Jenazah Suamiku
Bab 5 : Dijemput Tuan Rentenir
"Ada apa, Winka?" tanyaku sambil merangkul pundaknya yang sedang berdiri di depan pintu rumah kami.
"Itu ada Ayah, Bu! Ternyata Ayah belum meninggal," jawabnya dengan wajah yang berbinar-binar, menunjuk ke arah pria berkacamata hitam yang sedang berdiri di dekat makam almarhum Bang Wawan.
Ah, pria arrogant itu lagi, Si Penagih Hutang. Sepertinya, dia itu rentenir dan aku membencinya. Dia pasti menjebak almarhum untuk meminjam uang dengannya, dasar licik! Aku yakin suamiku orang baik dan tak mungkin punya hutang walau kami hidup dalam kemiskinan.
"Dia bukan Ayahmu, Nak, Ayahmu sudah meninggal. Dia orang lain dan kita tidak mengenalnya," ujarku kepada Winka yang sudah hendak berlari turun dari rumah, mungkin kalau aku tak segera menghampirinya, dia sudah berlari memeluk rentenir itu karena memang mirip Ayahnya walau hanya dari wajah saja. Sedangkan penampilan sangat jauh berbeda.
"Oh, bukan Ayah." Winka merengut, ia terlihat sangat kecewa, namun kerutan di dahinya menyiratkan kalau ia juga penasaran akan sosok tinggi tegap itu.
"Iya, Nak, dia hanya sedikit mirip saja dengan Ayahmu tapi mereka orang yang berbeda." Aku masih mencoba membuatnya mengerti walau aku tahu di usianya sekarang sulit memahami masalah rumit begini.
Winka menengadahkan kepalanya ke atas, menatapku dengan mata sendunya. Dia anak yang kuat, yang selama 40 hari ini membuatku ikutan jadi kuat juga walau kini kami hanya tinggal berdua saja.
"Maaf, Mbak Wulan dan Dik Winka ... Kami datang ke sini untuk menjemput kalian ke rumah .... " ujar Pria paruh baya dengan seragam biru, mungkin dia adalah supir dari rentenir itu.
"Jemput ke mana?" tanyaku sambil memeluk Winka dari belakang, putri kecilku ini sudah setinggi dadaku ternyata.
"Ke rumah kami, segeralah berkemas!" Pria yang tak pernah melepas kacamata hitamnya itu mendekat dan menjawab dengan nada ketus seperti kemarin.
"Mau apa ke rumah kalian? Kami tidak mau!" jawabku tak kalah ketus karena tak ingin dianggap lemah olehnya.
"Jangan membantah, sebaiknya menurut saja!" Dia kembali berkata dengan nada memerintah.
"Maaf, Pak Penagih Hutang ... Saya tak mengenal anda, jadi mana mungkin saya mau ikut ke rumah anda begitu saja. Masalah hutang almarhum suami saya, katakan saja berapa ... Tapi maaf ... Saya belum bisa membayarnya sekarang," jawabku tegas.
"Hutang suamimu sangat banyak, Wulan, dan kamu takkan sanggup untuk membayarnya, baik sekarang atau juga nanti. Hmm ... Pak Jaja, saya tunggu di mobil saja." Pria itu terlihat menahan kata-katanya, lalu menatap tajam ke arah pria yang ia panggil Pak Jaja itu.
Pak Jaja yang kemungkinan besar adalah supirnya itu mengangguk, lalu menatap ke arahku dengan wajah ramah.
"Begini, Mbak Wulan ... Di rumah itu lagi ada acara. Jadi Nyonya ... Hmm ... Maksud saya ... Mamanya Tuan Restu ... Mau minta bantu-bantu sama Mbak Wulan. Begitu ceritanya." Pak Jaja menjelaskan dengan nada lembut dan sopan, gaya bicaranya mengingatkanku kepada almarhum Bang Wawan.
Untuk beberapa saat, aku terdiam, berusaha mencerna omongannya. Maklum, aku ini SMA aja nggak tamat, jadi otak agak lola. Mana sering diomelin terus waktu masih gadis dulu dan agak tenang setelah diperistri oleh Bang Wawan. Aku menikah di usia 22 tahun dulu, sedangkan Bang Wawan 25 tahun. Ah, suamiku, dia memang meninggal muda, di saat usianya baru menginjak 35 tahun.
"Bagaimana, Mbak Wulan?" tanya Pak Jaja yang membuat kesadaranku segera kembali.
"Hmm ... Maksudnya ... Saya mau dijadikan pembantu di rumah Tuan Rentenir itu?" tanyaku tanpa basa-basi sambil melirik ke arah mobil hitam, di mana pria arrogant itu berada.
"Tuan Rentenir ... Siapa?" Pak Jaja terlihat menggaruk kepalanya.
"Itu ... Yang tadi ... Yang pakai kacamata hitam. Yang gaya bicaranya bernada perang," jawabku sambil menatap tajam ke arah mobil di pinggir jalan sana.
"Oh ... Tuan Restu maksudnya. Hmm .... " Pak Jaja kembali menggaruk kepalanya dan tersenyum tak enak. Entah ekspresi apakah itu.
"Baiklah, saya akan ikut ke sana tapi setelah acara selesai, segera antar kembali saya pulang. Saya mengerti ... Dia ingin saya mencicil hutang itu dengan menjadi pembantunya, sebab dia tahu saya miskin dan nggak punya uang. Hmm ... Pak Jaja ... Saya mau ikut ke sana ... Karena saya percaya Bapak ini orang baik dan takkan berbuat jahat kepada janda miskin seperti saya." Kuacungkan jari telunjuk ke arah pria berambut klimis itu.
"Iya, Mbak Wulan, saya akan segera mengantar Mbak pulang setelah acara selesai. Mbak Wulan dan Dik Winka akan aman dan saya bisa jamin takkan terjadi hal buruk apa pun." Pak Jaja berkata dengan wajah serius dan entah kenapa juga, aku percaya dengannya.
"Tunggu sebentar, ya, Pak, saya dan Winka mau ganti pakaian dulu," ujarku akhirnya dan menggandeng putriku menuju kamar.
Saat menoleh ke belakang, terlihat Pak Jaja melangkah mendekati makam suamiku. Heran juga, kok orang-orang asing itu suka sekali mendatangi makam almarhum. Apa menurut mereka makam di depan rumah itu aneh dan bisa dijadikan tontonan?
Bersambung ....
Jenazah SuamikuExtra Part 2"Ini martabak setannya udah jadi, buruan dicicipin. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita ke rumah sakit." Restu menghampiri Wulan sambil membawa sepiring martabak hasil buatannya."Kok bentuknya aneh gini sih, Mas?" Wulan yang sedang meringis sambil mengusap perutnya langsung mencebik."Dicicipi, jangan cuma dilihatin aja! Pasti enak itu rasanya," jawab Restu sambil menoleh sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi.Dengan wajah yang cemberut, Wulan mengambil sepotong martabak yang bentuknya amat jelek itu lalu menggigitnya sedikit."Hmm ... Enak juga, pedesnya mantap." Wulan menyunggingkan senyum sambil mengambil satu martabak lagi dan melahabnya dengan nikmat.Rasa nyeri di perut juga pinggangnya hilang sudah, yang ada hanya rasa kenyang juga puas akan tujuh potong martabak yang sudah berpindah ke dalam perutnya. Karena saking nikmatnya, Wulan sampai mencicipi jarinya satu persatu."Sayang, masih ad
Jenazah SuamikuExtra Part 1Yudhi kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi ia sangat senang bisa menghabiskan waktu seminggu untuk berbulan madu bersama Stefanny--wanita yang sudah kumpul kebo beberapa bulan dengannya itu sebelum akhirnya ia putuskan untuk menikahinya secara siri setelah testpack garis dua yang menandakan hubungan mereka selama ini telah menghasilkan seorang janin. Sedangkan di satu sisi, ancaman dari Shela sungguh membuatnya risih, ia tak mau kehilangan istri yang sudah memberinya dua anak yang tampan juga cantik.Saat tiba di depan pagar rumah, Yudhi langsung menghentikan mobilnya. Di sana terlihat sebuah koper yang membuatnya penasaran akan milik siapa.Yudhi langsung turun dan membunyikan bel, lalu mengintip ke dalam lewat celah pagar.Satpam rumahnya terlihat acuh dan sibuk dengan ponsel saja."Pak Dadang, bukain pagarnya!" ujar Yudhi dengan setengah berteriak sam
Jenazah SuamikuBab 63 (Tamat)Restu menjemput Winka ke Kota zzz, ia ingin meyakinkan kalau anak kecil mirip Winka yang ada di rumahnya bersama mereka selama ini adalah palsu.Ketika tiba di rumah sakit tempat Winka dirawat, Restu hanya mendapati Yudhi saja di sana. Stefanny sudah ia antar ke hotel dulu agar situasi tetap aman."Ayah." Winka tersenyum senang kala membuka matanya pagi ini, sebab ayah yang ia rindu ada di depan mata."Kita akan pulang, Nak. Ayah senang kamu kembali." Restu mengusap pucuk kepala putri sambungnya itu."Winka lebih senang lagi. Gimana kabar Ibu? Dede bayi kembar udah lahir belum?" tanya Winka polos."Belum, Nak, Dede bayinya nunggu kakaknya pulang dulu baru deh lahir." Restu tersenyum, ia semakin yakin kalau yang depannya sekarang adalah Winka yang asli."Winka kangen Ibu, Oma Hera, Oma Rani juga Eyang. Winka kangen rumah .... " Winka menahan air matanya."Semua juga kangen kamu, Nak. Kita ak
Jenazah SuamikuBab 62 : Bertemu"Yudhi, Winka kenapa? Kamu ketemu dia di mana?" tanya Restu yang segera tersadar dan meredam kemarahannya kepada sang asisten."Aku ketemu Winka di jalan, Res. Maaf, tadi ... mobilku tak sengaja menyerempet dia saat menyeberang tiba-tiba," jelas Yudhi."Terus ... Winka nggak apa-apa 'kan?" Restu beranjak dari kursi kerjanya, ia semakin cemas dengan keadaan Winka."Nggak apa-apa, cuma geger otak ringan kata Dokter. Nginap di RS malam ini aja, besok pagi udah boleh pulang. Jadi, rencananya besok aku akan bawa Winka pulang ke Kota kita," ujar Yudhi."Hmm ... aku akan ke sana, menjemput Winka. Aku ke bandara sekarang," ujar Restu tanpa berpikir lagi."Res, biar aku yang bawa pulang Winka. Kamu dan Wulan tunggu di rumah saja. Winka akan baik-baik saja bersamaku," ujar Yudhi dengan menelan ludah, ia menyangka kalau Restu akan mau menyusul ke sini."Hey, Winka itu putriku dan aku takkan bisa cuma tingg
Jenazah SuamikuBab 61 : Runyam"Maaf, Pak, ada yang ingin bertemu." Pak Andre--asisten sementara pengganti Yudhi, mendorong pintu ruangan Restu setelah mengetuknya berkali-kali tapi tapi tak mendapat respon."Siapa? Saya sedang sibuk dan tak sempat bertemu dengan siapa pun. Ambil laporan itu dan segera perbaiki, dan harus selesai hari ini juga!" Restu berkata dengan nada tinggi, emosinya sedang tak terkontrol sejak keabsenan Yudhi dari kantor."Ma--maaf, Pak, i--itu ... ada istrinya ... Pak Yudhi ... yang ingin bertemu Pak Restu," ujar pria paruh baya itu, lalu berjongkok untuk memungut beberapa berkas yang berserakan di lantai.Restu mengerutkan dahi, ia mulai menduga-duga ada hal yang tidak beres yang terjadi kepada asisten yang merangkap temannya itu."Hmm ... suruh masuk deh, sama siapa dia?" Restu membuang napas kasar."Sama dua anaknya, Pak. Baik, saya akan suruh dia masuk. Permisi." Pak Andre menjawab sambil mengangguk sopan l
Jenazah SuamikuBab 60 : KacauHari terus berlalu, Winka yang terpaksa harus menjadi sosok Dewi--anak perempuan Yulia yang ia perlakukan seperti boneka itu, semakin tak tahan saja. Ia tak mau terusan seperti ini, sedangkan wanita bernama Anne yang ia harapkan bisa menolongnya itu malah cuek saja dan mengaku tak mengenalnya."Dewi, kamu duduk di sini dan jangan ke mana-mana! Ayo, nonton televisi! Ini film anak-anak terbaru dan kamu harus nonton." Yulia menunjuk layar televisi.Winka mengangguk dan kembali pasang tampang manis, walau dalam hati terus menangis ingin pulang."Mami mau ke Salon dulu, kamu tidak boleh bergerak dari sini sebelum Mami pulang. Kamu mengerti?!" Yulia mengusap kepala Winka."Iya, Mami, Dewi paham." Winka mulai memanggil dirinya dengan sebutan Dewi juga, agar Yulia senang dan ia tak mendapatkan kemarahan lagi seperti tempo hari. Ia mulai memahami sifat wanita yang ia panggil Mami itu dan berusaha terlihat sebagai anak p
Jenazah SuamikuBab 59 : Mungkinkah"Mami, Dewi kok nggak sekolah sih?" tanya Winka pagi ini, ia masih berusaha mencari celah untuk bisa keluar dari rumah dengan desain Eropa ini."Hmm ... Mami udah nyariin guru buat kamu, Sayang. Minggu depan kamu udah mulai homescooling." Yulia menjawab sambil menyisir rambut panjang Winka."Jadi bakalan homeschooling, Mi?" Winka pasang tampang manis, ia sedang bersandiwara menerima saja kehidupan barunya ini."Iya, sekolahnya di rumah saja, biar kamu nggak capek dan Mami bisa tetap jagain kamu." Yulia mengusap kepala Winka sambil tersenyum.Winka menggigit bibirnya sambil menghembuskan napas berat, ia mulai frustasi.Tiba-tiba, ponsel di saku baju Yulia berdering dan ia langsung meraih benda pipih itu, kemudian menempelkannya ke telinga."Ada apa, Pi?" sambut Yulia kepada suaminya yang sedang menelepon."Mi, coba ke ruangan kerjaku! Carikan berkas proyek kerja sama dengan PT. Intan Gr
Jenazah SuamikuBab 58 : Hidup Baru"Aku di mana?" Winka membuka matanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dengan nuansa pink.Winka segera bangun dan mengucek matanya. Ini bukan kamarnya walau warnanya sama-sama pink. Ingatnya yang terakhir, ia sedang duduk di sebuah rumah setelah dimandikan oleh seseorang."Selamat pagi, anak Mami udah bangun." Seorang wanita masuk ke dalam kamar dan menyambut Winka dengan senyumnya.Winka mengerutkan dahinya, ia tak mengenal wanita itu. Ia sungguh tak mengerti, tapi sang wanita malah mengusap kepala dan mendaratkan ciuman di dahi."Tante ini siapa?" tanya Winka."Panggil aku Mami, Nak. Aku Mamimu, dan kamu adalah putri bungsuku. Namanya Dewinta, putrinya Pak Dewa dan Yulia." Wanita bernama Yulia itu tersenyum sambil mengusap kepala Winka.Winka semakin tak mengerti akan semua ini, tapi ia memilih menurut sebab ia tahu kalau kemarin itu ia diculik dan sekarang berada bersama
Jenazah SuamikuBab 57 : Dia"Winka!" Wulan langsung berlari memeluk sosok gadis kecil yang dibawa Restu. "Anak Ibu, kamu ke mana saja?"Winda dalam sosok Winka hanya diam, ia mengerjap beberapa kali dan membiarkan saja ibu kandungnya itu memeluknya. Ia tak perduli siapa orangtuanya yang sebenarnya, ia hanya capek hidup susah bersama bibiknya yang setiap hari selalu menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Padahal usianya sekarang masih suka bermain, tapi hidupnya mendadak suram sejak Abah dan Uminya meninggal karena kecelakaan maut itu."Bawa Winka masuk, Wulan!" ujar Restu.Wulan menggandeng kembaran Winka itu masuk, hatinya lega karena putrinya telah kembali."Winka, kamu sudah kembali." Hera langsung menyambut sang cucu.Winka alias Winka hanya meringis dan membiarkan saja semua orang memeluknya bergantian."Kamu menemukan Winka di mana, Mas?" tanya Wulan penasaran."Di depan pagar, aku kira siapa, eh ... ternya