Share

Jejaka Emas
Jejaka Emas
Author: putri utara

1 | SANG PEWARIS

GUNUNG Asmoro terlihat berdiri dengan angkernya malam itu, sebuah gerobak yang ditarik kuda berbulu putih belang coklat itu berhenti di depan bangunan besar yang mirip candi diatas puncak gunung asmoro. Saat itu di penghujung malam menjelang pagi. Perempuan tua yang duduk di samping pemuda sais gerobak melompat turun. Gerakannya gesit dan enteng. Di pinggangnya tergantung satu bungkusan besar. Di depan pintu bangunan dia hentikan langkah, memandang pada lelaki yang keluar menyambutnya.

Perempuan tua itu ludahkan gumpalan sirih dan tembakau di dalam mulutnya lalu bertanya.

"Apa aku datang terlambat Barata?"

"Belum mak. Keadaannya gawat sekali. Aku khawatir”

Perempuan tua itu tidak menunggu sampai lelaki bernama Barata menyelesaikan ucapannya. Dengan cepat dia masuk ke dalam bangunan, langsung menuju ke sebuah kamar dari dalam mana terdengar suara erangan berkepanjangan.

Di ambang pintu kamar si nenek mendadak hentikan langkah. "Barata! Kegilaan apa yang aku lihat ini! Siapa yang mengikat tangan dan kakinya!"

"Tidak ada jalan lain Nek! Dia selalu berontak. Memukul dan menendang. Melihat aku sepertinya dia hendak membunuhku!"

"Gila dan aneh! Perempuan yang hendak melahirkan bisa bersikap seperti itu!" Nenek dukun beranak masuk ke dalam kamar yang diterangi dua buah obor besar. Tiga langkah dari ranjang kayu kembali gerakannya tertahan.

Di atas tempat tidur kayu itu tergeletak menelentang seorang perempuan. Wajahnya yang cantik tertutup oleh keringat serta kerenyit menahan sakit.

Dari mulutnya yang terbuka keluar erangan ditingkahi desau nafas yang membersit dari hidung. Perempuan ini memiliki perut besar dan tertutup sehelai rajutan rumput kering. Ketika pandangannya membentur sosok si nenek, dua matanya membeliak besar dan dari mulutnya keluar suara menggereng seperti suara babi hutan.

"Tua bangka buruk! Siapa kau?!"

Barata cepat mendekat dan berkata. "Hai istriku Ratri Kumala, nenek ini adalah dukun beranak yang akan menolongmu melahirkan”

"Menolong aku melahirkan?!" Sepasang mata perempuan di atas ranjang kayu semakin membesar dan Wajahnya tambah beringas. "Siapa yang akan melahirkan?! Aku tidak akan melahirkan!"

"Tenanglah Ratri Kumala. Orang ini akan menolongmu”

"Aku tidak akan melahirkan! Aku tidak butuh pertolongan! Tidak akan ada apapun yang keluar dari perutku! Tidak akan ada bayi keluar dari rahimku! Kau dengar Barata?! Kau dengar nenek buruk dukun beranak celaka?!" Habis membentak seperti itu Ratri Kumala tertawa panjang.

Si nenek dukun beranak jadi merinding. Dia dekati Barata dan berbisik. "Suara istrimu kudengar lain. Tawanya kudengar aneh”

Baru saja Nenek dukun beranak berkata begitu tiba-tiba dari perut besar Ratri Kumala terdengar suara gerengan dan bersamaan dengan itu di kejauhan terdengar suara lolongan anjing hutan. Nenek dukun beranak tarik rumput kering yang menutupi tubuh Ratri Kumala. Begitu perut yang hamil besar itu tersingkap, si nenek langsung tersurut. Barata sendiri keluarkan seruan tertahan lalu mundur dua langkah.

Lazimnya perut perempuan hamil, biasanya meng-gembung besar dan licin. Namun yang dilihat oleh Nenek dukun beranak dan Barata adalah satu perut yang di dalamnya penuh tonjolan-tonjolan dan tiada hentinya bergerak-gerak mengerikan.

"Jagat Dewa Barata.'" ujar Barata dengan suara bergetar. "Apa yang terjadi dengan istriku mak!"

Nenek dukun beranak angkat tangan kirinya. "Barata, istrimu akan segera kutangani. Harap kau cepat keluar dari kamar ini."

"Mak, kalau boleh aku ingin menungguinya sampai dia melahirkan..." kata Barata pula.

"Keluar!" teriak si Nenek dukun beranak membentak. Mau tak mau Barata keluar juga dari kamar itu. Si nenek segera membanting pintu. Ketika dia melangkah mendekati tempat tidur kembali Ratri Kumala perlihatkan tampang beringas.

"Nenek celaka! Kau juga harus keluar dari kamar ini!"

"Ratri Kumala, aku akan menolongmu melahirkan! Aku akan melepaskan ikatan pada dua kakimu! Jangan kau berbuat yang bukan-bukan!"

"Kau yang berkata dan akan berbuat yang bukan bukan!" sentak Ratri Kumala. "Aku tidak hamil! Aku tidak akan melahirkan! Tak ada bayi dalam perutku! Tak ada bayi yang akan keluar dari rahimku! Hik... hik... hik!"

"Tenang Ratri Kumala. Kau jelas hamil besar dan siap melahirkan. Kau akan melahirkan seorang bayi hasil hubungan  sebagai suami  istri dengan Barata”

Si nenek mendekati kaki tempat tidur. Dengan hati-hati dia lepaskan ikatan pada dua kaki Ratri Kumala. Begitu dua kaki lepas, kaki yang kanan bergerak menendang.

"Bukkk!"

Si Mak terpekik dan terpental ke dinding.

Di luar Barata berteriak. "Mak! Ada apa?!"

Nenek dukun beranak usap-usap perutnya yang tadi kena tendang. "Tidak apa-apa Barata! Kau tak usah khawatir!" Lalu si nenek memandang pada Ratri Kumala dan berkata. "Sebagai dukun aku berkewajiban menolongmu melahirkan. Apapun yang akan keluar dari rahimmu aku tidak perduli!" Lalu dengan cepat si nenek kembangkan dua kaki Ratri Kumala. Dengan dua tanganya dia menekan perut perempuan itu.

Ratri Kumala meraung keras. Dari dalam perutnya keluar suara menggereng. Di kejauhan kembali ter-dengar suara lolongan anjing hutan.

"Jangan sentuh perutku! Pergi!"

Si nenek dukun beranak tidak perdulikan teriakan Ratri Kumala. Dua tangannya menekan semakin kuat. Ratri Kumala menjerit keras.

Hoaaghh!

Sebuah desis kecil terdengar, nenek dukun beranak terpekik ketika ada sesuatu yang melesat dan menyambar wajahnya. Kalau saja si Nenek tidak cepat mundur terhuyung-huyung terjatuh. Mungkin kepalanya sudah terkena sambaran mahluk yang baru saja keluar dari lubang lahir itu.

"Braaakkk!"

Pintu kamar terpentang hancur. Barata melompat masuk. Dia tidak perdulikan si nenek dukun beranak yang masih terduduk dilantai. Dia melangkah ke arah ranjang. Namun gerakannya serta merta tertahan. Dua kakinya seperti dipantek ke lantai. Matanya membeliak besar. Sosok istrinya tergeletak tidak bergerak. Mata mendelik mulut menganga.

"Ratri Kumala!" teriak Barata.

“Istrimu hanya pingsan” kata sinenek lagi seraya mulai bangkit dari tempat terjatuhnya. Barata memandang seputar kamar. Begitu melihat si nenek dia kembali berteriak. "Mak! Mana anakku?!"

Sambil sandarkan punggungnya ke dinding kamar si nenek angkat tangan kirinya. Dengan gemetar dia menunjuk ke sudut kamar. "Itu... Mahluk yang di sudut sana. Itulah anakmu. Kuharap kau bisa menabahkan diri menghadapi kenyataan ini Barata”

Barata berpaling ke arah yang ditunjuk. Karena tidak tersentuh cahaya api obor, sudut kamar yang ditunjuk si nenek agak gelap. Namun Barata masih bisa melihat satu benda bergelimang darah tergeletak di sana.

"Anakku..." desis Barata. Dia mendatangi dan membungkuk.

Hoaaghh! Terdengar suara desisan halus itu lagi. Barata semakin berdebar. Belum lagi Barata menyadari apa yang terjadi, sesuatu telah terbang kearahnya, lagi-lagi Barata tersurut mundur dan jatuh terjengkang kebelakang. Keduanya matanya mendelik besar seakan ingin keluar dari tempatnya. Bagaimana tidak ? Kini Barata dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri, seekor ular naga berukuran lengan bayi kini tampak terbang berputar-putar diatas kepalanya.

“Se..e..seekor naga” ucap Barata gugup, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Barata, Itu anakmu. Itu bayimu!" Terdengar nenek dukun beranak berucap. Barata masih terkesiap memandang tak percaya dengan naga kecil yang berwarna keemasan itu yang kini sudah tampak terbang mengelilingi kamar kecil itu.

Hugh!

Sebuah jeritan tertahan terdengar dari atas ranjang kayu itu, rupanya Ratri Kumala sudah tersadar dari pingsannya. Ratri Kumala terlihat tiba-tiba saja bangkit terduduk dengan mata mendelik.

Hugh!

Terlihat bagaimana Ratri Kumala mengedan dengan seluruh tenaganya, hal ini tentu saja mengejutkan sinenek dukun beranak dan Barata yang kemudian saling pandang satu sama lain.

“Sepertinya istrimu akan melahirkan kembali Barata” kata sinenek dengan cepat mendekati ranjang kayu itu.

“Kakang!” terdengar Ratri Kumala memanggil Barata, Barata dengan cepat mendekati tepian ranjang. Begitu Barata ada disebelahnya, Ratri Kumala terlihat langsung menggenggam tangannya dengan erat. Terlihat bagaimana bulir-bulir keringat sebesar jagung keluar dari wajah Ratri Kumala.

Hugh!

Ratri Kumala kembali mengejan.

-o0o-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status