Share

Jerat Cinta Istri Lugu
Jerat Cinta Istri Lugu
Penulis: T-Aryanti

Bab 1. Penyesalan

"Jangan, Mas!" Mila memegang erat tas selempangnya, mencoba mempertahankan benda itu dari rebutan sang suami.

"Lepasin, Mil! Kalo tidak–" 

"Kalo tidak apa?" seru Mila menantang, membuat suaminya meradang.

Plak!

"Aow!" Mila terhuyung dan tasnya pun terlepas. Dia elus pipinya yang terasa panas dan nyeri. Rasa sakit tercipta di sana. Namun, sakitnya itu tidak ada apa-apanya dibanding sakit hati yang dia rasakan ketika suaminya segera berlalu dengan tersenyum mengejek, setelah mendapat apa yang dia cari.

Uang, itulah yang Dandy cari dan rampas dari tas Mila. Kini, dia berlalu begitu saja, meninggalkan Mila yang terisak.

"Sungguh tega kamu, Mas. Kamu keterlaluan." Mila hanya bisa menggerutu tanpa mampu mencegah. Rasa sesal pun mulai menghinggapi hatinya yang perih. 

Memang, penyesalan datangnya selalu belakangan. Segala tindakan yang dilakukan tanpa berpikir panjang pastilah akan mendatangkan rasa sesal. Duka, lara, dan perih bercampur aduk menjadi satu memenuhi seluruh rasa dalam hati. Meratap dan menangis tiada arti lagi. Akan tetapi, hal itu mampu memberi sedikit lega di dada ini.

Itulah yang Mila rasakan sekarang. Dia meratap dan menangis seorang diri, bersimpuh di lantai, di rumah kontrakan yang sempit dan hanya ditemani dinginnya hawa malam serta suara detak jarum jam, lalu berandai-andai dengan segala apa yang telah terjadi. 

"Andai saja aku tidak membantah dan menuruti kata Ibu. Andai saja waktu dapat kuputar lagi. Andai saja aku tidak memilih ...." Gumamannya terhenti oleh isak tangis yang semakin menjadi di kala mengingat apa yang telah dia pilih dan perjuangkan.

Andai saja, andai saja, andai saja, kata-kata itu terus saja terngiang dan memenuhi setiap sudut pendengaran Mila.

Ingin sekali, dirinya kembali ke masa di mana sang ibu melarang hubungan cintanya dengan Dandy, dan menuruti semua nasihat ibunya, bukannya malah membangkang dan meneruskan niatnya. Bahkan, wanita berusia 21 tahun itu telah menjadi anak durhaka, menikah tanpa restu dari ibu dan keluarganya.

"Nduk (Nak), sebaiknya jangan memutuskan menikah buru-buru. Bukannya kamu baru saja mengenalnya? Jangan sampai apa yang kamu putuskan tanpa berpikir panjang berujung pada penyesalan." Mak Inah mengelus rambut hitam anaknya yang duduk di sebelahnya.

"Bukanne Emak (Ibu) ndak (tidak) percaya, cuman Emak ndak ingin hal buruk menimpa dirimu." Janda berusia senja itu merasakan firasat buruk yang akan menimpa anak gadisnya.

"Ndak, Bu. Mila yakin kalau Mas Dandy orangnya baik, tulus, dan bertanggung jawab. Mila juga yakin kalau setelah menikah Mila bakalan hidup enak dan sejahtera. Nggak harus kerja keras lagi karena pekerjaan Mas Dandy yang sudah mapan. Apalagi Mas Dandy dari keluarga kaya." Mila bangkit dari duduknya.

"Tapi, Nduk–" Perkataan Mak Inah disergah oleh Mila. 

"Pokoknya Mila akan nikah sama Mas Dandy!" kekeh Mila seraya meninggalkan sang ibu di ruang tamu menuju kamar.

Mak Inah mengelus dada melihat kelakuan anak bungsunya. "Ya Allah, ya Gusti Pangeran ... semoga Engkau melindungi anakku." Doa tulus yang dipanjatkan Mak Inah masih sempat terdengar oleh Mila meskipun lirih. 

Mak Inah tidak tahu lagi harus berkata apa untuk menghalangi niat anaknya. Dia tahu betul watak Mila yang keras kepala. Seperti halnya tentang panggilan yang gadis itu sematkan pada dirinya sejak berusia lima tahun, di mana teman sekolahnya memanggil ibu pada orang tua mereka. Saat Mila sudah duduk di bangku sekolah dasar, Mak Inah membujuk Mila untuk memanggilnya Emak juga, tetapi dia menolak keras dan kekeh dengan panggilan itu. 

Memori di kala dia melontarkan bantahan kembali menari-nari di pelupuk mata, seakan mengejek.

Tanpa terasa Mila telah menangis, sesenggukan, selama hampir satu jam. Matanya membengkak dan kepalanya pusing. Mila beranjak dari simpuh menuju wastafel. Dia membasuh wajah lalu menatap bayangan yang ada di cermin.

"Ayolah, Mila! Kamu jangan hanya menangis saja. Ini 'kan yang kamu pilih!? Maka terima dan hadapilah!" seru bayangan itu pada dirinya.

Bukan. Bukan bayangnya yang berseru, tetapi batin tertekan yang berharap bisa memberontak.

Ingin sekali dia berteriak dan membantah, tetapi rasa malu pada diri membuatnya urung untuk melakukan itu. Mila sangat malu dengan apa yang menimpanya karena sebelumnya telah diperingatkan, bahkan ditentang oleh keluarganya. 

Setelah puas memandangi wajah, wanita berambut lurus sebahu itu bergegas ke dapur untuk mengambil air minum dalam lemari pendingin. Dia teguk air dingin itu dengan segera, berharap dengan leganya tenggorokan mampu mengurangi sesak di dada. Namun, hanya sebentar saja di saat air itu membasahi kerongkongan. Setelahnya, sesak itu kembali menyeruak.

Malam semakin larut, tetapi suaminya tidak kunjung kembali setelah pertengkaran tadi. Mila menatap hampa pintu rumahnya sebelum beranjak ke kamar tidur.

"Kenapa kamu sekarang berubah, Mas? Kenapa kamu tega melakukan ini padaku?" Mila berucap lirih, kemudian kembali menangis mengingat semua kelakuan suaminya akhir-akhir ini. "Ibu, ternyata apa yang kamu takutkan kini terjadi. Maafkan anakmu ini, Bu."

Mila terus saja menangis hingga tertidur. Dia terbangun karena suara pintu yang dibuka secara kasar. Karena terhanyut dalam kesedihan, tadi malam dia lupa mengunci pintu rumah. 

Mila pun bergegas bangkit dan keluar kamar dengan langkah tergesa. Hampir saja dia terjatuh karena kakinya tersandung sofa. Di sana, di ambang pintu, telah berdiri sosok yang telah membuatnya menangis semalaman.

"Mas, dari mana? Kenapa baru pulang? Bukannya Mas hari ini harus kerja?" Mila memberondong pertanyaan pada sosok yang masih berdiri di depan pintu.

Sosok itu, yang tak lain adalah Dandy, berjalan sambil melirik jam dinding yang ada di ruang tamu, tampak jarum pendek menunjuk angka lima, sedangkan jarum panjang menunjuk angka tiga. Dandy berlalu menuju kamar tanpa menjawab. "Minggir!" serunya saat melewati istrinya seraya mendorong. 

Alhasil, wanita yang memakai baby doll berlengan dan celana pendek itu limbung dan membentur meja yang ada di dekat pintu kamar. Pria tinggi berparas tampan dan berkulit putih itu tidak menghiraukan Mila. Hanya melirik sekilas kemudian mengunci kamar tidur.

Mila gegas beranjak. "Mas ... Mas! Kenapa tak menjawab? Mas!" teriaknya sambil mengetuk pintu.

Terdengar lemparan membentur pintu. Mila terperanjat mendengar hal itu, tetapi hanya sesaat. Kemudian, dia melangkah meninggalkan sang suami untuk mandi dan memasak serta bersiap-siap. Dia tidak mau terlambat berangkat kerja karena larut dalam keadaan. 

Untung saja seragam kerjanya ada di meja setrikaan. Kemarin dia belum sempat memasukkan pakaian yang selesai di setrika ke dalam lemari yang ada di kamar karena bertengkar dengan Dandy. 

"Mas, aku berangkat!" Mila menggantung kunci serep rumah di belakang pintu lalu melangkah keluar rumah. Dia tetap berpamitan pada sang suami meskipun hal itu tidak akan mendapat balasan.

"Ya Allah, sampai kapan semua ini akan terjadi? Kuatkan hambaMu ini, ya Rabb ...," gumamnya seraya mengunci pintu.

Baru saja akan melangkah, tiba-tiba terdengar seruan dari seorang wanita yang membuat Mila urung untuk melangkahkan kaki.

"Tunggu, Mila! Dandy sudah berangkat kerja?!" Wanita cantik berkulit putih yang memakai gaun berwarna merah dan agak ketat di badan dengan panjang hanya di atas lutut itu bergegas mendekati Mila.

.

.

.

To be continue ....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
siapa tuch perempuan? apa selingkuhan Dandy?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status