Share

Jelata Jadi Penguasa
Jelata Jadi Penguasa
Author: Piyu_Qu

Chapter 01

CHAPTER 01

Seorang gadis berambut ikal tengah terfokus kepada laptop yang ada di pangkuannya. Jarinya menari-nari di atas keyboard dengan lihai. Matanya nampak terkunci pada layar menyala itu dengan bibir ranum yang bergerak mendikte tiap kalimat yang ia ketik.

Dari arah belakang sang gadis, terlihat seorang pemuda berdiri menyipitkan matanya manatap lurus ke depan.

“Hayalan tingkat dewa apa yang akan kau tulis kali ini, Kim?” Ucapan spontan itu membuat sang gadis berjengit terkejut.

Gadis yang tengah berkutat dengan laptopnya itu menoleh cepat.

“Ya Tuhan! Kakak tak bisakah untuk tak mengejutkanku sehari saja?” pekik Kim segera mengelus dadanya yang berdegup cepat.

Pria berpakaian kemeja itu mengendikkan bahunya acuh. Ia tak menjawab malah kembali sibuk membenarkan lengan kemejanya yang kusut.

“Mau kemana?”

“Kau seharusnya sudah tau, Kim, apalagi yang bisa aku lakukan selain mencari pekerjaan?!” sungut laki-laki itu menggendong tasnya pada bahu kanannya.

Ekor matanya mencoba menilik layar laptop yang menampakkan deretan huruf.

Hembusan napas keluar dari mulut kecil Kim. “Bersemangatlah, Kak, aku harap kali ini kau berhasil.”

Tak ada sahutan dari sang kakak, ia lantas menoleh dan seketika terkejut mendapati sang empu telah duduk di sampingnya dan mengambil alih laptop usang yang ada di pangkuannya.

"Pangeran Adrian?"

“Astaga, KAKAK! Jangan menggangguku!”

Kim berusaha merebut kembali laptop dari tangan sang kakak, namun tentu saja Adrian tidak akan membiarkannya. Adrian berdiri memanfaatkan postur tubuh  jangkungnya sehingga membuat Kim kesulitan meraih laptopnya.

“Kak! Jangan dibaca!!!”

Terlanjur, Adrian sudah membaca sebagaian besar kalimat-kalimat yang tersusun rapih pada Microsoft word-nya itu.

.

Pangeran Adrian pada akhirnya menyerah pada keadaan. Ia harus kalah dalam persaingan perebutan tahta usai ditemukan tewas di peraduannya sendiri di istana Bavelach. Kematian tragis harus menimpa Pangeran tampan itu tepat di ulang tahunnya yang ke-20.

.

Usai membaca sebagian tulisan yang tertera di layar, sejurus kemudian tatapan maut menyorot kepada sang adik.

“CERITA APA-APAAN INI!” teriak Adrian murka. Sang adik yang sedari tadi sudah pasrah hanya mampu menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

“Sudah kubilang, Kak, jangan dibaca.” Kim segera mengambil alih laptopnya dari tangan Adrian. Dengan langkah kesal ia kembali duduk di sofa yang sempat ia duduki tadi di susul Adrian yang berdiri dihadapan Kim dengan bercacak pinggang.

“Sudah kubilang juga jangan gunakan namaku sembarangan, Kimberly! Kamu bebas menggunakan nama siapa saja dalam novel fiksimu, tapi jangan gunakan namaku,” ujar Adrian menghela napas lelah menghadapi adiknya yang ternyata lagi-lagi menggunakan nama Adrian sebagai tokoh fiksi dalam novelnya.

Kimberly sudah berulang kali kedapatan menggunakan nama sang kakak dalam karakter novelnya dan sudah berulang kali Adrian memarahinya, namun Kim tak kunjung juga jera.

Kim memberengut kesal melihat sikap kekanak-kanakan kakaknya itu. “Diamlah, Kak, nama Adrian bukan hanya milik dirimu seorang tau.”

“Jangan membantah, Kim, cepat ganti nama karakter itu. Aku tak suka nama tampanku digunakan untuk pangeran bodoh.”

Kim melotot marah. “Ya ampun, Kak, kalau kau tak suka namamu digunakan sembarangan, ajukan hak paten dan patenkan nama pasaranmu itu sekarang juga!"

“Sudahlah aku mau kembali ke kamar. Kau cepatlah berangkat, Kak, sebelum ayah kembali dan menghajarmu lagi," lanjut Kim beranjak pergi.

“Jangan kabur, Kim! Pokoknya kamu harus ganti nama karakter fiksimu itu!” teriak Adrian kembali memberi peringatan kepada adiknya.

Brakkk

Adrian memasang wajah kesal begitu Kim mulai memasuki kamar tanpa merespon ucapannya.

“Huh dasar adik durhaka. Kenapa dia begitu terobsesi menggunakan namaku dalam tokoh fiksi lemahnya itu sih? Memangnya nama Adrian identik dengan nama tokoh yang tersakiti apa?” gumam Adrian sembari melangkah menuju pintu keluar untuk melaksanakan tujuan awalnya yang sempat tertunda.

***

Ceklek

Engsel pintu bergeser menandakan  seseorang baru saja membukanya. Sepasang sepatu hitam menyembul begitu knop pintu berputar terdorong.

"Dari mana saja jam segini baru pulang?"

Pertanyaan kejutan membuat sang pembuka pintu terlonjak. Baru satu kaki yang memasuki rumah, kini ia sudah disambut dengan pertanyaan tak mengenakkan. Ekspresi terkejutnya tak berlangsung lama, berganti dengan raut muram dan penyesalan.

"Anak temen papa pulang jam segini karena lembur kerja, beda sama kamu berangkat siang pulang malam cuma buat keluyuran," sindir Leonard, sang ayah yang memandang anak sulungnya dengan remeh.

Tangan Adrian terkepal kuat seolah tengah menggengam amarah yang begitu menggebu. Rahang tegasnya juga terlihat mengeras merasakan emosi mendidih yang tiba-tiba bergejolak dalam dadanya.

"Mau sampai kapan seperti ini, Ad? Papa tidak menuntut banyak kok. Jadilah anak yang berguna!" lanjut Leonard begitu melihat Adrian tertunduk diam seribu bahasa.

Adrian mendesah pelan.

"Pa, bisakah berikan ruang untuk Adrian? Bisakah papa melihat bagaimana usaha Adrian selama ini?" tanya Adrian dengan suara parau masih berusaha meredam hawa panas yang menjalar pada tubuhnya.

"Sudah satu tahun lebih papa memberi waktu, Ad. Kamu perlu waktu berapa lama lagi? Hah?! 3 tahun? 5 tahun? Atau sampai papa gak ada di dunia ini baru kamu mau berusaha lebih keras?!"

Brakkk

Kepalan tangan Adrian dilayangkan pada pintu yang berada di sebelahnya. Nampaknya kalimat yang Leonard lontarkan berhasil memancing luapan emosi sang anak.

"Pa, titik sukses orang itu berbeda-beda. Adrian selama ini sudah berusaha kesana kemari mencari jalan melamar pekerjaan seperti yang papa mau. Adrian rela berjalan kaki puluhan kilometer demi mencari perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan, Adrian rela semalaman suntuk menyempatkan diri mencari berita lowongan di internet. Tapi ketika takdir belum mengizinkan untuk sukses, Adrian bisa apa?!"

"Bukan hanya papa yang frustrasi karena anak sulungnya terus menjadi pengangguran, Adrian sendiri sudah hampir gila, Pa! Segala cara sudah Adrian tempuh, tetapi hanya kata gagal yang Adrian terima. Sudah satu tahun lebih kehidupan Adrian penuh kegagalan ditambah tekanan mama papa yang terus menuntut untuk Adrian menopang perekonomian keluarga. Adrian capek, Pa!!"

Plakkk

"BERHENTI MERASA PALING TERSAKITI!!"

Netra coklat pria 25 tahun itu terbelalak, tangannya yang sempat terkepal bergerak menyentuh pipi kanannya yang terasa panas.

"Kakak!!"

Kimberly berlari menuju ke arah sang kakak begitu menyaksikan kakaknya dalam keadaan tidak baik-baik saja.

"Papa, cukup! Jangan jadikan kakak samsak kemarahan papa. Kim tau sendiri Kak Adrian sudah berusaha keras. Papa semestinya mau membuka mata melihat bagaimana perjuangan kakak selama ini. Jangan berorientasi pada hasil, Pa, lihatlah perjuangannya!!"

"Kamu anak kecil tau apa, hah?!"

Bentakan Leonard sukses membuat Kim bergetar hebat. Adrian yang menyadari guncangan mental sang adik segera menyudai pertengkaran itu.

Ia bergegas membawa sang adik ke kamar untuk menenangkannya.

"Kak, maafkan aku," ucap Kim yang kini sudah berbaring di atas kasurnya.

Adrian lantas membelai pucuk kepala sang adik. "Tak apa, sudah kau tidurlah. Kakak tunggu di sini."

Kakak sulung itu bergerak menjauh dari ranjang adiknya. Ia mendekat ke arah meja belajar sederhana yang ada di kamar Kimberly.

"Kak."

Adrian berdeham kecil kemudian menoleh sebentar.

"Makasih sudah mau terus berjuang selama ini. Walaupun masih belum terlihat hasilnya, Kim yakin kakak akan sukses nantinya," gumam Kimberly membuat Adrian memasang ekspresi sulit di artikan.

Adrian terkekeh kecil mendengar penuturan tak biasa dari sang adik. "Iya, makasih ya sudah menjadi adik yang baik untuk kakak," balas Adrian tersenyum tulus menatap adik kesayangannya.

Kimberly, gadis berusia 17 tahun yang kini sedang mengenyam sekolah menengah atas. Dia satu-satunya semangat Adrian dalam menjalani hari-harinya ditengah kedua orang tuanya yang selalu menekannya.

Adrian hendak beranjak usai memastikan sang adik dapat kembali tertidur dengan tenang, namun ketika indera pengelihatannya menangkap benda pipih yang sempat diperebutkan kakak beradik itu menjadi urung untuk beranjak.

Tanpa membuat suara, Adrian bergerak membuka laptop sang adik. Layar laptop segera menyala menampilkan layar kunci.

"Emm passwordnya apa ya?" gumam Adrian lirih.

Ia mencoba beberapa kali memasukkan berbagai macam kode, hingga yang keempat kalinya akhirnya ia berhasil membobol laptop sang adik.

Usai berhasil, layar laptop langsung menunjukkan kembali deretan huruf pada sebidang layar putih. Adrian nampak mengenali beberapa nama yang tertera di layar tersebut.

"Hemm jadi Kim masih kekeh menggunakan namaku?"

Jemari Adrian seketika menekan anak panah atas dan membaca sedikit demi sedikit kalimat yang tertata rapih. Mata coklatnya mengabsen tiap huruf yang berjajar di kertas kerja. Berbagai macam ekspresi tersemat pada wajah Adrian seiring kursor bergerak.

Sampai sudah 20 menit lamanya ia membaca keseluruhan kata yang tersusun di sana dan ekspresi akhir yang ia tampakkan adalah alis tebalnya yang menukik tajam dengan mulut terkatup rapat.

"Entah harus bagaimana aku menghadapinya besok. Satu fakta yang baru kudapat dari sosok Kim, ternyata dia... seorang psikopat gila!"

***

Adrian Leonard, pria berusia 25 tahun yang sedang mengalami struggle dalam kariernya. Nasib buruknya tak kunjung usai bahkan sudah genap 1 tahun pria bermarga Leonard ini berjuang mencari pekerjaan. Sudah beratus-ratus lowongan pekerjaan, namun tak kunjung juga mendapatkan panggilan kerja.

"Huh... "

Sudah pukul 1 siang, Adrian terduduk di sebuah gang sepi dan lembab. Peluh telah memenuhi seluruh wajahnya. Bahkan kemeja yang tadinya rapih sudah kusut dengan kancing yang terkancing asal.

"Arghhhh! Kenapa harus sesulit ini untuk mendapat pekerjaan!" Adrian berteriak histeris sembari mengacak, menjambak dan memukul kepalanya tanpa ampun.

Ia lantas termagu menatap kosong dinding bangunan di depannya. Tanpa sadar setetes air terjun dari sudut matanya.

“Hahaha malangnya nasibmu, Ad, sepertinya akan lebih menyenangkan hidup sebagai Adrian di dunia fiksi yang Kim buat. Setidaknya meskipun kita sama-sama dihardikkan keluarga, ia masih memiliki banyak harta untuk bertahan hidup sendiri. Seandainya aku menjadi Pangeran bodoh itu pasti aku lebih memilih kabur membawa harta sebanyak-banyaknya dan menjalani hidup seorang diri daripada hidup dikerajaan yang berisi manusia berhati iblis," kata Adrian dengan tersenyum miring.

Adrian kembali berdiri berjalan gontai menyebrangi jalanan yang ada di ujung gang. Ia yang terlampau kalut dalam pikirannya sampai tidak menyadari ia sudah berjalan di tengah jalan raya. Hingga Adrian tersadar dari lamunnya begitu suara klakson memekik telinganya. Ia menoleh cepat ke samping kanan dan benar saja sebuah truk melaju kencang menuju ke arahnya.

Srtttt

Brakk

Adrian terpental cukup jauh begitu tubuhnya dihantam mesin berjalan itu dengan keras.

Pikirannya mendadak kosong dan beban dipundaknya seketika menguap entah kemana. Kepalanya terasa pening dan telinganya menangkap suara riuh.

Sebelum kesadarannya terenggut, samar-samar ia mampu melihat sosok pemuda berpakaian berkilau emas menatapnya datar. Mungkin jika digambarkan pakaiannya terlihat seperti busana aktor drama kolosal.

Tak beberapa lama jiwanya terasa ditarik paksa. Rasa sakit bagai dihujam puluhan belati seketika menyergap dadanya.

“AKKKKHHH” jeritnya ketika merasakan sakit yang teramat. Ia merasakan ruhnya seperti ditarik keluar secara paksa.

“Oh Tuhan, apakah ini akhir dari hidupku?"

Ngingggg....

Telinga Adrian berdengung, tak ada lagi suara teriakan orang-orang di sekitarnya dan ia merasa tubuhnya menjadi seringan kapas. Kemudian kilatan cahaya yang menyilaukan membuat matanya terpejam cepat.

TBC

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status