanita itu kemudian.

"Baiklah sayang! Sampai jumpa lagi!"

"Iya Mas!"

Sofian segera menutup telfon, setelah Celina menjawabnya diseberang sana.

Setelah panggilan telfon ditutup, Sofian berusaha memejamkan matanya sambil membayangkan wajah cantik Celina, yang membuatnya selalu jatuh hati.

Kalau dibandingkan dengan Laras, wajah wanita itu memang jauh lebih cantik dari Celina. Tapi entah mengapa laki-laki itu tidak bisa menerima keberadaan Laras sebagai istrinya, dan selalu menganggap Celina adalah wanita paling cantik.

Baru saja matanya hampir terpejam, Sofian dikejutkan dengan suara ponselnya yang kembali berdering.

Ia pun meraih ponsel yang diletakkan begitu saja diatas kasur, saat dirinya menatap ponsel, Sofian melihat nama Pak Burhan terpampang jelas dilayar ponsel miliknya itu.

Dengan segera ia pun mengangkat panggilan telfon dari Papanya tersebut.

"Hallo Pa!" ucap Sofian setelah menempelkan benda berbentuk pipih itu ditelinganya.

"Kenapa kamu tidak masuk kerja hari ini?" tanya Pak Burhan tanpa basa basi.

"Aku sedang tidak enak badan Pa, jadi aku izin mau istirahat sehari dirumah!" jawab Sofian cuek.

"Apa kamu bilang? Kamu tidak enak badan, kamu pikir Papa bodoh makanya mau kamu tipu? Papa tadi melihat kamu keluar dari rumahmu menggunakan pakaian kantor, tapi ditengah jalan kamu bertemu dengan seorang perempuan dan mengajaknya naik kemobil kamu, kan? Memangnya kamu mau pergi kemana dengan perempuan itu? Awas ya Sofian, kalau sampai kamu berani berbuat macam-macam dibelakang istri kamu? Kamu itu sudah menikah, jadi tidak sepantasnya kamu menjalin hubungan dengan wanita lain!" Burhan berbicara panjang lebar, membuat putranya hanya meringis mendengar Papanya itu berbicara cerewet seperti perempuan.

"Papa apa-apaan sih? Siapa yang menjalin hubungan dengan perempuan itu sih, Pa? Aku cuma menolongnya saja! Aku hampir saja menabraknya dan wanita itu terluka karena terjatuh! Jadi tidak salah kan, kalau aku menawarkan pertolongan untuk membawanya keklinik dan mengobati lukanya. Bukankah Papa yang selalu mengajariku, agar aku bisa menjadi laki-laki yang bertanggung jawab dalam segala hal? Jadi tidak mungkinkan aku membiarkan wanita itu begitu saja dijalan setelah dia terluka gara-gara aku?" jawab Sofian.

Laki-laki itu berbohong agar Burhan tidak tau kalau wanita yang dia tolong itu adalah Celina, kekasihnya.

Diseberang telfon, Burhan mengernyitkan alisnya dan berusaha mencerna ucapan anak laki-lakinya tersebut.

"Apa benar yang kamu katakan itu, Sofian? Kamu tidak berbohong kan, sama Papa?" tanya Burhan lagi meyakinkan.

"Astaga Pa! Untuk apa aku berbohong sama Papa, dan apa untungnya bagiku?" Sofian menjawab tegas.

Senyum miring tersungging bibirnya.

"Lalu, kenapa kamu bilang tadi kalau kamu itu sedang tidak enak badan?" Pak Burhan bertanya lagi, membuat senyum diwajah Sofian lenyap.

"A-aku memang sedang kurang enak badan Pa! Mungkin karena hal itu yang membuat aku tidak fokus menyetir dan hampir menabrak orang! Jadi setelah mengantarkan wanita itu keklinik, tadi aku memutuskan untuk membatalkan niatku pergi kekantor dan kembali pulang kerumah! Aku takut membuat kesalahan lagi dikantor kalau aku memaksakan diri bekerja!" ucap Sofian mencari alasan.

Burhan mengangguk-anggukan kepalanya Faham, dengan alasan yang diberikan oleh putranya itu.

Tidak lama kemudian, Burhan menutup telfonnya setelah menyarankan pada sang anak, agar Sofian beristirahat dengan cukup dirumahnya.

Cantika yang sedari tadi duduk disamping Burhan hanya menatap suaminya itu.

Setelah Burhan menutup telfon, Cantika pun bertanya pada laki-laki paruh baya tersebut.

"Ada apa Pa? Kenapa Sofian tidak masuk kerja hari ini?" tanya Cantika.

Cantika tetap bertanya tentang hal itu, walaupun perusahan tempat Sofian bekerja adalah milik suaminya sendiri, namun tetap saja ia merasa khawatir kalau putranya itu mempunyai masalah sehingga Sofian tidak bisa masuk kerja seperti biasanya.

"Sofian mengatakan kalau dia izin hari ini, Ma! Katanya dia kurang enak badan." jawab Burhan sambil menatap istrinya yang Cantik, meskipun usia Cantika sudah tidak lagi muda.

"Oh begitu?" Cantika mangut-mangut mendengar penjelasan dari suaminya.

"Oh iya Ma! Apa selama ini, Sofian sudah bisa menerima Laras sebagai istrinya?" tanya Burhan pada sang istri.

"Sepertinya belum Pa! Tapi mudah-mudahan saja anak kita bisa menerima gadis itu, karena Laras merupakan gadis yang baik dan juga tidak neko-neko. Aku yakin kalau Laras bisa membuat anak kita menjadi laki-laki yang lebih baik lagi kedepannya!" Cantika menjawab sambil mengusap lengannya yang terasa pegal.

Mendengar jawaban dari mulut sang istri mengenai anak dan menantunya itu, Burhan pun mengangguk-anggukan kepalanya.

"Semoga saja ya, Ma! Papa tidak ingin Sofian terjebak lagi seperti dulu! Dia terlalu mencintai wanita yang tidak tulus mencintainya, dan karena wanita itu juga Sofian menolak saat kita menjodohkannya dengan beberapa wanita yang kita pilih menjadi istrinya!" Burhan kembali teringat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu.

"Iya Pa! Itu semua karena putra kita sangat tergila-gila pada wanita itu, jadi dia tidak tau bagaimana busuknya hati wanita yang sangat dia cintai, bahkan cinta Sofian pada wanita itu dulu melebihi cinta terhadap dirinya sendiri." Sahut Cantika.

"Tapi sekarang Mama sudah bahagia kan, mendapat menantu yang baik seperti yang Mama inginkan?" Burhan melirik pada istrinya itu.

"Iya jelas dong, Pa! Mama berharap kalau Sofian dan Laras bisa segera memberikan kita cucu yang lucu-lucu!" jawab Cantika lagi.

"Amiiin!" sambut Burhan sambil tersenyum.

Laki-laki itu sangat bahagia melihat senyum merekah dari wanita yang sangat dia cintai itu.

Sangat berbeda dengan beberapa tahun lalu, Cantika selalu bermuram durja karena memikirkan putranya telah menjalin hubungan dengan wanita yang tidak tepat.

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jejak Lara Setelah Perceraian.   Bab 65

    Sofian yang saat ini jatuh terduduk ditanah. Hanya meraba bagian keningnya yang terasa sangat sakit.Tiba-tiba ia merasa kalau telapak tangannya basah, dan pandangannya buram.Laki-laki itu menggelengkan kepalanya berulang kali.Preman yang saat ini menatap kearahnya tertawa senang."Mampus lo! Makanya, jangan coba-coba ikut campur urusan kami, hahaha... "Ujar preman itu sambil tertawa."Siapa suruh lo jadi pahlawan kesiangan?" sambungnya lagi."Eh goblok, ini tengah malam bukan siang! Dasar tolol!" maki salah satu temannya yang berada dibelakang, kemudian temannya itu kembali mengaduh kesakitan."Nggak nyambung! Lo lebih goblok. Memangnya lo pernah dengar, ada yang namanya pahlawan kemalaman?" protes temannya satu lagi."Diam kalian semua! Berisik!" teriak kepala preman. Yang juga tergeletak diantara teman-temannya."Wooii... Lo hajar terus itu laki-laki sialan! Berani-beraninya dia membuat kita babak belur seperti ini! Kenapa lo masih diam aja? Takut lo...?" sambungnya lagi.Preman

  • Jejak Lara Setelah Perceraian.   Bab 64

    Dan tiba-tiba saja...Laras melihat ada beberapa pria yang sedang mengendari motor secara ugal-ugalan.Wanita cantik itu bisa menyimpulkan, kalau laki-laki yang berjumlah lima orang tersebut, sedang berada didalam pengaruh minuman keras.Terlihat dari cara mereka mengendarai motornya dengan tidak seimbang.Tampang mereka pun terlihat seperti preman.Laras merasa sangat takut, sampai-sampai ia memeluk tas kecil miliknya dengan erat.Saat melihat Laras, para preman tersebut hanya menatap kearah wanita itu. Lalu kemudian, mereka melewati Laras begitu saja.Tentu saja hal tersebut membuat Laras menghembuskan nafas lega.Setidaknya, walaupun para preman-preman tadi sempat menatap kearahnya. Namun ternyata, mereka sama sekali tidak berniat mengganggu atau pun berbuat jahat pada wanita itu.Laras kembali berjalan, agar dirinya lekas sampai dirumah Hilda.Namun, baru saja ia berjalan beberapa langkah, raungan sepeda motor terdengar jelas dari arah belakangnya dan terasa memekakkan telinga.Sa

  • Jejak Lara Setelah Perceraian.   Bab 63

    Setelah selesai mengerjakan pekerjaannya. Laras keluar dari restaurant tempat ia bekerja dan menuju ke tempat parkir.Ia berniat menunggu Hilda yang berjanji akan menjemputnya saat dirinya pulang kerja.Namun, setelah dua jam menunggu, tapi sahabatnya itu tidak kunjung datang.Wanita berdagu lancip itu berusaha menghubungi nomor sahabatnya tersebut. Namun ternyata, ponsel Hilda juga sedang tidak aktif."Hilda kemana ya, apa dia ketiduran?"Laras bertanya pada dirinya sendiri.Akhirnya, Laras memutuskan pulang menggunakan taksi.Tapi, karena malam yang mulai larut, Laras juga sangat sulit menemukan taksi yang lewat.Sehingga, dengan perasaan yang was-was, akhirnya ia berjalan pelan menyusuri jalan yang terasa semakin sunyi dan mencekam.Udara malam yang dingin terasa menusuk sampai ke tulang-tulangnya.Laras mengusap-usap kedua lengannya menggunakan telapak tangan untuk mengusir rasa dingin.Gadis itu mulai bingung, bagaimana ia akan sampai kerumah kalau hanya berjalan kaki seperti itu

  • Jejak Lara Setelah Perceraian.   Bab 62

    "Keluar kalian berdua dari rumah ini sekarang juga!" ucap Sofian sambil menatap kearah lain.Mendengar hal itu, Yuda dan Celina sangat terkejut."Apa kalian tidak mendengar apa yang aku katakan? Cepat keluar dari rumah ini, dan jangan pernah lagi kalian berani memperlihatkan wajah kalian itu dihadapanku!" ujar Sofian dengan suara lantang."Tapi Sofian...?""Keluaaarrr...!!!"Suara Yuda tertahan kala Sofian membentaknya.Celina berusaha mendekati kekasihnya. Bahkan ia memegangi kedua kaki Sofian sambil meraung."Mas, maafkan aku! Tolong kamu jangan bersikap begini, aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin pergi darimu!" ujar Celina.Perkataan Celina justru membuat Sofian berdecih."Cinta?? Cuiih... Bulshit! Kau masih berani mengaungkan cinta dihadapanku, Celina? Sedangkan diluar sana kau menjajakan tubuhmu pada laki-laki lain! Apa yang kau harapkan? Apakah kau menginginkan uang? Baiklah kalau begitu!" ujar Sofian.Kemudian laki-laki itu berjalan masuk kekamarnya.Dan tidak lama kemud

  • Jejak Lara Setelah Perceraian.   Bab 61

    "Celina!!"Yuda menatap perempuan itu dengan perasaan khawatir."Sedang apa kamu disini?" sambungnya lagi sambil menoleh kiri kanan dan juga menatap kearah pintu masuk.Yuda merasa takut karena bisa saja Sofian masih berada disana, dan melihat saat Celina memeluknya tadi."Kenapa kamu bertanya seperti itu, Mas? Mas Sofian itu kekasihku! Dan tidak lama lagi aku akan menjadi istrinya, jadi bebas dong kalau aku mau datang kerumah ini kapan pun!" jawab Celina datar."Celina, sebaiknya kamu batalkan keinginanmu untuk menikah dengan Sofian!" ujar Yuda Kemudian. Membuat Celina terbelalak."Apa maksudmu, Mas?" jawab Celina lagi. Sambil menatap Yuda dengan perasaan marah.Bisa-bisanya laki-laki itu memintanya membatalkan pernikahannya dengan Sofian. Laki-laki yang selama ini ia idam-idamkan untuk menjadi suaminya."Karena aku tidak ingin Sofian menikah denganmu!" ucap Yuda.Namun hal itu membuat Celina tersenyum miris."Kenapa Mas, apa kamu cemburu? Karena dulu aku menolakmu saat kamu mengajak

  • Jejak Lara Setelah Perceraian.   Bab 60

    Sudah beberapa hari Sofian tidak masuk kantor. Bahkan ia sama sekali tidak mengangkat ponsel saat Burhan menelfonnya.Pria itu benar-benar ingin menyendiri.Diatas meja ruang tengah rumahnya. Terdapat sebuah asbak yang sudah terisi penuh dengan puntung rokok.Entah sudah berapa banyak batang rokok yang telah ia habiskan, untuk meringankan beban fikirannya.Wajahnya yang terlihat lesu, dan rambutnya yang acak-acakan, menambah kesan bahwa laki-laki itu sudah tidak lagi mengurus dirinya.Saat ia sedang sibuk melamun, tiba-tiba saja bel rumahnya berbunyi.Sofian berusaha mengabaikannya. Tapi lama kelamaan bel itu semakin mengganggu ditelinganya. Karena seseorang yang berada diluar rumah menekannya terus menerus.Dengan perasaan malas, Sofian bangun dari tempat duduknya dan berjalan untuk membuka pintu."Ceklek."Sesaat setelah pintu terbuka, Sofian menatap laki-laki yang berdiri didepan pintu rumahnya itu. Seraya tersenyum kearahnya."Hallo, Sofian! Apa kabar lo?" sapa laki-laki yang tern

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status