Share

Jerat Cinta Istri Lugu
Jerat Cinta Istri Lugu
Penulis: T-Aryanti

Bab 1. Penyesalan

Penulis: T-Aryanti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-05 14:00:30

"Jangan, Mas!" Mila memegang erat tas selempangnya, mencoba mempertahankan benda itu dari rebutan sang suami.

"Lepasin, Mil! Kalo tidak–" 

"Kalo tidak apa?" seru Mila menantang, membuat suaminya meradang.

Plak!

"Aow!" Mila terhuyung dan tasnya pun terlepas. Dia elus pipinya yang terasa panas dan nyeri. Rasa sakit tercipta di sana. Namun, sakitnya itu tidak ada apa-apanya dibanding sakit hati yang dia rasakan ketika suaminya segera berlalu dengan tersenyum mengejek, setelah mendapat apa yang dia cari.

Uang, itulah yang Dandy cari dan rampas dari tas Mila. Kini, dia berlalu begitu saja, meninggalkan Mila yang terisak.

"Sungguh tega kamu, Mas. Kamu keterlaluan." Mila hanya bisa menggerutu tanpa mampu mencegah. Rasa sesal pun mulai menghinggapi hatinya yang perih. 

Memang, penyesalan datangnya selalu belakangan. Segala tindakan yang dilakukan tanpa berpikir panjang pastilah akan mendatangkan rasa sesal. Duka, lara, dan perih bercampur aduk menjadi satu memenuhi seluruh rasa dalam hati. Meratap dan menangis tiada arti lagi. Akan tetapi, hal itu mampu memberi sedikit lega di dada ini.

Itulah yang Mila rasakan sekarang. Dia meratap dan menangis seorang diri, bersimpuh di lantai, di rumah kontrakan yang sempit dan hanya ditemani dinginnya hawa malam serta suara detak jarum jam, lalu berandai-andai dengan segala apa yang telah terjadi. 

"Andai saja aku tidak membantah dan menuruti kata Ibu. Andai saja waktu dapat kuputar lagi. Andai saja aku tidak memilih ...." Gumamannya terhenti oleh isak tangis yang semakin menjadi di kala mengingat apa yang telah dia pilih dan perjuangkan.

Andai saja, andai saja, andai saja, kata-kata itu terus saja terngiang dan memenuhi setiap sudut pendengaran Mila.

Ingin sekali, dirinya kembali ke masa di mana sang ibu melarang hubungan cintanya dengan Dandy, dan menuruti semua nasihat ibunya, bukannya malah membangkang dan meneruskan niatnya. Bahkan, wanita berusia 21 tahun itu telah menjadi anak durhaka, menikah tanpa restu dari ibu dan keluarganya.

"Nduk (Nak), sebaiknya jangan memutuskan menikah buru-buru. Bukannya kamu baru saja mengenalnya? Jangan sampai apa yang kamu putuskan tanpa berpikir panjang berujung pada penyesalan." Mak Inah mengelus rambut hitam anaknya yang duduk di sebelahnya.

"Bukanne Emak (Ibu) ndak (tidak) percaya, cuman Emak ndak ingin hal buruk menimpa dirimu." Janda berusia senja itu merasakan firasat buruk yang akan menimpa anak gadisnya.

"Ndak, Bu. Mila yakin kalau Mas Dandy orangnya baik, tulus, dan bertanggung jawab. Mila juga yakin kalau setelah menikah Mila bakalan hidup enak dan sejahtera. Nggak harus kerja keras lagi karena pekerjaan Mas Dandy yang sudah mapan. Apalagi Mas Dandy dari keluarga kaya." Mila bangkit dari duduknya.

"Tapi, Nduk–" Perkataan Mak Inah disergah oleh Mila. 

"Pokoknya Mila akan nikah sama Mas Dandy!" kekeh Mila seraya meninggalkan sang ibu di ruang tamu menuju kamar.

Mak Inah mengelus dada melihat kelakuan anak bungsunya. "Ya Allah, ya Gusti Pangeran ... semoga Engkau melindungi anakku." Doa tulus yang dipanjatkan Mak Inah masih sempat terdengar oleh Mila meskipun lirih. 

Mak Inah tidak tahu lagi harus berkata apa untuk menghalangi niat anaknya. Dia tahu betul watak Mila yang keras kepala. Seperti halnya tentang panggilan yang gadis itu sematkan pada dirinya sejak berusia lima tahun, di mana teman sekolahnya memanggil ibu pada orang tua mereka. Saat Mila sudah duduk di bangku sekolah dasar, Mak Inah membujuk Mila untuk memanggilnya Emak juga, tetapi dia menolak keras dan kekeh dengan panggilan itu. 

Memori di kala dia melontarkan bantahan kembali menari-nari di pelupuk mata, seakan mengejek.

Tanpa terasa Mila telah menangis, sesenggukan, selama hampir satu jam. Matanya membengkak dan kepalanya pusing. Mila beranjak dari simpuh menuju wastafel. Dia membasuh wajah lalu menatap bayangan yang ada di cermin.

"Ayolah, Mila! Kamu jangan hanya menangis saja. Ini 'kan yang kamu pilih!? Maka terima dan hadapilah!" seru bayangan itu pada dirinya.

Bukan. Bukan bayangnya yang berseru, tetapi batin tertekan yang berharap bisa memberontak.

Ingin sekali dia berteriak dan membantah, tetapi rasa malu pada diri membuatnya urung untuk melakukan itu. Mila sangat malu dengan apa yang menimpanya karena sebelumnya telah diperingatkan, bahkan ditentang oleh keluarganya. 

Setelah puas memandangi wajah, wanita berambut lurus sebahu itu bergegas ke dapur untuk mengambil air minum dalam lemari pendingin. Dia teguk air dingin itu dengan segera, berharap dengan leganya tenggorokan mampu mengurangi sesak di dada. Namun, hanya sebentar saja di saat air itu membasahi kerongkongan. Setelahnya, sesak itu kembali menyeruak.

Malam semakin larut, tetapi suaminya tidak kunjung kembali setelah pertengkaran tadi. Mila menatap hampa pintu rumahnya sebelum beranjak ke kamar tidur.

"Kenapa kamu sekarang berubah, Mas? Kenapa kamu tega melakukan ini padaku?" Mila berucap lirih, kemudian kembali menangis mengingat semua kelakuan suaminya akhir-akhir ini. "Ibu, ternyata apa yang kamu takutkan kini terjadi. Maafkan anakmu ini, Bu."

Mila terus saja menangis hingga tertidur. Dia terbangun karena suara pintu yang dibuka secara kasar. Karena terhanyut dalam kesedihan, tadi malam dia lupa mengunci pintu rumah. 

Mila pun bergegas bangkit dan keluar kamar dengan langkah tergesa. Hampir saja dia terjatuh karena kakinya tersandung sofa. Di sana, di ambang pintu, telah berdiri sosok yang telah membuatnya menangis semalaman.

"Mas, dari mana? Kenapa baru pulang? Bukannya Mas hari ini harus kerja?" Mila memberondong pertanyaan pada sosok yang masih berdiri di depan pintu.

Sosok itu, yang tak lain adalah Dandy, berjalan sambil melirik jam dinding yang ada di ruang tamu, tampak jarum pendek menunjuk angka lima, sedangkan jarum panjang menunjuk angka tiga. Dandy berlalu menuju kamar tanpa menjawab. "Minggir!" serunya saat melewati istrinya seraya mendorong. 

Alhasil, wanita yang memakai baby doll berlengan dan celana pendek itu limbung dan membentur meja yang ada di dekat pintu kamar. Pria tinggi berparas tampan dan berkulit putih itu tidak menghiraukan Mila. Hanya melirik sekilas kemudian mengunci kamar tidur.

Mila gegas beranjak. "Mas ... Mas! Kenapa tak menjawab? Mas!" teriaknya sambil mengetuk pintu.

Terdengar lemparan membentur pintu. Mila terperanjat mendengar hal itu, tetapi hanya sesaat. Kemudian, dia melangkah meninggalkan sang suami untuk mandi dan memasak serta bersiap-siap. Dia tidak mau terlambat berangkat kerja karena larut dalam keadaan. 

Untung saja seragam kerjanya ada di meja setrikaan. Kemarin dia belum sempat memasukkan pakaian yang selesai di setrika ke dalam lemari yang ada di kamar karena bertengkar dengan Dandy. 

"Mas, aku berangkat!" Mila menggantung kunci serep rumah di belakang pintu lalu melangkah keluar rumah. Dia tetap berpamitan pada sang suami meskipun hal itu tidak akan mendapat balasan.

"Ya Allah, sampai kapan semua ini akan terjadi? Kuatkan hambaMu ini, ya Rabb ...," gumamnya seraya mengunci pintu.

Baru saja akan melangkah, tiba-tiba terdengar seruan dari seorang wanita yang membuat Mila urung untuk melangkahkan kaki.

"Tunggu, Mila! Dandy sudah berangkat kerja?!" Wanita cantik berkulit putih yang memakai gaun berwarna merah dan agak ketat di badan dengan panjang hanya di atas lutut itu bergegas mendekati Mila.

.

.

.

To be continue ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
siapa tuch perempuan? apa selingkuhan Dandy?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jerat Cinta Istri Lugu   41. Dengarkan Aku!

    Mila yang tadi sempat terduduk diam, segera beranjak mendekati Aldi dan menyeret lelaki itu, keluar rumah.Aldi yang bingung dengan tindakan tiba-tiba itu, hanya pasrah mengikuti Mila, dengan tubuh condong ke depan akibat seretan yang cukup bertenaga.Nampaknya, Mila menggunakan seluruh tenaga guna menyeret dan mengajak tubuh tinggi jangkung itu untuk keluar. Dia ingin bicara serius, empat mata, dengan Aldi tanpa ada gangguan dari pihak lain."Apa-apaan maksud Mas Aldi ini? Dia pikir aku wanita apaan?" Mila bermonolog selama berjalan menuju pelataran, sambil sesekali mengembuskan napas dengan kasar, mencoba meluapkan segala rasa yang membuncah di hati.Mila melepas kasar lengan Aldi, sesampainya di sudut pelataran, samping rumah, dekat dengan kebun kosong milik tetangga. Tempat sepi yang tepat untuk berbicara tanpa ada gangguan. "Apa maksud, Mas? Mengapa, Mas, tiba-tiba datang dan melamar Mila?" tanyanya menggebu dengan menatap lekat lelaki yang ada di hadapannya.Aldi menatap teduh w

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 40. Kedatangan Aldi

    Sang pemilik suara hanya tersenyum simpul, menyaksikan ekspresi wanita yang mematung di ambang pintu itu. "Ma-Mas Aldi ...." Mila mengucek mata. Dia masih tidak percaya dengan penglihatannya. "Benarkah ... ini Mas Aldi?"Mila melangkah perlahan, sangat perlahan, menuju ke tempat Aldi seraya menatap lurus lelaki itu. Matanya enggan berkedip. Dia masih merasa ini adalah sebuah mimpi.Aldi berdiri. "Iya, ini aku," ucapnya seraya tersenyum samar."Ini bukan mimpi 'kan? Bukan ilusi juga 'kan?" tanya Mila lirih.Wanita itu masih melangkah tanpa melihat sekelilingnya, hingga akhirnya pekikan keras keluar dari bibir merahnya yang ranum, ketika kakinya terantuk kaki meja. Mila mengangkat sebelah kaki yang terasa sakit seraya merintih dan mendesis."Mil, kamu baik-baik saja?" tanya Aldi seraya mendekati Mila. Lelaki itu memegang tangan dan bahu Mila, lalu membimbingnya duduk ke sofa."Makanya, jalan itu lihat-lihat! Jangan main nyelonong aja!" seru Ikin yang berjalan masuk rumah lalu meletakka

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 39. Status Baru

    Keesokan harinya, Mila meminta izin kepada pemilik toko kelontong untuk bekerja agak siang. Wanita itu akan meminta surat pengantar terlebih dahulu ke balai desa untuk pengajuan gugatan cerainya sebelum memulai pekerjaan. "Jangan terlalu lama, ya, Mil? Takutnya yang lain kewalahan karena toko lagi rame-ramenya.""Iya, Mbak. Secepatnya Mila akan segera kembali, setelah urusan Mila selesai." Mila menangkupkan tangan di depan dada. "Mila mohon doanya, ya, Mbak, supaya semuanya berjalan lancar dan diberi kemudahan.""Tentu saja, Mila. Doa terbaik Embak terlantun untukmu." Si pemilik toko berkata tulus karena sedikit tahu dengan permasalahan yang menimpa Mila, saat Mila meminta izin."Terima kasih banyak, Mbak, atas kemakhlumannya." Mila berkata dengan perasaan tidak enak. Dia pun segera beranjak keluar setelah si pemilik toko mengangguk..Sementara, di tempat lain, Ikin sedang berbicara serius dengan temannya yang bekerja di pengadilan."Kamu yakin semua ini tidak akan sulit dan dapat se

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 38. Terungkap

    Sejak saat itu Ikin sudah tidak pernah tidur di bengkel lagi. Hubungannya dengan Mila pun mulai membaik karena wanita itu tidak pernah menyerah untuk meminta maaf, sehingga terjalin komunikasi yang cukup sering di antara keduanya. Hati Ikin lambat laun menjadi terenyuh dan melunak karena kegigihan Mila.Meskipun lelaki itu masih suka marah dan menghardik, tetapi Mila tidak pernah memasukkannya ke dalam hati. Dia tetap melayani kakaknya dan menyiapkan semua kebutuhan sang kakak layaknya seperti dulu, seakan tidak pernah terjadi apa-apa."Pokoknya, aku tidak boleh menyerah sebelum Bang Ikin memberi maaf padaku. Aku harus lebih bersabar lagi. Aku tahu jika saat ini Bang Ikin telah memberi maaf padaku, hanya saja belum mampu mengungkapkan secara langsung. Sabar Mila, Bang Ikin sayang banget, kok, sama kamu." Mila terus saja memotivasi diri di saat mendapat perlakuan keras Ikin. Dia tidak pernah merasa lelah tatkala menjalankan semua aktivitasnya--bekerja, mengerjakan pekerjaan rumah, mem

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 37. Mulai Menata

    Mila mendongak. "Mbak Zaenab ....""Ada yang mau mbak omongin. Kita ke ruang tamu, yuk?" Zaenab beranjak keluar kamar setelah berkata, lalu diikuti Mila dari belakang.Selama Ikin jarang pulang, Zaenab dan keluarga kecilnya kerap menginap di sana. Jarak rumah Zaenab dan ibunya tidak terlalu jauh, hanya berbeda RT saja. Akan tetapi, Zaenab tidak tega bila membiarkan Mak Inah yang masih belum sembuh benar hanya ditemani Mila. Untung saja, sang suami pengertian dan menuruti keinginan Zaenab tanpa banyak kata."Mil, ini ... temen mbak ada yang nawarin kerjaan. Lumayanlah buat hiburan, biar kamu nggak sedih dan melamun terus. Soal Ikin ... mbak akan bantu terus biar dia mau maafin kamu."Selama ini mbak sudah sering membujuk dia dan mencoba membuka pikirannya. Mungkin abangmu masih butuh waktu lagi. Setidaknya, dia sudah sering pulang," ujar Zaenab, setelah mereka duduk bersampingan di sofa."Kebetulan sekali, Mbak. Barusan Mila kepikiran untuk nyari kerjaan. Kerjaannya apa, Mbak?" tanya M

  • Jerat Cinta Istri Lugu   Bab 36. Demi Ibu

    Malam itu, suami Zaenab dan anak sulungnya sedang asik menonton televisi. Sedangkan Nadia asik mengobrol dengan Zaenab yang sedang memangku anaknya sambil menepuk-nepuk bokong sang anak dengan pelan, berharap balita berusia kurang dari dua tahun itu lekas tidur. Nadia menceritakan semua yang dia ketahui tentang Mila saat sahabatnya berada di Jakarta, sebelum dan setelah menikah, dengan gamblang.Sedangkan Mila menemani ibunya di kamar. Dia juga menyuapi sang ibu, dengan bubur buatannya, saat makan malam. Namun, dia sendiri tidak makan, hanya menghabiskan beberapa suap sisa bubur Mak Inah, demi menyenangkan hati ibunya. Dia sama sekali tidak bernafsu untuk makan karena memikirkan semua masalah yang timbul akibat ulahnya."Ibu lekas tidur. Mila akan menaruh mangkok dulu di dapur."Mak Inah menahan Mila yang hendak beranjak. "Mangkoknya taruh di meja saja, Nduk. Sini, kamu tidur bareng Emak sekarang."Mila mengangguk, tidak berniat menolak. Dia meletakkan mangkok lalu beranjak tidur di s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status