Gilang pulang ke apartemennya lebih dulu sebelum kembali lagi ke kantor. Pemuda tampan yang mempunyai lesung pipi itu membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaian kerja yang telah lusuh.
Setelah selesai pemuda tampan itu segera pergi ke kantor. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang hari, CEO muda yang mempunyai sejuta pesona itu baru tiba di kantornya.
Sisil bangun dari duduknya, lalu melangkah menuju pintu saat kenop pintu ruangan itu berputar pertanda ada seseorang yang hendak masuk ke dalam ruangan sang CEO.
"Dari mana, Bos?" tanya Sisil sembari memutari tubuh bosnya saat laki-laki itu masuk ke dalam ruangannya. "Kayaknya kamu segar banget, bajunya juga ganti, abis nganu lo ya!" Sisil menarik-narik ujung jas CEO muda di perusahaan tempatnya bekerja.
"Gue emang selalu segar, selalu tampan sepanjang hari," jawab Gilang dengan jumawa. "Gue ganti baju karena mau meeting dengan klien baru, supaya gue tidak kalah pesona sama asisten baru," lanjutnya men
Gilang mengumpat pada dirinya sendiri di dalam hati. Kenapa bisa ia kecolongan seperti ini? Biasanya Gilang tidak akan mengizinkan wanita mana pun untuk membuat tanda merah di mana pun, tapi pertempurannya dengan sang pramusaji yang begitu menggairahkan benar-benar melenyapkan kewarasannya.Bahkan laki-laki itu menjilati cairan daging mentah sang pramusaji. Dari sekian banyak wanita yang telah ia tiduri baru kali ini Gilang mengesampingkan rasa jijiknya."Gue nggak tahu kalau sahabat gue mengajak makan di tempat special itu," ujar Gilang dengan memelas, akhirnya ia jujur kepada sekretarisnya. "Jangan bila-"Ucapan Gilang terhenti saat ada yang mengetuk pintu ruangannya. Haris segera masuk setelah ada sahutan dari dalam. Laki-laki tampan yang terlihat sangat menawan itu mendekati sang bos yang berdiri di depan meja kerja sekretarisnya."Ada apa, Bos?" tanya Haris kepada Gilang."Siapkan berkas-berkas penting untuk meeting bersama investor baru dari
Seharian sudah mereka berkutat dengan kerjaan di kantor. Kini waktunya mereka pulang karena jam kerja sudah berakhir.Haris dan Gilang sudah berada di dalam mobil untuk melakukan perjalanan pulang ke rumah sang mami.Ketika di perjalanan Gilang kembali melihat gadis yang dijodohkan dengannya. Nayara Fateen Agis, itulah nama gadis yang sejak tadi pagi memenuhi pikiran CEO mesum itu karena penasaran dengan apa yang dilakukan gadis tomboy itu di tempat sepi dan kumuh."Stop! Kamu melipir sebentar!" titah Gilang pada asistennya tanpa melepas pandangan kepada gadis tomboy yang dijodohkan dengannya.Haris menghentikan mobilnya dan memarkirkannya di tempat yang tidak mengganggu arus lalu lintas. Sedikit jauh dari jalan yang dilalui gadis tomboy itu."Kamu tunggu di sini!" perintah Gilang sebelum keluar dari mobil."Baik, Bos," sahut Haris dengan cepat.Gilang berjalan sedikit berlari menyusul gadis yang dijodohkan dengannya yang berjalan men
Haris segera berlari saat melihat atasannya berdiri di bantu oleh seorang wanita."Bos! Anda kenapa?" Haris terkejut saat melihat atasannya babak belur.Pemuda tampan itu langsung mengambil alih atasannya. "Biar saya saja, Nona." Haris merangkulkan tangan bosnya di pundak, lalu memapahnya untuk berjalan menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat itu."Nay, gue beneran minta maaf. Kita nggak tahu kalau dia calon suami lo," ucap laki-laki bertato itu dengan tulus."Iya, gue ngerti," sahut Naya, "Kalian tenang aja, nanti gue yang minta maaf atas nama kalian. Gue pergi dulu ya." Naya pun pergi menyusul calon suaminya yang dipapah oleh sang asisten.Naya berjalan lebih dulu untuk membukakan pintu mobil. "Mas Gilang, mobilmu yang ini?" tanya Naya pada calon suaminya. Namu, lelaki tampan itu enggan untuk menjawab pertanyaan kekasihnya."Iya, Nona," jawab Haris.Laki-laki tampan itu menjawab pertanyaan gadis manis calon istri atasannya karena
Haris melirik gadis muda yang sedang berbicara dengan atasannya itu, ia tersenyum manis melihat Naya dari kaca spion dalam. 'Gadis itu begitu cantik dan manis. Cara berpikirnya lebih dewasa dari usianya. Ia juga menanggapi ucapan Bos dengan sangat tenang walaupun beliau sedang marah,' ucap Haris dalam hatinya. Asisten CEO itu terpesona pada gadis cantik yang dijodohkan dengan atasannya. Gadis tomboy yang berpenampilan sederhana itu mampu membuat hati seorang laki-laki yang belum pernah mengenal cinta itu bergetar. 'Anda sangat beruntung, Bos, dijodohkan dengan orang yang sangat baik, cantik luar dalam,' batin Haris. Pemuda tampan itu benar-benar terpesona dengan calon istri atasannya. Sesekali Haris melirik Naya yang sedang berbicara dengan calon suaminya dari kaca spion dalam. "Bos, kita ke rumah sakit dulu saja ya," usul Haris yang ditolak mentah-mentah oleh atasannya itu. "Tidak usah! Kita pulang saja," titah Gilang kepada asistenny
"Mas Gilang, bangun! Kita udah sampai di rumah." Naya menepuk pipi laki-laki tampan itu dengan pelan.Gilang membuka matanya, menguceknya dengan pelan, lalu perlahan bangun dibantu oleh Naya. Sang asisten sudah membuka pintu mobil dan membantu atasannya untuk keluar.Asisten tampan itu memapah sang bos masuk ke dalam rumah. Naya berjalan lebih dulu untuk membuka pintu.Naya mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam rumah mewah itu. "Ya ampun nih rumah gede banget," gumam Naya dengan sangat pelan.Wanita paruh baya yang sedang duduk si ruang tamu bangun dari duduknya saat tahu calon menantunya datang. Ia berjalan menghampiri Naya. "Sayang, tumben kamu ke sini. Kamu apa kabar, Nak?" Mami Tyas memeluk calon menantunya. Mengabaikan anaknya yang sedang kesakitan."Mi, anakmu lagi terluka, kenapa malah Naya yang ditanya?" protes laki-laki yang memegangi perutnya karena masih terasa sakit akibat tendangan dari teman kekasihnya."Haris bawa dia
"Maksud kamu apa, Nay?" Mami Tyas menoleh kepada menantunya."Begini, Mi ...." Naya menceritakan awal mula kenapa Gilang sampai babak belur.Bukannya marah, tapi sang mami malah tertawa di atas penderitaan anaknya. "Kamu nggak usah minta maaf lagi, Sayang. Itu bukan salah kamu. Siapa suruh dia kasar sama kamu." Mami Tyas memeluk calon menantunya.Gadis tomboy itu melepas pelukan dari sang calon mertua."Kalau Mas Gilang laporin temen aku ke polisi gimana, Mi?" Naya khawatir kalau kekasihnya akan menuntut kedua temennya yang memukuli Gilang."Itu urusan, Mami," sahut Mami Tyas. "Nanti kenalin Mami sama temen kamu yang mukulin Gilang ya. Mami mau ngucapin terima kasih."Ucapan Mami Tyas membuat Naya dan Haris kebingungan. Tapi, keduanya tidak berani bertanya lebih jauh lagi, yang pasti mereka merasa ada perselisihan antara Ibu dan anak itu.'Kenapa Nyonya besar terlihat begitu membenci anaknya. Bahkan dia tidak merasa khawatir sama sekali
'Kenapa Mami bicara kayak gitu di depan Naya? Bagaimana kalau anak itu banyak tanya,' Gilang bertanya-tanya dalam hatinya sembari menatap sang mami yang terlihat sangat membencinya. Dengan terpaksa Gilang turun dari tempat tidur, ia berjalan sambil memegangi perutnya masuk ke ruang ganti. "Biar Naya bantu, Mas." Naya hendak membantu memapah Gilang, tapi sang mami melarangnya. "Nggak usah dibantu, Nay. Dia tuh nggak bisa dipercaya, siapa tahu dia cuma pura-pura sakit aja," cibir sang mami sembari melipat tangannya di bawah dada, menatap sang anak yang sedang berjalan tertatih-tatih. Hatinya terasa sakit mendengar sang mami berbicara seperti itu padanya. 'Mami benar-benar marah sama gue,' batin Gilang sembari menahan rasa sakit di perutnya. Ditambah bibirnya yang masih terasa sangat perih. "Mi, jangan begitu sama Mas Gilang. Tadi mungkin dia nggak sengaja narik-narik tangan Naya karena aku ada di lingkungan kumuh, banyak preman yang berkum
"Penampilan seseorang nggak mencerminkan kelakuannya. Kamu berpenampilan rapi dan terlihat sangat baik, tapi kelakuanmu seperti binatang," kata sang mami dengan penuh emosi.Naya yang melihat calon mertuanya emosi segera menenangkannya. Wanita paruh baya itu begitu murka dengan kelakuan anaknya."Mami yang tenang, jangan emosi kayak gini!" Naya mengusap-usap lengan Mami Tyas untuk menenangkan wanita paruh baya itu, "Kita keluar aja ya, Mi." Naya mengajak Mami Tyas keluar dari kamar Gilang.Gadis cantik itu merasa ada sesuatu yang terjadi antara Gilang dan maminya. Tapi, tidak berani bertanya karena ia cukup tahu diri keberadaannya di rumah itu. Naya hanya calon istri dari anaknya yang belum tentu berjodoh.Ketika di bawah tangga mereka berpapasan dengan Papi Rizky yang baru pulang dari luar kota."Nay, kamu kapan datang?" tanya Papi Rizky kepada calon menantunya."Tadi sore, Pi," jawab Naya sembari tersenyum manis."Muka Mami kenapa m