Tangan Clara sontak terulur, mencubit hidung Morgan dengan gemas. Namun Morgan tidak terlalu mempermasalahkannya, ia lantas melepaskan pelukan, menarik tangan itu dan menjatuhkan diri di atas sofa.
Tubuh itu dia tarik hingga jatuh tepat di pangkuan Morgan. Menarik bahunya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa centi. Mata mereka beradu dengan senyum yang begitu manis merekah di wajah Morgan. Ia menekan kepala Clara dan meraih bibir itu dengan begitu ganas.
Tidak ada percakapan lanjutan yang terjadi, karena baik Clara atau Morgan lebih memilih fokus pada agenda dadakan mereka saat ini. Mata mereka kembali beradu. Tanpa perlu banyak bicara, baik Morgan ataupun Clara sudah paham dan mengerti apa arti masing-masing tatapan mata itu. Perlahan-lahan mulai menikmati detik demi detik mereka dalam ruangan itu. Ruangan yang selama ini begitu kaku, perlahan-lahan melunak oleh desah tertahan keduanya.
Ini kali pertama Morgan melakukan kegilaan ini, ka
Jimmy menatap bayangan dirinya di cermin. Dia sudah kembali ke rumah kostnya. Tempat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah sakit. Tentu Jimmy sudah hitung betul-betul keuntungan jika mencari rumah kost yang jaraknya begitu dekat dengan rumah sakit. Dia akan menghemat waktu perjalanan dan bisa segera meluncur kapanpun jika dibutuhkan. Tinggal satu jam lagi! Sekarang pukul 6 dan Jimmy sudah begitu rapi dengan kemeja dan celana bahan. Bertemu dengan anak pemilik rumah sakit yang juga seniornya, tentu Jimmy harus rapi dan sopan, bukan? Mendadak Jimmy ragu. Sebenarnya apa tujuan Indira hendak bertemu dengannya malam ini? Bukan apa-apa, Jimmy takut terlalu tinggi berekspektasi dan berakhir dengan kekecewaan dan rasa malu. Apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Jimmy menanggapi ajakan Indira yang terlihat begitu 'lain' tadi? Apa arti dari kata 'Temani saya malam ini?'Temani yang seperti apa? Temani makan malam dan membahas apa-apa yang harus Jimmy lakukan
Feni mengeram, tampak meja makan mereka begitu riuh dan ramai. Semua berkat kedatangan sosok itu, wanita yang sialnya benar-benar luar biasa baik penampilan maupun pembawaannya. Pantas saja Morgan kekeuh hendak menikahi wanita ini, Callista kalah telak rupanya! "Om buka aja nih kartu Morgan, jarang dia serius sampai merengek minta nikah begini. Biasanya cewek cuma buat main-main sama dia!""Ah Papa! Jangan gitu lah, bongkar aib nih!" Morgan sontak mencebik, menatap gemas ke arah Tjandra yang tergelak itu. "Loh daripada dia tahu dari orang lain, lebih baik jujur di awal, kan, Gan?" Tjandra tidak mau disalahkan, intinya Clara harus tahu bahwa lelaki yang hendak menikahinya ini adalah playboy insyaf. Sementara itu Clara hanya mengulum senyum sambil mengangguk pelan, membuat Morgan geleng-geleng kepala karena kelakuan sang pala yang begitu entengnya membuka aib Morgan di depan Clara. Semua nampak begitu gembira, tertawa lepas sambil menik
"Ibu nggak pamit dia mau kemana gitu?" Arga mengintrogasi salah satu asistennya, bagaimana tidak kalau mendadak tanpa pamit sang istri lenyap dari rumah.Mobil Indira masih ada di halaman rumah mereka, yang mana artinya dia pergi tanpa membawa mobil. Lantas dia naik apa? Hendak kemana sampai-sampai mobilnya tidak dibawa? Ini lain dari kebiasaan Indira selama ini."Nggak bilang, Pak. Saya juga nggak berani tanya karena ibu tadi kayak buru-buru banget."Arga mengeram, ia menghirup udara banyak-banyak. Mengusap wajahnya dengan kedua tangan lalu kembali menatap Sari dengan seksama."Pakai baju dinas atau apa?" tentu dugaan Arga sang istri ada cito, pergi ke rumah sakit seperti kebiasaan para petugas medis macam mereka. Tapi kenapa mobilnya tidak dibawa?"Nggak, Pak!" Sari menggeleng, "Ibu dandan cantik banget."Mata Arga sontak terbelalak, ia menatap Sari dengan tatapan tidak percaya. Arga tidak salah dengar, bukan? Dari ekspresi dan
"Lega, kan?" Morgan melirik CLara yang bersandar di jok sebelah, wajah itu lebih santai dari ketika mereka berangkat tadi.Ya ... makan malam bersama hari ini benar-benar sukses! Bahkan Feni, sang mama nampak tidak banyak bicara dan menyunggingkan senyuman manis untuk Clara. Sebuah senyuman yang Morgan yakin itu pasti hanya sebuah kamuflase belaka. Namun setidaknya itu cukup untuk membuat Clara tidak lagi overthingking mengenai masa lalunya bersama dokter bajingan itu."Lega banget! Papa orangnya lucu, ya?" senyum Clara mengembang, matanya berbinar. Membuat Morgan begitu bahagia luar biasa malam ini."Ya ... papa sih emang kayak gitu, Sayang. Nggak ada masalah, kan?" tanya Morgan dengan hati berbunga-bunga, agaknya setelah ini dia harus menelepon sang papa untuk mengucapkan beribu-ribu ucapan terima kasih."Nggak! Tentu nggak ada masalah, dong! Malah asyik di ajak ngobrol." gumam Clara dengan senyum manis."Well, asal besok jangan keasyik
Jimmy memekik tertahan ketika ia berhasil membenamkan miliknya ke dalam inti tubuh Indira. Cinta Jimmy untuk Kirana seketika menguap sudah karena Indira begitu sukses membuatnya tergila-gila. Indira begitu luar biasa! Indah tubuhnya dan jangan lupa betapa nikmat luar biasa inti tubuh Indira membuat Jimmy makin liar dan tidak terkendali. Dia sendiri heran, apa yang ada di dalam pikiran lelaki itu sampai istri macam Indira ini dia sia-siakan dan dia tinggal berselingkuh? Ah! Bukankah dia tidak mencintai Indira? Jadi tentu bukan salah Arga sepenuhnya juga, kan? Jimmy mengeram, dipandanginya wajah memerah yang pasrah di bawah kungkungan tubuh Jimmy ini. Wajah bersimbah peluh dengan sorot mata menggairahkan yang makin membuat Jimmy lupa diri. Jimmy terus mendorong miliknya lebih dalam, merengkuh Indira hingga habis dalam pelukannya. Malam ini Jimmy sudah bertekad bahwa dia akan menghisap habis madu wanita yang membuat segala macam rindu Jimmy yang tertahan selama bertahun
Indira mengendurkan pelukannya, melepaskan tubuh yang bahkan masih polos itu dari dekapan. Senyum Indira merekah melihat betapa damai lelaki itu tertidur. Beberapa keringat masih menempel di dahulu dan wajah membuat jemari Indira terulur menyeka bulir keringat itu dari sana. Ini hal paling gila yang pernah Indira lakukan seumur hidupnya! Tidur dengan lelaki yang bukan siapa-siapa dan bahkan baru saja dia kenal! Bagaimana tidak gila? Namun, Indira sudah pikirkan matang-matang akan semua akibat dari apa yang dia lakukan ini. Bahkan beberapa saat yang lalu, lelaki ini malah mengutarakan keinginan untuk menikahi Indira jika ia berhasil cerai dan melepaskan diri dari Arga? Indira bangkit, duduk di atas ranjang dengan sebagian tubuh bagian bawahnya tertutup selimut. Ia menatap jam dinding yang menempel di tembok. Pukul dua dini hari. Jimmy benar-benar tidak membiarkan dia pulang. Kira-kira apa yang akan Arga lakukan jika Indira pulang ke rumah nanti? "Ah! Sebodoh amat
“Kamu dari mana, In?”Indira yang baru saja masuk ke dalam kamar sontak mengangkat wajah, menatap wajah yang tengah berdiri di depan cermin sambil merapikan rambut. Nampak jelas Arga sudah mandi dan bersiap-siap, wangi parfum khas kesayangan Arga sudah menguar memenuhi kamar. Indira hanya tersenyum simpul, melepas sepatunya lalu meletakkan tas di atas meja.Arga yang merasa diabaikan lantas menoleh, menatap Indira yang tengah menyisir rambut. Nampak rambut itu berkilau, dari tempatnya berdiri, Arga bisa melihat kalau rambut itu masih dalam kondisi setengah basah. Hal yang lantas membuat Arga segera melangkah mendekati Indira dan meraup dagunya dengan satu tangan.“Tidur di mana semalam? Kenapa telepon dari ku sama sekali tidak kau gubris?”Indira menatap mata itu tanpa takut sedikitpun, dia malah membalas tatapan tajam itu dengan sama tajamnya. Menyungingkan senyum setengah mengejek lalu dengan kasar menepis tangan Arga yang tengah
Arga mengepalkan tangannya kuat-kuat begitu Indira pergi begitu saja meninggalkan dia di kamar. Langkah wanita itu begitu tegap dan Arga seperti sama sekali tidak mengenali Indira. Tapi sejak kapan Arga mengenali istrinya sendiri? Sejauh apa Arga kenal dengan Indira sampai-sampai dia bisa mengatakan bahwa dia sudah tidak lagi mengenali Indira karena perubahan wanita itu yang nampak sangat drastis.Ah ... agaknya Arga lupa! Hanya satu yang sejak dulu Arga kenali dari Indira, yaitu wanita bodoh yang diam saja ketika Arga perlakukan sesukanya. Wanita yang hanya bisa menangis dan menunduk ketika dia membentak Indira karena rentetan pertanyaan yang kurang lebih sama dengan pertanyaan yang dia ajukan untuk Indira tadi.Kenapa rasanya begitu sakit ketika tatapan tajamnya di balas oleh Indira seperti tadi? Ketika teriakan demi teriakan Arga dia balas dengan sama kerasnya, kenapa hati Arga terasa begitu sakit sekali? Apakah ini yang dulu juga Indira rasakan ketika bentakan demi