"Saat smester 6 mas, itu pertama kali, dan aku sampai ML sama dia, habis aku belum ngerti sih." Jawab Petty
"Terus cowoknya kemana sekarang? Emang kamu di tinggal gitu aja setelah ML sama kamu?"
Petty menjawab pertanyaan Marchel dengan tangisan, dia tidak bisa membendung airmatanya, karena pertanyaan Marchel itu mengingatkan dia pada peristiwa yang sangat menyakitkan.
"Udah mas ah!! mas bikin aku sakit hati lagi, padahal aku sudah lupakan peristiwa itu." Ucap Petty
"Ok Pet, kita sudah sampai, airmatanya dihapus dulu deh, make up-nya juga di rapikan ya." Ujar Marchel.
Marchel memperlihatkan pada Petty, bagaimana menghargai sekuriti, dan berhadapan dengan resepsionis. Sikap Marchel itu untuk mengajarkan Petty agar bisa memanusiakan manuisia, tidak mentang-menatang.
Bahkan Marchel mengajarkan langsung pada Petty, bagaimana memposisikan diri di hadapan klien, di saat kita butuh pekerjaan darinya. Melihat semua yang di lakukan Marchel, Petty mera
"Persoalan ini kalau di bahas terus Pi, akan jadi meruncing nantinya, membuat Marchel tidak nyaman di rumah ini." Ucap Marchel"Papi percaya semua ini bagian dari Takdir Tuhan Cel. Tapi, pertanyaan Papi itu bukanlah manifestasi ketidakpercayaan, itu sebetulnya pertanyaan yang biasa, Papi mengajak kamu bicara ini karena menganggap kamu sudah dewasa.""Dari awal Marchel sudah bilang, kalau Marchel ceritakan gak cukup waktunya Pi, karena Marchel baru pulang kerja, belum sempat ngapa-ngapain, Papi ajak Marchel ngobrol cuma untuk menanyakan hal itu.""Ya udah.. kamu istirahat deh, Papi juga mau ke kamar." Ujar Papi Marchel menutup pembicaraan.Marchel kembali ke kamar, ternyata Asha dari tadi berusaha untuk menguping pembicaraan Marchel dan Papinya dari jendela kamar,"Ada apa mas? Kok kedengarannya Papi dan Kamu tegang gitu pembicaraannya?" Tanya Asha"Gak ada apa-apa sha, biasa aja.. aku kalau bicara sama Papi suka gitu, kami suka berdebat berdua
Dalam remang temaram lampu kamar, ditengah gulita malam, Asha membunuh api cemburu dengan cumbuan demi cumbuan. Marchel yang menahan gairah yang tak tertahankan saat terogada oleh Petty, di lampiaskannya pada Asha yang memang halal dia gauli.Keduanya terkulai setelah puncak pelepasan, mereka sudah menikmati apa yang memang halal mereka nikmati."Mas.. terima kasih ya aku lepas dan puas banget malam ini, aku kalau kesal gitu," Ucap Asha penuh kepuasan."Kalau gitu, lain kali aku harus bikin kamu kesal dulu deh, biar kamu bisa seperti malam ini ya." canda Marchel"Kalau aku kesal benaran, terus gak mood gimana? Mas mau aku kayak gitu?"Marchel tidak menjawab pertanyaan Asha, dia kembali mencumbu Asha, namun Asha tidak meresponnya. Marchel sepertnya tidak memahami apa yang di katakan Asha, bahwa dia sudah lepas dan puas.Asha memang biasanya tidak cukup satu kali, dia selalu ingin mengulangnya, tapi kali ini semua gairah dan hasrat
Brama bayi kecil itu tidak pernah tahu kalau kehadirannya di dunia ini terus menjadi pembicaraan. Mungkin nasib Brama tidak segetir nasib ibunya saat seusia dia yang di tinggal kedua orang tuanya karena berpisah.Brama masih beruntung, karena diasuh oleh ibu kandung nya dan di sayang bapak sambungnya. Tidak adanya ikatan batin dengan sosok orang yang dianggap sebagai eyangnya, membuat dia tidak dianggap sebagai cucu.Marchel sudah berangkat kerja. Philip Papi Marchel pergi main Golf bersama Bram, ayah kandung Brama. Di rumah, Asha kembali berhadapan dengan ibu mertuanya yang terus mencecar Asha menanyakan Brama anak siapa sebenarnya.Brama sedang di gendong Narti untuk di kasih makan, saat Asha diajak Mami Marchel berbicara,"Asha ... kamu jangan tersinggung dengan pertanyaan Mami ya," ucap Mami Marchel"Soal apa ini Mi kira-kira?" Tanya Asha"Kemarin Papi dan Mami ngobrol soal Brama, kok Papi dan Mami itu gak merasa ada ikatan bat
"Pak Bram pernah bertemu Brama?" Tanya Philip"Pernah pak, saat saya mengunjungi apartemen Marchel saya gendong dia, karena anaknya lucu, ganteng seperti Marchel." Jawab Bram."Saya malah belum pernah gendong Brama pak, padahal tiap hari ketemu, aneh ya pak?""Sekali-kali gendong aja pak buat menghibur Marchel, anggap aja cucunya.""Susah pak ini soal rasa, soal hubungan batin itu tidak bisa dipaksakan.""Ya setidaknya atas nama belas kasihan dan rasa kemanusiaan pak, pak Karno aja dulu setiap ketemu anak-anak selalu beliau gendong kok, padahal anak rakyat jelata." Ujar BramMendengar ucapan Bram itu, Philip baru tergugah, dia merasa selama ini terlalu membeda-bedakan kasih sayang, hanya atas dasar hubungan darah dan ikatan batin. Sehingga lupa pada nilai-nilai hakiki dalam hubungan kemanusiaan.Memang beda cara pandang Philip dengan Bram, dalam melihat dan menilai hubungan kemanusiaan. Philip lebih men
Di kantor, Marchel menceritakan kabar dari Asha kepada Bram di ruang kerja Bram,"Semoga itu jadi kabar baik buat Asha ya Cel." Ucap Bram"Ya pak, ternyata Allah mendengar doa-doa Asha selama ini." Jawab Marchel"Kasihan sama Asha, sejak bayi tidak mengenal orang tuanya, syukur-syukur kalau hidup orang tuanya lebih baik ya.""Itu yang ingin di ketahui Asha dari Bibinya, karena Bibinya belum cerita banyak dengan Asha soal rencana kedatangan Mamanya pak." Jelas Marchel"Ya kamu ajak Asha ketemu dan ngobrol sama Bibinya..""Asha ngajak saya hari ini pak, cuma saya gak bisa, lagi sibuk banget hari ini pak.""Besok aja, kamu beresin semua kerjaan hari ini, supaya besok kamu longgar, dan bisa temani Asha."Bram sangat senang mendengar Asha akan ketemu dengan Mamanya, karena Bram sangat tahu seperti apa penderitaan Asha selama ini, itulah yang membuat Bram sampai dekat dengan Asha, karena dia kasihan sama Asha.
Sekarang semua merasa bersedih melihat kondisi Brama yang sedang sakit, terutama Bram, meskipun dia tidak berada di rumah sakit. Jelas Bram lebih kuatir, karena Brama adalah darah dagingnya dengan Asha.Brama menjadi pusat perhatian, semua menyayangi Brama, bahkan sangat takut kehilangan Brama.Begitulah rencana Tuhan, anak yang tidak berdosa itu hanya menerima akibat dari dosa orang tuanya. Dia sama sekali tidak pernah menginginkan lahir ke muka bumi ini.Bahkan dia tidak pernah tahu akan lahir dari rahim siapa, dan siapa yang membuahinya. Sudah sepantasnya dia tidak menerima akibat itu semua, dan sudah sepantasnya siapa pun menyayanginya, karena dia hanyalah bayi yang tidak mengerti apa-apa.Di sela-sela kesibukan membesuk Brama, Papi Marchel sempat ngobrol sama Asha,"Kapan Mama kamu mau pulang ke Indonesia Sha? Dalam rangka apa? Mau ketemu kamu?" Tanya Papi Marchel"Ya Pi, cuma belum tahu kapan, katanya sih mau memperluas
"Ya pak, ujar Marchel sambil keluar dari kamar, aayup-sayup terdengar suara Bram, "Gimana Cel keadaan Brama?" Tanya Bram"Sudah mendingan pak, suhu badannya juga normal." Jawab Marchel"Syukurlah kalau gitu, Asha juga harus cukup istirahatnya," lanjut Bram"Ya pak, tadi dia baru bangun pak."Ya udah cel.." Tutup BramBaru saja Marchel mau ke kamar, Papinya menyapa, "Pak Bram perhatian sekali ya sama Brama Cel," sapa Papi Marchel"Perhatiannya sama Marchel Pi, karena dia kasihan, dia butuh Marchel di kantor." Jawab Marchel, sambil membalikkan badannya ke arah Papinya.
Setelah tahu status sosial orang tua Asha, barulah Papi dan Mami Marchel menghargai Asha. Sambil makan siang, mereka menanyakan tentang Mama Asha,"Mama kamu pegang jaringan hotel apa Asha?" Tanya Papi Marchel"Oh ya? Pegang jaringan hotel? Hebat ya Mama kamu Sha?" Tanya Mami MarchelAsha yang sedang mau menyendok nasi kepiringnya mengurungkan niatnya, "Asha belum tahu Pi, karena belum dengar penjelasan Bibi." Jawab Asha."Iya Mi, katanya sih gitu, Asha sih biasa aja mi." Lanjut asha kembali menyendokkan nasi ke piringnya."Kalau belum ketemu Bibinya, belum jelas Pi kebenaran semuanya." Timpal Marchel