"Kamu semangat ya, Sayang. Aku balik duluan. Besok aku yang jemput karena Rudi udah balik kampung." Morgan tersenyum, tangannya mengelus pipi Clara dengan begitu lembut. Clara hanya mengangguk pelan, ia berdiri di depan pintu IGD yang untungnya malam ini aman. Morgan mengulurkan tangan, memberi kode Clara agar mencium tangannya seperti biasa. "Makasih, Sayang. Kamu hati-hati di jalan."Morgan tersenyum, ia lantas mendapatkan kecupan di puncak kepala Clara. Segera ia membalikkan badan, melangkah menuju di mana mobilnya berada. Morgan hendak masuk ke dalam mobilnya ketika kemudian ia melihat mobil itu berhenti. Itu kan .... Morgan bersembunyi di salah satu sisi mobil, itu mobil Arga! Untuk apa dia kemari? Ah ... Morgan lupa, ini rumah sakit! Arga dokter dan dia bekerja di sini. Jadi sudah jelas apa alasan yang membuat Arga lantas kemari. "Mau apa dia? Agaknya aku harus pastikan dulu!" Ujar Morgan para dirinya sendiri. Benar saja! Arga nampak keluar dari mobil dan yang lebih mengej
"Ta, bangun! Jadi mau ikut, kan?"Callista mengerjapkan mata, terlebih dia merasakan ada tangan yang membelai lembut pipinya. Ia dengan susah payah berusaha untuk segera membuka matanya. Benar saja! Sosok itu sudah duduk di tepi ranjang, pakaiannya sudah rapi dengan atasan polo dan celana jeans. "Jam berapa?" Tanya Callista lalu bangkit dan duduk. Matanya masih terasa begitu berat. Satu tangan menutup mulutnya yang menguap. "Jam lima. Tapi bukanlah aku sudah bilang kemarin kalau kita akan berangkat pagi sekali?" Senyum Rudi mengembang, membuat mata Callista auto melek seketika. "Kupikir aku masih bisa bangun barang beberapa jam nanti." desis Callista dengan tangan mengucek kedua mata. "Mandilah. Sarapan sudah siap, aku tunggu di depan!" Rudi bangkit, menjatuhkan kecupan di puncak kepala Callista. Sebuah kecupan yang lembut dan sedikit lama. Kecupan yang membuat Callista hampir terlonjak kaget. "Mandinya cepetan, oke?" Rudi mengelus pipi Callista dengan lembut. Melangkah keluar d
Arga begitu bersemangat melangkahkan kaki ke ruangan itu pagi ini. Padahal biasanya dia berangkat mepet dengan jam buka poli, tetapi kali ini ... Ada power yang luar biasa kuat yang membuat Arga dengan begitu semangat datang pagi-pagi sekali. Arga sudah pakai parfum terbaik favoritnya. Setelah scrub dan snelli dia pipih yang paling rapi setrikaannya. Rambut dia sisir rapi dengan pomade aroma kopi. Ah ... Dia jadi balik macam remaja kasmaran begini! Dan semua itu karena Kezia! Arga menghentikan kakinya di depan pintu ruangan itu. Mematut sejenak pantulan dirinya di kaca pintu lalu menekan pintu itu. Bisa dia lihat, gadis yang membuat jiwanya kembali muda tengah duduk sambil menggenggam tangan sang ayah yang terbaring di atas ranjang. "Selamat pagi, Pak, Key. Bagaimana sudah siap?" Sapa Arga ramah seraya melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan. "Selamat pagi Dokter Arga." Jawab Joko dengan senyum ramahnya. "Ya siap nggak siap harus tetap siap, kan, Dok?"Arga mengangguk, senyum itu
"Kalo capek, aku nanti yang setir, Mas."Callista sudah duduk di jok depan. Masker dan kacamata sudah bertengger di wajahnya, antisipasi kalau ada orang yang kenal dengan dirinya tahu keberadaan dia sekarang. Mobil milik Rudi sudah menyusuri jalanan perkotaan, hendak masuk ke tol dan lanjut perjalanan menuju kampung halaman Rudi. "Santai, Sayang. Tidurku semalam nyenyak kok."Sebuah jawaban singkat yang hampir membuat Callista melonjak terkejut. Dia tidak salah dengar, kan? Rudi memanggilnya sayang? Callista menoleh menatap Rudi dengan mulut sedikit terbuka."Apa?" Tanya Rudi yang sadar diperhatikan sampai sebegitunya oleh Callista. "Kau baik-baik saja, kan, Mas?" Tanya Callista tanpa tedeng aling-aling. Mata Rudi membelalak. Ia kembali fokus pada jalanan di depan sambil menghirup udara banyak-banyak. Sementara Callista? Masih melongo menatap Rudi dan menantikan jawaban dari pertanyaannya barusan. "Wanita itu memang sulit dimengerti, ya?" Desisnya sambil tersenyum masam. "Katanya
"Dokter punya istri, benar?"Pertanyaan itu begitu lirih. Terlontar nada yang menyiratkan sebuah kekecewaan. Sejenak Arga tertegun. Jantungnya seperti mau lepas. Dari mana Kezia tahu? Tapi bukankah Arga memang akan memberi tahu kondisinya yang sebenarnya? Menceritakan bahwa dia sudah pernah menikah. Itupun kalau Kezia memberi kode bahwa dia bisa didekati lebih jauh lagi. Tunggu! Kalau Kezia mempermasalahkan hal ini, nampak sangat tersakiti akan kenyataan yang Arga belum ceritakan perihal rumah tangga awut-awutannya bersama Indira, apakah artinya ini ... "Ya!" Jawab Arga tegas, ia berusaha mengendalikan diri dan menata hati. Benarkah yang ada dalam pikirannya ini? Nampak wajah Kezia terkejut luar biasa. Air matanya menitik, sorot nya terlihat begitu tersakiti. Ah remaja labil! Tapi bukankah ini yang Arga harapkan? Gadis ini punya perasaan lain terhadapnya? Jemari lentik itu menyeka air mata, memaksakan diri tersenyum. "Harusnya kan kemarin Dok--.""Saya menang sudah punya istri, K
"Serius mau ikut ke rumah? Nggak aku pesenin kamar aja?" Rudi menoleh, menyakinkan sekali lagi Callista perihal keinginannya ikut ke rumah Rudi. Callista mencebik, kacamata hitam besar itu masih bertengger di telinga, menutupi sebagian wajah. Nampak wajah itu kesal mendengar pertanyaan yang Rudi lontarkan."Malu ajak aku ke rumah?" Tanya Callista dengan bibir mengerucut. Rudi menghela napas panjang, kenapa malah jadi sampai sana pikiran Callista? Tangan Rudi terulur, meriah tangan Callista dan menggenggam erat tangan Callista. Sebuah tindakan yang membuat Callista tersentak kaget dan melirik Rudi yang masih begitu tenang di belakang kemudi. "Ibu agak cerewet loh. Siapa jawab pertanyaan demi pertanyaan yang nanti ibu lontarkan ke kamu?" Tentu itu yang perlu Rudi ingatkan, terlebih dia tinggal di desa. Pasti bukan hanya ibu dan dua adiknya saja yang penawaran dengan Callista, tetangga kanan-kiri juga! Terlebih usia Rudi dibilang cukup matang. Teman-teman sekolah Rudi dulu sudah meni
"I-ini?"Rudi tersenyum, ia meraih tangah Callista, menggenggam erat tangan itu dan membawanya mendekat ke arah Halimah. Wanita paruh baya itu nampak tertegun di tempat dia berdiri, membuat senyum Rudi makin menjadi. "Ibu minta calon mantu, kan?" Tanya Rudi ketika ia dan Callista sudah berdiri tepat di hadapan Halimah. Wajah itu masih nampak tertegun, kepalanya mengangguk perlahan. Membuat tawa Rudi pecah. Ia terkekeh lalu melepaskan genggaman tangan dan menepuk dua bahu Callista dengan tangan. "Ini Rudi bawakan apa yang Ibu minta. Kenalkan, Bu, ini Callista!" Rudi mendorong Callista sedikit lebih kedepan. Membuat Callista tersenyum, lantas mengulurkan tangannya guna menyalami Halimah. "Saya Callista, Bu. Senang bisa bertemu dan berkenalan dengan Ibu."Suara lembut itu lantas membuyarkan Halimah dari rasa terkejutnya. Ia tersenyum, menepuk bahu Callista dengan begitu lembut. Matanya nampak tidak lepas memperhatikan wajah Callista dengan saksama. "Cantik banget, kamu pakai pelet
"Ta, kamu kenapa?"Tentu Rudi lihat betul perubahan wajah itu. Orang bodoh pun bisa tahu perubahan wajah itu terjadi karena ada sesuatu. Dia bisa lihat sorot ketakutan dari mata Callista. Sebuah sorot yang selalu dia tampilkan selama beberapa saat tinggal bersama Rudi. "Bagaimana kalo ....""Mbak!"Suara itu memotong kalimat Callista, nampak Ajeng turun dari tangga, menyunggingkan senyum manis pada Callista yang tengah duduk bersisian dengan Rudi. Callista menoleh, menatap Ajeng sambil berusaha tersenyum membalas senyum manis gadis dengan lesung pipit itu. "Ya? Kenapa, Jeng?""Kamar Mbak sudah siap. Mbak istirahat dulu gih!" Ajaknya yang kini sudah berdiri di dekat sofa. Callista menoleh, menatap Rudi yang lantas mengangguk pelan. Hal yang kemudian membuat Callista bangkit dan mengekor langkah Ajeng menapaki anak tangga. Baru beberapa langkah Callista naik, ia nampak menoleh menatap Rudi yang masih diam di tempatnya duduk. Rudi yang sejak tadi tidak lepas pandangan pun tersenyum, m