تسجيل الدخولNatasya melepaskan pelukannya dan menatap wajah Aron dengan pandangan ragu. "Tapi Mas, bagaimana dengan Alex dan Mira? Mereka sudah terlalu banyak melihat. Alex terutama, dia pasti tidak akan berhenti mencari tahu."Aron menghela nafas panjang. Dia tahu istrinya benar. Alex bukan tipe orang yang mudah melepaskan rasa penasarannya. Pria itu terlalu cerdas dan terlalu jeli mengamati."Kita hadapi saja kalau mereka bertanya," jawab Aron sambil menggenggam tangan Natasya. "Tapi kita minta mereka untuk merahasiakan. Setidaknya sampai kamu lulus.""Apa mereka mau?" Natasya terlihat tidak yakin."Mira sepertinya sudah tahu, tapi dia cukup bijak untuk tidak menyebarkannya. Dia teman baikmu kan?" Aron mencoba menenangkan istrinya.Natasya mengangguk pelan. "Iya, Mira bisa dipercaya. Dia tidak akan menyebarkan rahasia orang lain. Tapi aku tidak terlalu kenal Alex. Aku tidak tahu apakah dia bisa menjaga rahasia atau tidak."Aron menatap istrinya dengan serius. "Kalau begitu kita harus bicara lan
"Tidak ada tapi-tapian," potong Aron sambil menatap mata istrinya dengan serius. "Besok kamu juga tidak akan masuk kuliah. Kamu akan istirahat di rumah sampai benar-benar pulih. Ujian bisa menyusul nanti."Natasya menghela nafas. Dia tahu tidak ada gunanya membantah kalau Aron sudah bicara dengan nada seperti itu."Baik, Mas. Aku akan istirahat," ujar Natasya akhirnya."Bagus," Aron tersenyum puas. "Sekarang tidur. Aku akan cuci piring dulu lalu kembali ke sini."Aron pergi ke dapur dengan membawa nampan kotor. Dia mencuci semua peralatan dengan cepat lalu kembali ke kamar. Tapi kali ini dia tidak datang dengan tangan kosong. Dia membawa laptop dan tumpukan buku serta berkas.Natasya yang melihat suaminya membawa barang-barang itu langsung duduk. "Mas mau kerja? Kenapa tidak di ruang kerja saja?""Aku mau kerja di sini," jawab Aron sambil meletakkan laptop dan buku-bukunya di meja kecil dekat ranjang."Tapi bukankah lebih nyaman di ruang kerja?" tanya Natasya bingung.Aron duduk di pi
Pintu rumah terbuka dan Aron melangkah masuk dengan membopong Natasya di gendongannya. Meski Natasya sudah protes berkali-kali bahwa dia bisa berjalan sendiri, Aron tetap bersikeras menggendongnya dari mobil sampai ke kamar tidur mereka."Mas, aku bisa jalan sendiri. Aku tidak separah itu," ujar Natasya sambil melingkarkan tangannya di leher Aron."Tidak boleh. Kamu masih lemah. Nanti kalau jatuh bagaimana?" tolak Aron sambil terus berjalan naik ke lantai dua dengan langkah mantap.Natasya hanya bisa menghela nafas dan menurut saja. Kalau suaminya sudah begini, percuma saja membantah. Lebih baik dia menikmati saja digendong oleh Aron.Sampai di kamar tidur, Aron membaringkan Natasya di ranjang dengan sangat hati-hati. Seolah istrinya terbuat dari kaca yang rapuh dan mudah pecah. Dia mengatur bantal agar posisi kepala Natasya nyaman, lalu menarik selimut hingga menutupi tubuh istrinya sampai dada."Sudah nyaman?" tanya Aron sambil duduk di pinggir ranjang, tangannya tidak lepas dari ta
"Serius, Pak?" Alex juga tidak percaya."Iya. Anggap saja reward karena kalian sudah menolong teman kalian dengan tulus," jawab Aron sambil mengeluarkan ponselnya dan mencatat di aplikasi penilaian mahasiswa.Mira dan Alex sangat senang. Sepuluh poin dari Pak Aron yang terkenal pelit nilai? Ini seperti mimpi! Biasanya Pak Aron sangat susah memberikan nilai tinggi, apalagi memberikan poin tambahan tanpa ujian atau tugas tambahan."Terima kasih banyak, Pak!" seru Mira dengan antusias."Iya, terima kasih, Pak Aron!" Alex juga berterima kasih meski di benaknya muncul pertanyaan besar.Kenapa Pak Aron memberikan sepuluh poin hanya karena mereka menjaga Natasya? Bukankah itu terlalu berlebihan? Seharusnya paling banter diberi lima poin saja sudah bagus. Tapi sepuluh poin?Alex menyenggol lengan Mira, memberikan kode bahwa ada yang aneh. Tapi Mira hanya meliriknya sekilas dan tidak merespon."Sudah, kalian kembali saja. Pasti lelah seharian di sini," ujar Aron sambil melambaikan tangan, memi
Aron berjalan tergesa-gesa menyusuri koridor menuju ruangannya. Jam mengajarnya baru saja selesai dan yang ada di pikirannya hanya satu, menyelesaikan semua pekerjaannya secepat mungkin lalu kembali ke poliklinik untuk merawat Natasya.Dia membuka pintu ruangannya dengan cepat dan langsung duduk di kursi kerjanya. Tangannya bergerak lincah menyalakan laptop dan membuka tumpukan berkas yang harus diperiksa hari ini."Harus cepat," gumam Aron sambil mulai mengoreksi tugas mahasiswa dengan cepat namun tetap teliti.Matanya fokus pada layar laptop, tangannya sibuk mengetik feedback untuk setiap tugas. Sesekali dia melirik jam di pergelangan tangannya, menghitung berapa lama lagi dia bisa kembali ke sisi istrinya.Tok tok tok.Suara ketukan di pintu membuat Aron menghela nafas panjang. Dia tidak ingin diganggu sekarang. Tapi sebagai dosen, dia tidak bisa mengabaikan mahasiswa yang mungkin butuh bantuan."Masuk," ujar Aron tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.Pintu terbuka dan masukl
Alex tidak berani melanjutkan pikirannya.Aron yang menyadari tatapan Alex, akhirnya membuka suara. Dia tidak bisa terus pura-pura tidak peduli pada istrinya. Tapi dia juga tidak bisa secara terang-terangan menunjukkan hubungan mereka yang sebenarnya."Aku memang tidak bisa melihat orang sakit," ujar Aron tiba-tiba, mencoba memberikan penjelasan. "Apalagi mahasiswaku sendiri. Jadi aku merasa bertanggung jawab untuk memastikan Natasya makan dengan baik supaya cepat pulih."Alex mengangguk pelan meski ekspresi ragunya masih terlihat jelas. "Oh, begitu.""Lagipula Natasya mahasiswi yang rajin. Sayang kalau sampai sakit terus tidak bisa mengikuti kuliah," tambah Aron sambil merapikan kotak-kotak makanan yang sudah kosong."Terima kasih banyak atas perhatiannya, Pak," ujar Natasya dengan suara pelan, berusaha memainkan perannya sebagai mahasiswa yang berterima kasih pada dosennya.Aron menatap istrinya sekilas sebelum mengalihkan pandangan. Dia ingin sekali memeluk Natasya, tapi dia tahu d







