Share

8. Barbar Posesif

Author: Kristalbee
last update Last Updated: 2024-11-08 15:20:25

Bara berada di ruang olahraga miliknya yang terletak di lantai dua. Dia terus meninju samsak di depannya secara brutal. Bara tidak habis pikir, Sheila begitu keras kepala. Alih-alih meminta maaf, Sheila terus menyanggah ucapannya.  

"Argh!" teriaknya. 

"Sheila ... Apa sesulit itu kau membalas perasaanku?" erang Bara frustasi. Jujur saja dia belum pernah jatuh hati sedalam ini.

Bara berhenti dengan napas yang terengah-engah. Pelampiasannya cukup berpengaruh, emosinya perlahan mereda. Matanya terpejam lama merasakan butiran keringat menetes ke lehernya.

Perasaannya mulai tenang. Bara akui dirinya egois karena terlalu menuntut Sheila. Harusnya dia sadar perasaan tidak bisa dipaksa secepat yang dia inginkan. 

"Aku harus sabar, ini hanya masalah waktu," gumamnya. 

Bara berdiri dan berjalan cepat menemui Sheila yang berada di kamar utama lantai tiga. 

Bara memegang kenop pintu sembari mengayunkannya pelan.

"Shei," panggil Bara lembut.

Pandangan Bara menyapu ke seluruh penjuru, tapi Sheila tidak ada. Bara menapakkan kakinya masuk, samar-samar terdengar suara gemericik air.

"Buka pintunya." Bara mengetuk pintu kamar mandi yang terkunci. 

Tidak ada sahutan. 

"Sheila!" bentak Bara terus menggedor pintu kuat.

"Buka, Shei!" gertak Bara panik kepalanya dipenuhi pikiran buruk jika Sheila pingsan. 

Bara mengambil ancang-ancang lalu menendang pintu itu hingga engselnya terlepas. Sheila berdiri di bawah guyuran air shower. Kaos putih yang dipakai Sheila tembus pandang.

Sial! Bara menelan ludahnya susah payah, ada yang menonjol di balik kaos itu ditambah Sheila tidak memakai bra. Miliknya yang di bawah menegang melihat tubuh Sheila yang masih terbalut kain.

Dengan langkah tegas Bara mematikan shower yang mengguyur Sheila, dilihatnya wajah pucat Sheila serta mata sayu dan sembab perempuan itu. Miris. 

Bara mengelus pipi Sheila, sorot matanya melembut dan teduh.

"Kau sedang sakit, apa kau lupa? Jangan menghukum dirimu seperti ini," ucapnya.

"Kumohon ... pergilah. Tinggalkan aku sendiri," pinta Sheila parau.

"Tidak!"

Bara melepas paksa baju basah Sheila membuat sepasang gundukan kenyal itu menggantung indah saat ini. Sheila melotot kaget.

Bara tak berkedip mengagumi lekuk tubuh Sheila yang menjadi candu baginya, dia benar-benar dikuasai nafsu. Belum sempat Sheila menutupi dadanya dengan tangan. Bara telah merendahkan tubuhnya.

"Akh!" jerit Sheila ketika Bara melahap bagian atas dari dadanya, lidah Bara menjilatnya lalu memutarinya membuat Sheila menjambak rambut Bara. Sengatan kenikmatan menggerogoti tubuhnya membangkitkan gelora panas dalam dirinya. Bara terus menghisapnya rakus. Sheila lemah dalam permainan lidah dan tangan Bara. Dia jatuh dalam kenikmatan surga dunia.

"Bara ...." Satu desahan keluar dari bibir Sheila. Bara semakin bersemangat, dia mengangkat tubuh Sheila membuat Sheila mengaitkan kakinya di pinggang Bara. Sisi lain dalam tubuh Sheila menginginkan lebih. 

Bibir seksi Bara terus mencium dadanya, lidah Bara dengan lihai bergerak naik menyarangkan kecupan di leher Sheila. Mencium sudut bibir Sheila kemudian menuju ke rahang dan menggigit kecil telinga Sheila. 

Sheila berusaha berfikir jernih, kenikmatan ini tidak boleh menelan kesadarannya. Dia mendorong kepala Bara agar tidak menciumi dirinya.

"Bara! Cukup!" Teriakan Sheila membuat Bara mengakhiri sentuhan dan kecupannya. Bara mendongak masih dengan mata yang berkabut gairah. Dia melayangkan tatapan bingung ke arah Sheila.

"Apa tujuanmu menikahiku? Apa karena tubuhku? Demi memuaskan nafsumu?!" Rasa marah dan sesak bersatu di hati Sheila. Air matanya luruh tetapi, tersamarkan oleh air yang masih membasahi wajahnya.

"Memiliki nafsu itu manusiawi, Shei. Tidak usah naif, jika kau juga merasakan kenikmatan luar biasa," kata Bara mengusap bibir Sheila yang bergetar menahan isakannya.

Sheila merunduk lemah membuat Bara menyesali ucapannya.

"Bukan itu maksudku. Maaf, aku kehilangan kontrol diri."

Bara memeluk Sheila lalu melilitkan handuk ke tubuh Sheila. Tangannya naik menghapus jejak air mata istrinya. Bara mencium kelopak mata Sheila bergantian.

"Sekali lagi maaf, aku banyak membuatmu tertekan."

"Harusnya aku mengerti, kau juga butuh waktu untuk menerima ini," jelas Bara pengertian. Hati Sheila tenang. Sikap Bara yang seperti ini benar-benar membuatnya merasa dihargai. Sheila tidak ingin dianggap sebagai perempuan pemuas nafsu.

**

Sheila mengusap rambut hitam legam Bara. Lengan kekar Bara masih setia memeluknya, seolah Sheila akan hilang jika Bara melepasnya. Sheila mengulum senyum, sambil menyentuh otot-otot di tangan Bara. Diam-diam dia mengagumi Bara yang pandai merawat tubuhnya.

Pria ini begitu gagah dan menawan. Paras Bara terlihat damai ketika tidur, mata yang biasa menatapnya dengan sorot tajam itu tertutup rapat.

"Shei," panggil Bara serak merasakan sentuhan di rambutnya.

"Kau terbangun?" Perlahan mata Bara terbuka sempurna.

"Butuh sesuatu? Kau ingin apa?" tanya Bara lembut membuat Sheila hanyut dalam sikap hangat Bara. 

"Aku ingin melihat bintang," kata Sheila menatap langit-langit kamar.

Sheila beranjak dari kasur menuju balkon membuat

Bara segera mengikuti Sheila dari belakang. Kedua tangannya melingkar memeluk pinggang Sheila. Dia membenamkan wajahnya di ceruk leher Sheila. Jujur, Bara sangat mengantuk, matanya terasa berat.

"Kamu harus menatap langit, cuacanya cerah dan bintangnya terlihat jelas," ucap Sheila dengan binar cerah di matanya.

Bara melihat ke angkasa sebentar, ia lebih memilih mengamati wajah Sheila yang tengah tersenyum dari samping. Bagi Bara, Sheila adalah pemandangan yang tiada tandingannya.  

"Bara lihat! Ada bintang jatuh," tunjuk Sheila ke langit. Kilatan cahaya meluncur panjang dalam kegelapan.

"Buat permintaan, Bara!" pinta Sheila antusias.

"Itu hanya mitos," sahut Bara berat dan rendah.

"Ayolah!" Sheila menggoyangkan lengan Bara membuat Bara mendengus tetapi, menurutinya.

"Aku ingin menjadi lelaki yang paling dicintai Sheila selain ayahnya," ucap Bara yakin sembari memejam.

Sheila menoleh. "Aku harap begitu."

Bara terkejut, Sheila mengiyakan? Bara dengan cepat membalikan tubuh Sheila. 

"Kau mulai menyukaiku?"

Sheila panik dan gugup, dia merutuk ucapannya. Padahal Sheila hanya akan membatin tapi ternyata pikiran dan mulutnya tidak sejalan. 

"Shei, boleh?" telunjuk Bara menyentuh bibir merah muda Sheila. Kantuk yang menderanya mendadak lenyap.

"Tidak. Nanti bibirku bengkak," tolak Sheila.

Bara tersenyum tipis, "Janji pelan-pelan," kata Bara menatap lembut Sheila.

Sheila sudah menutup mata menunggu Bara menempelkan bibirnya. Namun, Bara justru mendekapnya erat. Bara juga menumpukan dagu di atas kepala Sheila. 

"Tetap di pelukanku, Shei," ucap Bara tulus mencium puncak kepala Sheila.

**

Sheila menggeliat meregangkan tangannya. Dia menoleh pada jam dinding. Tatapannya beralih pada Bara, pinggangnya berat karena semalaman Bara terus merengkuhnya erat. Tidak memberi jarak di antara tubuh mereka.

"Bara, bangun," bisik Sheila.

Bara tidak menyahut, sebenarnya Bara sudah bangun dari tadi. Hanya saja, dia ingin Sheila membangunkannya.

Sheila menoel hidung Bara berkali-kali. "Kamu harus bangun dan bersiap."

"Lima menit lagi, Shei," tawar Bara menaikan selimutnya beralih posisi memunggungi Sheila.

Sheila menghembuskan napas kasar. "Nanti kamu telat ke kantor," protes Sheila menarik selimut Bara.

"Cium dulu." Bara memajukan bibirnya.

Sheila menggeleng lucu membuat Bara merengut dan alisnya hampir menyatu.

"Cium dulu, baru aku bangun," kata Bara memejam lagi.

Sheila mengalah, dia mendekat lalu mendaratkan kecupan singkat. Namun, yang Sheila dapat justru tatapan sinis dari Bara.

"Apa?" tanya Sheila menahan tawa.

"Bukan di situ! Di sini!" Bara menunjuk bibirnya. "Jika tidak mau, aku akan mengajakmu bermain kuda-kuda'an," kekeh Bara.

Sheila bersemu, dia refleks mengangkat guling──memukul kepala Bara. 

“Argh! Ampun Shei!”

Sheila menghentikan aksinya dia menatap Bara ragu. "Bara, aku ingin ke rumah Kayla. Apa aku boleh ke sana?" tanya Sheila. Raut wajah Bara berubah dingin membuat Sheila berdebar.

"Setelah kejadian dua hari lalu kau pikir aku akan me──"

Bara terkejut ketika Sheila menangkup rahang tegasnya seraya mengecup bibirnya kilat. 

"Sudah berani sekarang, hm?" tanya Bara menaikan sebelah alisnya menggoda Sheila. Dia tidak jadi marah karena perlakuan Sheila. Meskipun hanya singka tapi Bara menyukainya. Itu berarti Sheila mau membuka hati untuknya.

"Aku bosan," adu Sheila merasa jenuh terus menerus berada di rumah.

"Kau baru saja sembuh."

"Kalau begitu, aku akan ikut ke kantormu," pinta Sheila.

"Mau bertemu Bryan? Iya?" tuding Bara galak.

Sheila menegang, raut wajahnya panik seketika. "Tidak! Aku ingin merasakan suasana yang berbeda," jelas Sheila.

"Bohong," Bara menoel hidung Sheila.

"Aku tidak mengizinkanmu keluar, Shei dengan alasan apapun itu. Aku tidak mau kehilanganmu lagi!" tegas Bara.

"Barbar posesif!" teriak Sheila.

"Iya! Kamu benar 100 persen!" balas Bara menyingkap selimut lalu turun dari ranjang

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta CEO Posesif   58. Harap-Harap Cemas

    Lampu tidur berwarna kuning temaram menyorot wajah Sheila yang pucat.Perlahan, matanya terbuka. Napasnya berat, perutnya masih terasa mual, tapi yang membuat dadanya sesak bukan lagi rasa sakit itu.Tempat di sampingnya ternyata kosong.Selimut yang biasanya hangat masih terlipat rapi, tak ada jejak Bara di sana.Dia berbisik pada dirinya sendiri, suaranya serak. “Mas Bara?”Sheila duduk pelan, menahan diri agar tidak pusing. Tapi hatinya justru makin berdebar. Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 01.11 dini hari.Bara selalu pulang sebelum tengah malam, bahkan ketika sedang sibuk sekalipun.Dengan langkah goyah, Sheila berdiri lalu membuka pintu kamar, berjalan menyusuri koridor yang panjang dan senyap. Hanya terdengar suara jam antik berdetak pelan di ruang tamu.Sheila menghampiri salah satu penjaga yang berjaga di depan pintu kaca.“Pak, Mas Bara di mana?” suaranya bergetar, hampir tak terdengar.Penjaga itu menatapnya bingung. “Tadi pas tengah malam saya lihat beliau keluar, B

  • Jerat Cinta CEO Posesif   57. Janji dan Luka

    Kayla duduk di kafe tempat biasa mereka bertemu. Matanya menerawang jauh, sendok di tangannya sudah dingin sejak tadi, sementara Bryan di hadapannya memperhatikannya dengan cemas.“Kamu masih kepikiran Sheila, ya?” tanya Bryan akhirnya.Kayla menghela napas panjang. “Aku cuma… merasa bersalah. Dia sampai dirawat di rumah sakit setelah makan kue yang aku bawa. Padahal aku cuma pengin nyenengin dia.”Bryan menatapnya lama. “Sheila bukan tipe orang yang gampang salah paham. Tapi Bara…” dia berhenti sejenak, rahangnya mengeras, “Bara itu terlalu protektif. Kadang buta karena rasa sayang.”Kayla menatap Bryan pelan. “Kamu… masih peduli sama dia, ya?”Pertanyaan itu membuat Bryan terdiam. Hujan rintik-rintik mulai turun, dan di antara suara rintiknya, suaranya terdengar pelan namun jujur, “Aku cuma… gak pernah benar-benar berhenti khawatir tentang dia. Dulu aku gagal jagain dia, Kay.”Kayla menunduk. Ada perih yang tak bisa dia jelaskan di dadanya. Tapi sebelum dia sempat menanggapi, ponsel

  • Jerat Cinta CEO Posesif   56. Penyusup

    Hujan turun lembut malam itu menimpa jendela kamar dengan suara yang menenangkan. Sheila terbaring di ranjang besar, wajahnya pucat tapi damai. Di sampingnya, Bara duduk tenang, menggenggam tangan istrinya seolah takut kehilangan sentuhan itu lagi.Selimut hangat menutupi tubuh Sheila hingga dadanya. Bara menatapnya lama — setiap tarikan napas Sheila terasa seperti doa yang diam-diam dia panjatkan. Sesekali, jari-jarinya membenarkan helaian rambut yang jatuh di dahi istrinya.“Shei…” bisiknya pelan, “Aku janji, gak akan ada lagi yang bisa nyakitin kamu.”Sheila membuka mata, menatapnya samar di bawah cahaya lampu.“Mas belum tidur?” suaranya lirih.Bara menggeleng, tersenyum tipis. “Gak bisa. Aku mau pastiin kamu nyaman dulu.”Dia membantu Sheila duduk pelan, menyandarkannya ke bantal besar. Lalu mengambil mangkuk kecil berisi bubur hangat yang tadi dia buat sendiri — sederhana, tapi penuh perhatian.“Ayo makan sedikit. Kamu belum makan dari sore.”Sheila menatap mangkuk itu, lalu men

  • Jerat Cinta CEO Posesif   55. Siapa Dalangnya?

    Suasana koridor rumah sakit hening. Beberapa perawat berhenti berjalan, menatap dari kejauhan. Kayla mulai menangis, tapi Bara tetap berdiri tegak, suaranya rendah tapi penuh luka.Kayla menatapnya dengan mata berair. “Bara, dengar aku dulu… aku nggak—aku nggak tahu ada apa dengan kue itu. Tapi aku bikin sendiri dan bisa aku pastiin gak ada bahan berbahaya karena sebelum aku kasih ke Sheila aku udah nyicipin dan aku baik-baik aja," jelas Kayla jujur. Bara diam, dadanya naik turun cepat. Dalam hatinya, setengah bagian ingin percaya — tapi sisi lain sudah tertelan ketakutan dan marah."Lagi pula mana ada penjahat yang mau ngaku Kayla?! Jelas-jelas kue itu beracun. Kayla hanya terisak, mencoba bicara di sela tangisnya.“Aku akan bantu cari tau siapa pelakunya.”Bara menatapnya sekali lagi — kali ini dengan tatapan yang bukan hanya marah, tapi juga hancur.“Jangan pura-pura peduli, Kayla. Orang yang benar-benar peduli… tidak akan mebawa bahaya ke pintu rumah kami.”"Sumpah demi apa pun

  • Jerat Cinta CEO Posesif   54. Racun

    Sheila sedang menata sarapan di meja makan. Gerakannya pelan, tapi senyum kecil sempat muncul di sudut bibirnya—hari ini dia ingin Bara berangkat kerja dengan hati tenang.Namun baru saja dia hendak mengambil piring di rak atas, sebuah tangan besar langsung menahan pergelangan tangannya.“Shei, duduk aja. Aku yang ambil,” suara Bara lembut, tapi tegas.Sheila terkesiap kecil. “Mas, aku cuma mau—”“Nggak usah. Kamu kan lagi hamil.”Bara mengambil piring itu dengan cepat lalu menaruhnya di meja. Seolah benda seberat itu bisa menjatuhkan dunia kalau Sheila yang menyentuh.“Mas… aku nggak selemah itu,” ucap Sheila setengah tertawa, mencoba mencairkan suasana.Bara menatapnya lama. Tatapan yang dulu selalu menenangkan, kini terasa penuh kekhawatiran. “Aku cuma nggak mau ambil risiko. Sekecil apa pun, Sayang." Dia mengecup lembut kening Sheila. Sheila menunduk, jari-jarinya mengusap meja tanpa arah. “Aku tahu kamu khawatir. Tapi aku juga ingin tetap merasa berguna, Mas. Aku pengen bantu h

  • Jerat Cinta CEO Posesif   53. Hampir Terluka

    Sheila memandangi kotak makan siang yang dia siapkan sepenuh hati. Hari ini dia ingin memberi kejutan kecil untuk Bara. Sheila merasa harus menghangatkan suasana. Dia tahu Bara suka dengan masakannya—terutama udang keju buatan Sheila sendiri.Saat sampai di gedung kantor, beberapa pegawai menunduk sopan. Sheila hanya tersenyum tipis, masih gugup setiap kali masuk ke ruang lingkup dunia suaminya. Dia melangkah pasti ke lantai tujuh, tempat Bara biasa menghabiskan waktu di balik meja kerja dan layar laptopnya.Pintu ruang kerja Bara terbuka sedikit. Sheila hendak mengetuk, namun langkahnya terhenti saat melihat sesuatu dari celah pintu. Seorang wanita—sekretaris Bara sedang membungkuk, membantu Bara mengambil map yang jatuh dari meja. Posisi mereka terlalu dekat. Terlalu lama. Dan ekspresi wanita itu… bukan profesional. Lebih ke… lembut. Menggoda.Sheila mengetuk pintu dua kali—pelan tapi cukup terdengar. Bara menoleh cepat. Sekretaris itu buru-buru berdiri tegak. Sheila membeku di temp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status