Home / Romansa / Jerat Cinta Elbarra / Si Menyebalkan Barra

Share

Si Menyebalkan Barra

Author: FitriElmu
last update Last Updated: 2024-09-20 20:25:02

Andai ... Andai saja pengakuannya saat itu tidak terjadi. Apakah, nasibnya gak akan sesakit ini?

Harusnya, dia pendam saja perasaannya. Seperti saat itu, saat dirinya belum punya keberanian bodoh itu. Saat dirinya masih malu-malu menunjukkan perasaannya. Saat hanya Barra yang tahu perasaannya. Jauh, sebelum insiden pengakuan nekatnya.

.

.

"Raka jadi pulang, mbak Nggi?"

Di ruang tengah, Kalea mendengar obrolan mamanya dengan mama Barra. Tadi dia diajak mamanya main ke rumah tetangga. Dia ikut-ikut aja. Tapi lebih suka rebahan di ruang tengah. Mainan ponsel.

"Katanya sih semester besok mau pulang. Tapi ya gak tahu, jadi apa enggak. Liburnya gak tentu. Waktu itu sih katanya lagi persiapan buat penelitian."

Mendengar nama Raka disebut, Kalea senyam senyum. Ini salah satu alasan dia tetap bersabar meski punya tetangga menyebalkan semacam Barra. Kalea menyukai Raka, kakaknya Barra. Sayangnya Raka sedang kuliah ke luar kota. Dan ngekos disana. Raka hanya pulang saat liburan semester saja.

Ah, jadi gak sabar, ketemu sang pujaan hati.

"Ikut gue."

Lamunannya buyar, Barra menarik tangannya tanpa persetujuan. Memaksanya bangun dari rebahannya.

"Mau kemana sih, Bar?"

Barra tak menjawab. Justru membawanya ke dapur.

"Gue laper. Masakin mie."

Kalea melotot. Barra memaksanya pergi, cuma buat disuruh memasak?

"Lo punya tangan kan? Masak sendiri," ketus Kalea.

"Lo suka bang Raka, kan? Mau gue cepuin?" ancam Barra balik.

Kalea langsung kicep. Mengambil panci dan mengisinya air. Memasaknya di atas kompor. Sambil menunggu mendidih, dia ambil sebungkus mie.

"Pake telur, inget, kuningnya aja. Awas kalau sampai putihnya kecampur."

Kalea merutuk dongkol. Kalau bukan calon adik ipar, sudah dia jejali mulut itu dengan telur mentah utuh.

Meski begitu, harus dia akui, Barra selalu ada untuknya. Cowok yang dia labeli menyebalkan itu justru yang kerap membelanya diam-diam.

Termasuk, pada hari itu ....

.

.

Kantin SMA Bima Sakti gak pernah sepi sekalipun bukan jam istirahat. Bahkan jam belajarpun tetap ada yang nongkrong disana. Bukan untuk hal buruk, melainkan tugas kelompok dan semacamnya. Guru mengizinkan mereka mencari tempat belajar yang nyaman. Sekaligus mengisi perut juga tak masalah. Karna belajar dengan perut kosong juga nyatanya gak efektif. Yang penting mereka tahu batasannya. Memang berbeda dari sekolah kebanyakan. Tapi nyatanya, SMA Bima Sakti kualitasnya gak kalah dari sekolah lain.

"Stt ... Lihat tuh, yang baru dateng," Gita berbisik lirih, dengan mata menunjuk ke suatu arah.

Kalea menoleh ke arah yang ditunjuk Gita.

"Siapa?"

"Lo gak tahu? Dia, anak baru itu loh. Yang kemarin rame. Katanya sih anaknya kepala sekolah yang baru, pak Berno loh."

"Oh, ikut ayahnya pindah tugasnya, toh."

"Hem. Cantik, njir. Gayanya anak kota banget. Kalah deh lu. Hihi."

Kalea menggendikkan bahu. Dia gak terlalu peduli urusan begitu.

"Di kelas mana dia? Kayaknya gue gak denger kehebohan gue."

"Si anjir. Kelas sebelah, bre. Lo aja kebanyakan tidur, sampek pada heboh gak denger."

Kalea tertawa kecil. Tadi jam kosong. Dan dia memilih rebahan. Semalam, sepulang dari rumah Barra, dia begadang nonton drakor. Akibatnya dia ngantuk. Wajar dong, dia milih tidur, mumpung lagi gak belajar.

"Eh, eh! Apaan tuh. Dia deketin Barra! Omaygat!"

Kalea kembali menoleh. Dan benar, si anak baru itu mendekati Barra.

"Hai. Kenalin, aku Kimberly. Panggil aja Kim. Kalau boleh kenal, namamu siapa?" Mengacungkan tangannya, dengan senyum percaya diri.

"Widih, namanya aja Kim, Kal. Kekoreaan banget. Wajar sih, wajahnya juga cantik, mirip artis Korea," celetuk Gita, sibuk berkomentar.

Kalea diam saja. Justru dia sedang menunggu reaksi Barram Penasaran. Tapi dia terkejut sendiri, saat sorot intens Barra justru tertuju ke arahnya. Pandangan mereka bersitatap.

Sadar, Kalea langsung buru-buru menarik wajahnya. Barra aneh. Diajak kenalan cewek malah ngeliatin dirinya.

"Kayaknya nama gue udah tertera jelas disini. Lo bisa baca sendiri," nada dingin nan ketus.

Kalea tertawa dalam hati mendengar jawaban Barra. Memang apa yang diharapkan dari Elbarra? Cowok dingin bin nyebelin sekaligus anti romantic.

"E busyet! Cool banget Barra. Wow ... Cewek secantik Kim aja dia ketusin. Emang cowok idaman banget deh, Barra, mah. Jadi makin cinta. Hahay!" Gita bersorak senang.

Kalea tersenyum tipis. Memberi mangkuk dan gelasnya. Bersiap berdiri dari duduknya.

"Gue mau balikin mangkok. Nitip enggak?" tawarnya.

"Lah, bakso lo udah habis? Cepet amat."

"Hmm. Makanya pesen makanan itu buat dimakan. Bukan malah ditinggal nontonin orang."

Gita tertawa. "Haha. Seru tahu."

"Oke deh. Jadinya nitip enggak?"

"Em, es teh deh. Habis nih," menunjuk gelasnya yang tinggal es batu doang.

"Oke."

Kalea menyingkirkan kursinya. Membawa mangkuknya untuk dia kembalikan ke ibu kantin. Langkahnya pasti, melirik sekilas Barra yang ada di kursi depan. Tapi dia tidak ambil pusing. Hingga, saat tinggal selangkah dari Barra, tiba-tiba kakinya ada yang menjegal. Dan ....

Bruk!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta Elbarra   Minuman Aneh

    "Ganti disini saja," tukas Barra saat dirinya mendekat. Pria itu tampak sibuk dengan ponselnya. Sampai melihat ke arahnya saja enggan. Namun, reaksi yang didapatnya justru lain. Barra menatapnya tajam dengan mata menyipit. Dengkusan lirih terdengar. Tanpa kata, pria itu beranjak dari duduknya, mengabaikan Kalea yang bingung dengan reaksi pria tersebut. "Emang jelek banget, ya?" Kalea bermonolog. Menatap penampilannya sendiri. Ya wajar saja. Dia ambil baju termurah disini. Apa yang diharapkan? "Coba ini." Barra menyodorkan gaun ke arahnya. Gaun cantik yang sebenarnya dia incar. Tapi urung karna harganya di luar nalar. "Tapi ini mahal, pak. Gaji saya kurang." "Memang apa urusannya dengan gajimu? Cepat, dicoba sana." Kalea menerimanya ragu. Dia masih bimbang. Tapi akhirnya dia kembali ke ruang ganti. Dengan membawa gaun tersebut. Menatap nanar bandrol harga di gaun itu. Lima puluh juta. Yang

  • Jerat Cinta Elbarra   Pergi Berdua

    "Aaahh ... Akhirnya selesai juga," Kalea merentangkan tangan, memutar pelan lehernya ke kanan dan kiri. Lantas mematikan laptop dan bersiap-siap untuk pulang. Kalea mengerling pandang ke ruangan sebelah. Belum ada tanda-tanda si boss bakal keluar. Ck. Jangan bilang pemuda itu lembur. Alamat dia juga gagal pulang. Ya kali, dia nekat pulang sementara bossnya saja belum pulang. Huft. Padahal dia sudah beres. Tinggal pulang.Kalea meletakkan dagunya di meja kerja. Membuat bibirnya manyun otomatis. Beberapa saat kemudian ponselnya berdering. Tanda ada panggilan masuk. Dengan malas gadis itu merogoh tasnya. Mengambil ponsel tanpa merubah posisinya. Bahkan menekan tombol hijau dengan gerakan malas. "Halo ...""Jangan langsung pulang."Gadis itu tersentak. Sontak menegakkan tubuhnya, mengangkat wajah. Menjauhkan ponsel demi memastikan siapa yang memanggil. Padahal dia tahu, itu suara Barra."Eoh?" ucapnya, cengo."Tunggu seben

  • Jerat Cinta Elbarra   Pindah Kerja

    Pagi-pagi, Kalea geger melihat mejanya sudah dihuni karyawan lain."Loh, Miko! ini kan meja gue?" seru Kalea. Menatap tak terima. "Itu kan kemarin, Kal. Sekarang meja gue.""Lah, mana bisa?! Tiba-tiba pindah aja," sungut Kalea, kesal.Hana dan Kevin yang melihat keributan itu hanya menonton. Mereka juga gak tahu tiba-tiba Miko pindah ke meja Kalea. Dia bilang dia dapat perintah."Lah, gue juga cuma disuruh, Kal. Mana mungkin gue main pindah-pindah aja. Yang ada kena SP gue ntar," Miko membela diri.Iya juga sih. Tapi, tetep aja kan ...."Terus, gue dimana, dong?" Kalea mencebik. Harusnya gak tiba-tiba gini dong. Ditambah, perintahnya sepihak. Dia aja gak tahu apa-apa."Ya gue gak tahu, Kal." Miko menggendikkan bahu santai. Kembali merapikan meja yang beralih jadi miliknya itu."Emang yang nyuruh siapa, Mik?" Kevin menimpali. Tatapannya menyelidik. Siapa tahu Miko bohong."Pak Lino. Tadi pagi gue ditelpon beliau, disur

  • Jerat Cinta Elbarra   Gengsi

    Netranya tertuju pada pemuda yang sedang menikmati makanannya. Nampak lahap, padahal makanan warteg. Kalea memang tadi keluar, membelikan pakaian untuk Barra, sekalian makan. Dia tidak punya uang banyak. Untuk dirinya saja dia berhemat. Jadi dia membelikan seadanya. Bukan pakaian bermerek seperti yang biasa dipakai Barra. Yang penting nyaman dan bisa buat ganti. Mau dipakai syukur, enggak ya terserah. Ah, untung saja masih ada toko yang buka. Coba kalau enggak?Tapi lihatlah, pakaian itu pas di tubuh Barra. Kaos pendek putih oversize  sesiku, menampakkan otot lengan yang kekar. Ternyata waktu berlalu. Barra yang dikenalnya dulu, jauh berbeda. Termasuk proporsi badannya. Pria ini, pasti banyak berolahraga. Otot liatnya tercetak bagus. Urat tangannya menyembul dengan jemari panjang lentiknya. Tangannya saja kalah lentik dengan milik Barra. Tangannya mungil, agak bantet dikit. Tanpa sengaja Kalea melebarkan jemarinya. Membandingkan dengan milik Barra.  Pandangannya j

  • Jerat Cinta Elbarra   Nginap

    Karna kesalnya, Kalea tidak mempedulikan bagaimana Barra pulang. Dia bahkan mengabaikan Barra yang ternyata mengikuti di belakangnya. Salah sendiri, gak peka. Seharusnya kalau memang gak tahu jalan, kan bisa bangunin dia. Bukan malah diem-diem menyesatkan. Terus, harusnya dia juga inisiatif nelpon siapa kek. Emangnya supirnya tadi gak merasa kehilangan bossnya? Aneh banget. Jadi cowok kok gak ada inisiatif.Untung saja bajunya sudah kering. Tapi tetap saja dingin. Apalagi malam setelah hujan begini. Ditambah, capek setelah bekerja. Tapi demi bisa cepat pulang, dia terpaksa menahan semuanya. Masuk ke gang, Kalea sedikit melirik ke belakang. Masih ada derap langkah Barra. Berarti Barra mengikutinya? Kalea mengela napas. Baiklah. Dia coba lihat sampai depan kosan. Apa Barra masih akan mengikutinya? Daripada dia salah omong lagi, dan dikatai kepedean.Ternyata benar. Barra masih di belakangnya. Kalea mengela napas. Mengurungkan niat membuka pagar.Ga

  • Jerat Cinta Elbarra   Kebablasan

    Halte.Kalea memandang lekat akun rekening online-nya. Sejumlah nominal tertulis disana. Helaan napas berat terembus. Memejamkan mata, seraya menyandarkan kepala di dinding halte. "Gue benci lo! gara-gara lo mama gue terbuang! Gara-gara mama lo hidup gue hancur! Papa jadi miskin gara-gara milih mama sialan lo itu!"Kalimat Alfin terus terngiang-ngiang di kepalanya. Dia bisa merasakan betapa hancurnya Alfin. Korban keegoisan para orang tua. Sama seperti dirinya. Hanya saja, dirinya memilih menjauh dari sumber rasa sakit. Sedangkan Alfin, mungkin dia tidak ada pilihan. Sehingga dia merasa hanya dirinyalah yang menjadi korban disana. Jujur, dia ingin menyahut sama kerasnya dengan teriakan Alfin padanya. Bahwa bukan cuma Alfin yang terluka. Tapi dia juga! Bukan cuma Alfin yang kehilangan fasilitas hidup nyamannya. Tapi dia juga! Bukan cuma Alfin yang sengsara!Tapi ... Dia tak tega. Alfin jauh lebih muda darinya.Masih dalam posisi yang sama. Kal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status