Share

Bab 5. Semakin Tega

"Mila, buatkan aku teh dulu!" seru Dandy.

Mila pun urung menyalakan kompor dan berjalan menuju alat pemanas air, yang biasa disebut dispenser, lalu membuat teh. Dia letakkan minuman itu di hadapan Dandy, tanpa berkata, dan bergegas kembali ke dapur. 

Belum juga panas nasi goreng yang ada di atas wajan, Dandy kembali berteriak, "Mila buruan! Dasar lelet!"

"Bentar, Mas. Ini juga barusan hangat."

Beberapa menit kemudian, makanan telah tersaji di depan Dandy. Tanpa menunggu lagi, pria berwajah tirus itu melahap makanan dengan segera seakan belum makan seharian. 

"Mas, sebenarnya dari mana, sih, sampai kelaparan gitu?" Mila kembali bertanya setelah makanan di piring suaminya tinggal sedikit, heran dengan apa yang dilihatnya.

"Sudah berkali-kali kubilang, bukan urusanmu," ucapnya di sela-sela makan, "jangan bertanya lagi! Kalau tidak aku lempar makanan ini ke wajahmu!" Dandy mengancam tanpa mengalihkan pandangan dari piring.

"Tapi, Mas, aku berhak tahu semua yang berhubungan denganmu. Aku ini istrimu, Mas, istrimu," kekeh Mila. 

Pria beralis tebal itu meletakkan sendok dengan keras ke atas piring, sehingga menimbulkan dentingan yang keras. Kemudian berdiri dan menghadap Mila. "Memang kamu istriku, tapi kamu tidak berhak ikut campur urusanku. Mau kemana, dimana, dan ada apa, itu bukan urusanmu. Camkan itu!" sentaknya seraya menunjuk muka Mila.

Mila meraih tangan sang suami dan menahannya saat Dandy hendak beranjak. "Apa maksudmu, Mas? Mengapa aku tidak boleh ikut campur? Sebagai seorang istri aku berhak tahu." Mila menekan kata-katanya, menahan emosi yang ada di dada.

Tawa Dandy menggelegar memenuhi ruang. "Memang kamu istriku tapi hanya sebatas istri yang berkewajiban melayani suami. Tak lebih dan tak berhak sedikit pun mengganguku. Sana minggir! Aku muak melihat wajah udikmu!" hardiknya. 

"Kenapa kamu bicara seperti itu, Mas?! Apa salahku?! Kenapa kamu jadi berubah begini, Mas?! Ada apa denganmu, hah?!" Mila mulai tidak bisa menguasai emosi. Bulir bening mulai menetes mengiringi teriakannya.

"Kenapa katamu?! Kamu ingin tahu kenapa, hah?! Dan kamu juga ingin tahu apa salahmu?!" Dandy mencengkeram pipi Mila.

"Maaas, sakiiit ...," desis Mila, "lepaskan, Mas." Wanita berwajah oval itu memelas kepada sang suami seraya memegang tangan suaminya. 

"Taukah kamu, Mila? Aku menyesal menikah denganmu. Seandainya waktu dapat diputar kembali. Aku tidak sudi menikah denganmu." Dandy melepas cengkramannya.

"Menyesal? Bukankah kamu mencintaiku, Mas, dan bukannya kita menikah atas dasar cinta? Lalu kenapa sekarang kamu berkata seperti itu?" Airmata Mila mengalir deras. Dia tidak menyangka suaminya akan berkata seperti itu. "Jangan bilang selama ini kamu tidak mencintaiku, Mas?!

Dandy tidak menjawab, dia hanya mengedikkan bahu dan berlalu ke kamar, meninggalkan Mila yang menangis sesenggukan.

"Mas, tunggu! Jawab aku, Mas! Kamu nggak boleh giniin aku!" Mila melangkah menyusul Dandy, tetapi terlambat. Suaminya telah masuk kamar dan mengunci pintunya. 

"Mas ... Mas, buka pintunya, Mas! Kita masih harus bicara. Aku butuh penjelasan, Mas." Mila mengetuk terus pintu kamar dan tidak akan menyerah sebelum suaminya keluar.

Dia terus-menerus mengetuk pintu dan berkelakar memanggil Dandy. Tidak peduli sama sekali jika hal itu akan mengusik tetangganya.

Akan tetapi, inilah kenyataan dari sebuah kota metropolitan apalagi sebuah komplek yang penghuninya orang rantauan. Seribut dan segaduh apa pun tetangganya, mereka enggan mengacuhkannya dan menulikan pendengaran. Selama orang itu tidak secara langsung meminta tolong maka mereka tidak mau ikut campur. Bukan mereka tidak peduli atau tidak bertoleransi, tetapi mereka hanya tidak ingin terlibat masalah. Kehidupan sehari-hari mereka sudah menguras tenaga, pikiran, dan emosi.

Karena habis kesabaran, Mila melontarkan tanya yang tidak seharusnya dia katakan. "Apa karena ada wanita lain di luar sana, hingga Mas berubah? Apa karena wanita jalang itu Mas tidak lagi mencintai Mila? Jawab, Mas, jawab!"

Hening. Namun, taklama kemudian pintu kamar terbuka. 

Dandy berdiri di ambang pintu dengan wajah garang, muka memerah dan gigi gemeretuk. Kedua tangannya mengepal di samping badan. Lalu, pria berbadan atletis itu melangkah mendekati sang istri. Tangan kanannya di angkat ke atas hendak menampar, tetapi urung dilakukan tatkala melihat wajah pucat istrinya yang bersimbah air mata. 

Mata Mila melebar dan mulutnya menganga melihat aksi sang suami.

"Mas ... kau ...."

Dandi mencengkeram lengan Mila. "Dengar, ya, Mila! Jangan kau pancing amarahku lebih jauh. Sampai detik ini aku masih menahan kesabaranku. Kalau kau terus mendesak dan terus saja mengoceh, jangan salahkan aku kalau aku bertindak lebih kasar lagi!"

Akan tetapi, watak Mila yang keras kepala dan naif membuatnya tidak berhenti untuk menuntut jawaban. Dia tetap saja bertanya meskipun Dandy telah mengancam. Dia tidak peduli dan tidak memikirkan apa yang mungkin bisa dilakukan oleh suaminya.

"Tapi aku butuh penjelasan, Mas. Tak hanya alasanmu pulang larut dengan marah-marah ataupun di mana kamu berada seharian ini. Aku juga ingin tahu kenapa kamu jadi berubah akhir-akhir ini? Sikapmu tidak lagi seperti dulu, Mas. Kau sekarang jahat dan tega kepadaku." Mila mencecar Dandy dan bulir bening itu masih saja terus mengalir.

Suara tawa Dandy menggelegar. "Aku berubah? Berubah katamu?! Aku tidak berubah Mila. Inilah aku yang sebenarnya. Kamu saja yang tak pernah mau mengetahui. Hanya mimpi saja yang kamu lambungkan. Jangan kaget Mila karena kau tak mengenalku sama sekali."

Mata Mila kembali membeliak mendengar penuturan sang suami. Gadis berambut hitam lurus itu tidak menyangka sama sekali bila suaminya akan berkata begitu. "Apa maksud perkataanmu, Mas? Apa maksud, Mas, sikapmu selama yang aku tahu bukanlah dirimu? Apa maksudmu, Mas, apa?! Katakan Mas?! Kau semakin membuatku ingin tahu semua penjelasan dari apa yang kamu katakan."

"Dasar cewek be*o! Tidak ada yang perlu dijelaskan. Kau saja yang bo*oh dan buta. Makanya jadi orang jangan naif!" Dandy mengetuk dahi Mila. 

"Naif, Mas, bilang? Bo*doh? Jadi cinta tulusku ini kau bilang bo*doh!? Tega kamu, Mas." Mila memukul dada Dandy.

"Cinta, cinta ... makan tuh cinta. Hari gini masih ngedepanin cinta. Emang hidup cukup hanya makan cinta. Dasar cewek be*o!" Kembali Dandy memaki dan membentak Mila. Dia merasa hal itu sangat menyenangkan. 

Mila begitu shock mendengar pengakuan Dandy dan mulai kehilangan kesabaran. Dia tidak tahan lagi menerima makian dan hinaan suaminya sehingga menamparnya.

Dandy terperanjak merasakan panas pada pipi kanannya. Pipi putih itu kini berwarna merah. 

Tak terima dengan apa yang dilakukan istrinya, pria beralis tebal itu mendorong sang istri dengan keras hingga jatuh ke lantai, dengan pantat mendarat terlebih dahulu. Kemudian, Dandy merunduk, mencengkeram pipi Mila yang merintih kesakitan akibat terjatuh. 

"Dasar cewek tak tahu diri. Udah mulai berani, ya?! Kalau saja aku tidak ingat masih membutuhkanmu, udah aku tinggalin kamu!" Dandy menghentakkan tangan lalu menegakkan badan dan beranjak keluar rumah.

"Mas ... Mas ... tunggu ... Mas mau kemana? Mas!" Tangan Mila mencoba menggapai-gapai tetapi rasa sakit yang teramat membuatnya tak sanggup berdiri.

Dandy tidak menghiraukannya dan terus saja berlalu dengan penuh kekesalan.

Mila menangis sambil merintih. Tak hanya sakit dipantat saja yang dia rasakan, tetapi di perutnya juga. Dia tidak tahu kenapa perutnya menjadi kram dan sakit sekali. Tak lama kemudian, cairan kental berwarna merah keluar dari sela paha dan membasahi celananya.

Mila tidak tahu apa yang terjadi padanya. Dia sangat panik. "Ya Allah, apalagi ini? Kenapa ada darah yang keluar? Apa aku datang bulan? Tapi kenapa perutku rasanya sakit sekali? Tidak seperti biasanya."

"Aah!" Mila berteriak tertahan, lalu mendesis tatkala rasa sakit di perutnya semakin menjadi. 

Mila berusaha berdiri, tetapi tetap saja tidak bisa lalu mengesot mendekati meja makan. Berpegangan pada kaki meja dia kembali mencoba berdiri dan meraih ponsel yang ada di atas meja yang ditinggalkannya semalam. Dihubunginya nomer Nadia dengan segera, tetapi takjua tersambung.

.

.

.

To be continue .... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status