Share

Chapter 02

BRAKKK

"APA KAU BILANG? ANAK SIALAN ITU MASIH HIDUP?!"

Sebuah guci berbahan marmer terjatuh, hancur berserakan di depan wanita berselendang merah. Wajahnya merah padam kentara tengah naik pitam.

"Mohon ampun, Nyonya, demikian informasi yang saya dapat," tanggap seorang wanita berpakaian lusuh tertunduk gemetar ketakutan.

"Mustahil! Aku sudah memastikan sendiri dia mati malam itu juga. Lantas kenapa kini kau berkata ia hidup kembali? KAU PIKIR INI LELUCON?!"

splash

Tebasan pedang membuat wanita lusuh itu tumbang bersama genangan cairan anyir yang mengucur deras dari tubuhnya.

"Akan kupastikan anak itu benar-benar mati!"

***

Clap

Kelopak mata dengan bulu mata lentik bergerak terbuka tanpa aba-aba.

“Hah?!”

Seorang pemuda berusia 18 tahun terbangun dari tidur panjangnya dengan napas tersengal-sengal juga wajah penuh peluh.

“Astaga! Untung hanya mimpi,” gumamnya menghela napas lega.

Netra biru laut bergerak memindai sekitar dengan tajam. Kemudian alisnya bertaut bingung menyadari ruangan yang ia tempati tampak asing.

Ruangan yang sangat luas dengan perkakas kamar berlapiskan warna keemasan. Setiap sudut ruangan pun menampakkan berbagai ukiran menawan yang membuat kesan mewah semakin melekat.

“I..ini di mana?”

Matanya membulat begitu Indera pendengarnya menangkap suara asing yang baru saja ia keluarkan.

“Aaaa bbbb ccc!!! HAH?! KENAPA SUARAKU BERBEDA?!” teriak pria itu dengan suara lebih nyaring.

Ia bergegas bangkit bergerak menuruni ranjang. Lagi-lagi ia dibuat terkesiap menyadati proporsi tubuhnya sangat berbeda dengan tubuh biasanya.

Tunggu… apa yang terjadi?!

“Aku ingat beberapa waktu lalu sebuah kendaraan menabrakku, lalu aku terpental jauh kemudian... mengapa sekarang aku ada di sini?!” lanjutnya bertanya-tanya dengan suara semakin meninggi. Bola matanya seketika berotasi gelisah.

Tangan pemuda itu bergerak mengambil sebuah cermin dengan bingkai kayu yang menarik perhatiannya. Pandangannya bukan tertuju kepada pantulan cermin, melainkan tertuju kepada ukiran abstrak yang membentuk sebuah kalimat.

“Kerajaan Bavelach?”

Pyarrr

Genggaman tangannya terlepas hingga cermin kuno itu jatuh dan hancur berkeping-keping berserakan tak berbentuk. Tubuhnya bergetar hebat dan beringsut mundur menatap tak percaya.

“Ap-a apaan ini?!”

Langkahnya berhenti begitu sebuah almari kaca menahan ruang geraknya. Manik matanya masih bergerak kesana-kemari resah. Ia lantas berbalik dan matanya menatap nyalang sosok asing di depannya. Tangannya terangkat menyentuh wajahnya yang ada pada pantulan cermin.

Di depannya terlihat seorang laki-laki belia berusia belasan tahun yang mengenakan pakaian mewah khas pangeran kerajaan.

Sepersekian detik kemudian ia beringsut mundur hingga limbung terduduk. Ia menggeleng kuat-kuat, menolak percaya pada kenyataan yang kini ada di depan mata.

Ceklek

Pintu kayu terdorong dengan paksa hingga menampilkan sosok gadis berparas cantik yang menatap terkejut diambang pintu.

“Pangeran, apa yang terjadi?!” teriaknya kemudian memasuki peraduan sang pangeran dengan tergesa-gesa. Gadis bersurai keemasan itu berpakaian gaun kerajaan biru cantik dengan renda yang begitu indah.

“Pangeran, kenapa anda bersimpuh seperti itu?!” pekik gadis remaja itu yang menyusul bersimpuh memeriksa kondisi sang pangeran yang terdiam dengan tatapan kosong.

Karena merasa tak dipedulikan, gadis itu mengguncang bahu seseorang yang ia panggil ‘Pangeran Adrian’.

“PANGERAN!!”

Pemuda itu menepis tangan lembut yang bertengger di kedua bahunya.

“Apa kau memanggilku dengan nama pangeran bodoh itu? Hahaha lucu sekali ... TIDAK MUNGKIN!!”***

“Apa yang tadi terjadi, Putri Rhiannon?” tanya pria paruh baya yang baru saja selesai memeriksa sesosok pria yang terbaring di ranjang mewah.

Gadis berambut keemasan itu nampak menggigit kuku jarinya cemas. ”Aku juga tak mengerti. Tadi pangeran tiba-tiba saja tak sadarkan diri usai ia berteriak histeris dan mengucapkan kata-kata aneh. Ia seperti bukan Pangeran Adrian yang aku kenal. Jadi, Paman, bagaimana kondisi Pangeran?”

Pria paruh baya itu mendesah pelan. “Kondisi Pangeran Adrian baik-baik saja, Putri. Sepertinya pangeran hanya mengalami syok. Kau tidak perlu cemas, sebentar lagi Pangeran akan terbangun,” balas sang paman yang berprofesi sebagai kepala tabib Istana Bavelach.

“Syukurlah.”

“Apa kau akan mengabarkan kepada Yang Mulia Kaisar, Putri?” tanya Andrew membereskan peralatan medis kuno yang ia gunakan.

Putri Rhiannon menghela napas berat sembari menatap nanar sosok Pangeran Adrian yang berbaring tenang. “Mungkin nanti, Paman, lagi pula sepertinya mereka tidak akan mengambil langkah jika sesuatu terjadi pada Pangeran Adrian. Tapi aku akan tetap memberitahukan kepada Kaisar Vernon, bagaimanapun juga beliau adalah ayah pangeran.”

Tabib yang sekaligus paman sang putri ikut menatap Pangeran Adrian prihatin.

“Kau memang berhati malaikat,” ucap Andrew memuji tabiat salah satu putri Kerajaan Deroeva itu.

“Kau selalu berlebihan, Paman,” tanggap Putri Rhiannon tersipu.

Andrew terkekeh pelan melihat pipi gadis berusia 17 tahun itu merona. “Ya sudah paman ingin menghadap Putra Mahkota terlebih dahulu. Kalau kau masih ingin di sini tak apa. Tapi kembalilah sebelum gelap.”

Setelah punggung gagah Andrew menghilang di balik pintu, Putri Rhiannon menatap lamat Pangeran Adrian yang masih setia memejamkan mata.

“Aku tak menyangka karena sudah lama tak menggunjungimu ternyata kau sudah melupakan aku ya, Louis?” lirih Putri Rhiannon tersenyum sendu memanggil nama teman kecilnya itu.

***

Di sebuah singgahsana berdirilah sosok kaisar yang berwibawa dan bijaksana. Walaupun usianya tak lagi muda, ia masih gagah dan garang. Tatapannya nampak tegas menghunus jajaran prajurit yang tengah melaporkan berita penting.

“Jadi, mata-matamu menangkap gerak-gerik Kerajaan Muez yang akan memberontak, Duke Evander?” tanya Sang Kaisar dengan raut wajah muram.

Seorang laki-laki bergelar duke itu nampak menunduk dalam. “Mohon ampun, Yang Mulia, demikianlah kabar yang hamba dapatkan dari pasukan mata-mata.”

Brakkk

Kaisar Vernon memukul ujung tongkat kebesarannya murka begitu mendapati kabar tak menggembirakan itu.

Kerajaan Muez merupakan salah satu kerajaan besar yang berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Bavelach. Selain Kerajaan Muez, Kerajaan besar lainnya seperti Kerajaan Panthem, Scars dan Deroeva juga berada dibawah kekuasaan Kekaisaran Bavelach. Namun di antara semua kerajaan yang dikuasai, hanya Kerajaan Muez dan Panthem lah yang sering berbuat ulah dan melakukan pemberontakan, alasannya tentu ingin membebaskan diri dan berdiri secara independen.

“Keparat! Beraninya mereka ingin menentangku!” seru Kaisar Bavelach menyorot tajam.

“Terus awasi pergerakan Raja Muez dan sekutunya, jangan sampai kita kecolongan seperti terakhir kali,’" geram sang kaisar menggenggam erat tongkat kehormatannya itu.

Duke Evander segera menundukkan kepala kembali menyanggupi perintah sang kaisar. “Baik, Yang Mulia, saya akan menyampaikan kepada Jenderal Daroll untuk memerintahkan para mata-mata bergerak lebih masif.”

Kaisar Bavelach lantas mengusap wajahnya kasar. Kegelisahan tercetak jelas pada wajahnya. Untuk pemberontakan seperti ini sejatinya bukan pertama kalinya dihadapi, namun akhir-akhir ini banyak ditemukan pembelot yang membuatnya harus berpikir ekstra hati-hati untuk menentukan langkah. Karena keberlangsungan kekaisaran yang telah berdiri lebih dari satu abad ini berada di tangannya.

“Kembalilah, Duke, aku harap akan segera ada kabar baik.”

“Baik, mohon undur diri, Yang Mulia Kaisar. Semoga kedamaian dan kesejahteraan senantiasa terlimpahkan kepada Yang Mulia.”

Usai mengucapkan salam perpisahan, Duke Evander membungkuk 90 derajat sebelum melangkahkan kakinya keluar istana utama.

Kaisar Vernon memijat pelipisnya yang berdenyut. Raut wajahnya menyiratkan kelelahan. Kemudian ia memejamkan matanya berusaha mengusir sensasi berdenyut pada kepalanya.

“Salam, Yang Mulia Kaisar.”

Sebuah sapaan kembali terdengar, kali ini berasal dari suara wanita yang terdengar lembut dan menenangkan.

Netra biru milik sang kaisar terbuka kembali dan sejurus kemudian tatapannya melunak menyaksikan sosok gadis anggun membungkuk dengan kedua tangan yang menjunjung sedikit ujung gaun warna merah muda.

“Bangunlah.”

Usai sang kaisar mempersilakan untuk bangkit, sosok gadis bergaun mewah itu berdiri tegak di hadapan sang raja dengan kepala yang masih tertunduk hormat.

“Sudah lama kau tidak berkunjung kemari, Putri Rhiannon. Bagaimana kabarmu? Apakah kau ingin bertemu Putra Mahkota?”

Pertanyaan sang kaisar membuat Putri Rhiannon mengulas senyum simpul sangat manis dan menawan.

“Kabar saya senantiasa baik, Yang Mulia. Benar, Yang Mulia, mungkin lebih tepatnya saya merindukan Istana Bavelach yang selalu membuat saya nyaman di sini. Suatu kehormatan saya diizinkan kembali mengunjungi istana megah ini,” jawab sang putri masih dengan senyuman manisnya.

Sang kaisar terkekeh kecil melihat betapa menggemaskannya putri dari Kerajaan Deroeva itu.

“Tentu, kau adalah teman spesial putraku dan istana ini akan selalu terbuka untukmu. Lalu adakah hal yang ingin kau sampaikan, Putri?” tanggap Kaisar Vernon yang menangkap raut wajah Putri Rhiannon yang terlihat menahan sesuatu.

Putri Rhiannon tersentak mengetahui sang kaisar mengetahui niatnya kemari, namun kemudian ia kembali mengulas senyuman. “Benar, Yang Mulia, saya hadir di sini selain untuk mengunjungi Yang Mulia Kaisar juga ingin menyampaikan kondisi Pangeran Adrian.”

“Ada apa dengannya? Apa ia berulah denganmu juga, Putri?” tanya Kaisar Bavelach yang nampak tidak begitu bersimpatik.

Putri Rhiannon yang telah mengetahui alasan dibalik perubahan sikap sang kaisar itu hanya bisa menatap sedih, namun tetap senyuman tak pernah luntur dari wajah manisnya.

“Pangeran Adrian sudah sadar, Yang Mulia, namun entah mengapa tadi pangeran berteriak syok dan kembali tidak sadarkan diri. Kepala Tabib Andrew sudah memeriksa keadaan pangeran dan syukurlah tidak ada yang peru dikhawatirkan,” jelas Putri Rhiannon menjelaskan secara rinci apa yang terjadi pada Pangeran Adrian.

Sang Kaisar memasang wajah muram. Terdapat ketidaksukaan yang terpancar pada wajah rupawannya.

“Terima kasih atas kesediaanmu mengunjungi Adrian, Putri, mungkin lain kali kau tak perlu repot-repot seperti ini. Dia memang seperti itu untuk mencari perhatianku, tak usah khawatir,” jawab Kaisar Vernon dengan nada dingin.

Usai kepergian Putri Rhiannon, sang kaisar turun dari singgahsananya berniat kembali ke peraduan. Namun baru juga menuruni satu balok tangga, tubuhnya hampir limbung jika saja tidak ditahan oleh prajurit yang berjaga.

"Yang Mulia Kaisar, apa anda baik-baik sana?"

Seorang wanita mengenakan gaun mewah tanpa lengan tiba-tiba berlari menghampiri Kaisar Vernon yang tengah bersusah payah menjaga keseimbangan tubuhnya.

"Ya, aku hanya sedikit pening."

"Apa yang kau lakukan di sini, Jirea?" lanjut Kaisar menanyai sosok wanita yang baru saja menghampirinya bernama Jirea, lebih tepatnya sosok Selir Agung Jirea.

"Sa... saya hanya ingin mengunjungi anda, Kaisar, sudah lama kita tidak bertemu," jawab wanita bergelar selir itu menatap sang kaisar lekat. Ia tanpa ragu bergerak mendekat kepada sosok Vernon yang membuat jarak kian terkikis bahkan wajahnya hampir bersentuhan dengan sosok agung itu.

Vernon beringsut mundur memberi jarak pada selir kesayangannya itu. "Kembalilah jika memang tidak ada yang penting. Aku sedang tidak ingin dilayani," tolak Vernon menepis tangan Jirea yang hendak menggenggam tangannya.

Bibir ranum Jirea terkatup rapat. Sorot kekecewaan tercetak jelas pada manik merah dengan riasan mata yang mencolok.

Langkah kebesaran sang kaisar kembali dilanjutkan tanpa mengindahkan sosok selir yang tengah menahan kekesalan.

"Sampai kapan kau akan memperlakukanku seperti ini, Vernon?"

Tungkai Vernon tertahan, rahang tegasnya mengeras mendengar seruan kurang ajar dari sosok wanita satu-satunya di ruangan itu.

Ia berbalik menatap Jirea nyalang.

"Jaga ucapanmu, Jirea! Kau tak pantas memanggilku seperti itu sekarang," sentak Vernon tak terima ketika ucapan hina itu dilontarkan untuknya.

Merasa tak gentar, Jirea berbalik menatap sang kaisar dengan tatapan terluka. "Apakah karena kelahiran anak itu membuatmu mencampakkanku seperti sekarang?"

Vernon membalikkan tubuhnya dan kembali melangkah tanpa menggubris perkataan wanita yang kini sudah menangis tersedu-sedu. Wajah pria itu nampak datar tak menunjukkan emosi apapun.

"Jika dengan menyingkirkannya akan membuatmu kembali kepadaku, aku akan dengan senang hati membunuh Adrian untukmu!"

TBC

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status