Share

Bab 13

Puluhan mobil jip melaju menuju vila keluarga Kurniawan. Tentara-tentara bersenjata lengkap menyerbu rumah mereka.

Anggota keluarga Kurniawan lainnya langsung panik. Toni yang sudah tidur, terbangun dengan masih mengenakan piyamanya. Ketika melihat puluhan tentara berada di sana, wajahnya menjadi pucat karena ketakutan. Dia buru-buru bertanya, “Ada apa?”

“Bawa pergi.”

Setelah perintah itu, Toni ditahan oleh dua tentara dan dibawa pergi dengan paksa.

Anggota keluarga Kurniawan lainnya yang sudah tidur juga dibawa paksa.

Sementara itu, di rumah Nova.

Boni dan Yani sudah tidur.

“Bruk!” Pintunya didobrak sampai terbuka. Kemudian, sekelompok orang masuk dan membawa mereka pergi dengan paksa.

Di lantai atas Rivera Hotel, di sebuah ruang rahasia.

Nova diikat, dan setelah beberapa saat, anggota keluarga Kurniawan lainnya juga dibawa ke sana. Kakeknya ayahnya, paman pertamanya Om Hardi, paman keduanya Om Jaka, dan puluhan orang dari keluarga Kurniawan semuanya dibawa ke sana. Semuanya diikat.

Mereka semua masih bingung dan tidak paham, tidak tahu mengapa mereka bisa bermasalah dengan keluarga Sinaga. Mereka tidak tahu mengapa mereka dibawa ke vila keluarga Sinaga. Semuanya tampak panik.

Radika sedang duduk di sebuah kursi, dengan sebatang rokok di mulutnya. Ada beberapa tentara bersenjata lengkap berdiri di belakangnya.

Dia berkata dengan acuh tak acuh, “Nova, apa kamu tahu mengapa aku mengikatmu?”

Nova tidak mengerti.

Dia tidak merusak lukisan itu, tapi bagaimana dia bisa terlihat seperti melakukannya di rekaman CCTV itu?

Toni, yang juga dalam keadaan diikat, memohon, “Pak Radika, keluarga kami nggak pernah mencari masalah dengan keluarga Sinaga. Leon dan David bahkan berhubungan baik. Untuk apa kamu menangkap kami sekeluarga? Kumohon padamu, lepaskan kami dan biarkan kami pergi. Kalau kami ada melakukan kesalahan, aku akan menebusnya nanti. Aku akan datang sendiri ke rumah keluarga Sinaga.”

Radika melambaikan tangannya dan menyela kata-kata Tony, “Nova merusak lukisan terkenal senilai 3,6 triliun di acara lelang tadi. Toni, aku hanya akan melepaskan dan membiarkanmu pulang. Kamu jual semua aset keluarga Kurniawan dan kumpulkan sampai 3,6 triliun. Bawa uangnya ke sini untuk menebus keluargamu. Aku baru akan melepaskan mereka setelah melihat uangnya. Tanpa uangnya, mereka akan mati.”

“Apa?”

“3,6 triliun?”

“Nova, apa yang terjadi?”

“Kenapa kamu merusak lukisan senilai 3,6 triliun?”

Anggota keluarga Kurniawan yang diikat ketakutan mendengar nilai itu. Mereka semua menyalahkan Nova. Semuanya memaki Nova, menyebutnya pembawa sial karena telah merepotkan keluarga Kurniawan.

Nova tidak tahu harus berkata apa.

Radika memerintah, “Lepaskan Toni.”

Sebelum merencanakan hal ini, dia sudah menyelidiki semua tentang keluarga Kurniawan. Seluruh harta anak cucu Keluarga Kurniawan jumlahnya sekitar 3 triliun. Nilai lukisan ini cukup untuk membuat keluarga Kurniawan bangkrut total.

Setelah dilepaskan, Toni mendatangi Nova dan menamparnya. Dia memaki dengan marah, “Anak nggak berguna, kamu pembawa bencana bagi keluarga Kurniawan!”

Wajah Nova memerah karena ditampar. Air matanya mengalir turun. Dia berteriak, “Kakek, bukan aku yang melakukannya. Beneran bukan aku.”

“Masih berani berdalih. Apa mungkin Pak Radika memfitnahmu?” Toni sangat marah dan menampar Nova lagi.

Setelah menampar Nova, Toni berlutut di tanah dan memohon, “Pak Radika, tolong berikan jalan keluar untuk keluarga Kurniawan.”

Radika berkata dingin, “Beri jalan keluar untuk keluarga Kurniawan? Siapa yang pernah memberi jalan keluar untuk keluarga Sinaga? Gara-gara telepon dari Nova itu, Ihsan Pamungkas dari Arthur Group menghancurkan keluargaku, membuat keluarga Sinaga bangkrut.”

Nova sadar dan berteriak, “Jadi, kamu menjebakku?”

“Iya.” Radika tidak membantah, “Memangnya kenapa kalau aku menjebakmu? Keluarga Kurniawan mau tidak mau harus mengeluarkan 3,6 triliun. Sebagai komandan di perbatasan barat, aku bisa membunuh semua anggota keluarga Kurniawan. Itu mudah bagiku.”

Toni terjatuh lemas di tanah, seperti kehilangan semangat hidup.

Saat ini, dia terlihat lebih tua dari biasanya. Dia berteriak, “Hancur sudah. Keluarga Kurniawan sudah hancur.”

“Keluarkan orang tua itu dari sini.”

“Baik.”

Dua tentara bersenjata datang dan menarik Toni yang sedang menangis di tanah dengan paksa.

Anggota keluarga Kurniawan yang lain sangat ketakutan.

Radika tidak main-main. Keluarga Kurniawan sudah hancur. Semuanya karena Nova.

“Nova, dasar kamu pembawa sial. Kamu yang menghancurkan keluarga Kurniawan!”

“Kenapa aku bisa punya anak sepertimu!”

“Nova, ini semua kesalahanmu. Kenapa jadi melibatkan seluruh keluarga kita?”

“Pak Radika, aku nggak ada hubungannya dengan Nova. Tolong biarkan aku pergi!”

“Huhu, aku nggak mau mati. Pak Radika, aku mohon padamu. Lepaskan aku. Hutang seharusnya dilunasi oleh orang yang mengutang. Semua ini salah Nova. Kamu balas dendam padanya saja. Bunuh dia. Lepaskan kami!”

Semuanya memohon belas kasihan.

Mereka tidak bisa apa-apa menghadapi kekuasaan Radika.

Nova rasanya ingin mati mendengar perkataan-perkataan itu dari keluarganya. Saking kesalnya, dia sampai pingsan.

Radika memberi isyarat dengan tangannya.

Saat itu juga, seseorang membawa baskom berisi air dan menyiramnya ke wajah Nova.

Nova yang sempat pingsan jadi terbangun kembali.

Radika bangkit, berjalan menghampirinya dengan sebuah belati di tangannya. Dia mengangkat dagu Nova dan belati itu pun didekatkan ke wajah mulus wanita itu.

Dia bertanya dengan nada dingin, “Nova, sepuluh tahun lalu, kamu menyelinap masuk ke rumah keluarga Atmaja ketika sedang kebakaran dan terluka bakar, tapi wajahmu cukup cantik sekarang. Siapa orang yang kamu selamatkan dari kebakaran sepuluh tahun lalu itu? Di mana dia sekarang?”

“Aku, aku nggak tahu.” Wajah Nova pucat dan tubuhnya gemetaran.

Radika mengayunkan belati di tangannya dengan ganas. Satu garis luka muncul di wajah Nova. Darah mengalir keluar dan separuh wajahnya langsung ternodai.

"Ah!" Nova berteriak kesakitan dan terus meronta, tetapi tangan dan kakinya diikat. Sekuat apa pun dia meronta, semuanya sia-sia.

Anggota keluarga Kurniawan lain yang diikat juga gemetar ketakutan. Beberapa yang lemah bahkan langsung pingsan.

“Katakan padaku. Siapa orang yang kamu selamatkan itu? Apa dia pernah datang mencarimu? Lalu, apa hubunganmu dengan Ihsan Pamungkas? Mengapa Ihsan begitu hormat padamu?”

“Aku nggak tahu. Aku benar-benar nggak tahu. Huhu. Aku nggak tahu apa-apa.” Nova menangis.

Radika mengayunkan belatinya lagi dan satu garis luka muncul di wajah Nova lagi.

Dia merasakan rasa sakit yang membakar di wajahnya. Dia bisa dengan jelas merasakan darah mengalir dari pipi ke lehernya.

Radika berteriak, “Siapa orang yang kamu selamatkan itu? Apa dia pernah mendatangimu?”

Nova tertegun mendengar teriakan pria itu. Dia benar-benar tidak tahu. Dia tidak tahu siapa yang dia selamatkan sepuluh tahun yang lalu. Dia menangis. Air mata mengalir di wajahnya.

“Huhu. Aku benar-benar nggak tahu. Aku nggak tahu kalau itu rumah keluarga Atmaja. Aku juga baru mengetahuinya setelahnya. Aku nggak tahu siapa yang aku selamatkan. Setelah menariknya keluar dari lautan api, aku melihat wajahnya sudah terbakar parah. Lalu, dia melompat ke sungai dan terbawa arus. Aku nggak tahu dia siapa. Dia nggak pernah datang mencariku. Pak Radika, apa yang kukatakan ini benar. Tolong lepaskan aku. Huhu ….”
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Prasetia Monoarfa
bemer bang wkwkwk ga jelas banget
goodnovel comment avatar
Tri Sutrisna
Kemana lu simpen si Chandra, Thor??? Kok BACOTAN KOSONG AJA LU KELUARIN DI CERITA BANGSATTTT INI?? Makin menyebalkan jalan ceeita bangsatmu ini!!! Nampak kali beetele tele mgulur2 cerita spy makin panjang jalan cerita, makin terkuras duit pembaca?? Cerita yg lugas cepat tp variatif jauh lebih baik
goodnovel comment avatar
Tri Sutrisna
KOK MAKIN MEMBANGSATKAN CERITANYA???
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status