Share

6 Mendapatkan Pujian

last update Last Updated: 2025-09-23 18:15:30

Asap menegepul di dapur mengawali hari Kanaya sebagai pembantu di rumah ini. Kanaya sangat bersemangat setelah ia berhasil memperpanjang nafas untuk bekerja disini.

Bram, akhirnya bisa mengerti kondisinya meski ia harus menurunkan harga diri demi bersimpuh memohon kepada sang majikan.

Dengan sangat hati-hati, Kanaya gunakan peralatan dapur yang fancy itu. Jika sampai lecet sedikit saja, tentunya Kanaya akan merasa sangat bersalah. Bahkan, gajinya saja mungkin tidak akan cukup untuk mengganti peralatan dapur disini.

Apalagi, setelah kejadian kemarin. Kanaya menjadi ekstra hati-hati dalam bekerja. Sudah kepalang tanggung, Kanaya tak mungkin mundur karena ia tak mau pulang dengan tangan kosong.

“Nduk.”

Kanaya tolehkan kepalanya. Nampak Lastri yang mendekat dengan sapu dan cikrak di tangannya.

“Iya Bude?”

“Nanti, sebelum jam tujuh makanannya harus sudah siap di meja makan.”

“Iya Bude. Ini juga sudah mau selesai.”

Lastri mengangguk dan tersenyum. Keahlian Kanaya dalam memasak memang tidak perlu di ragukan lagi.

Ya meskipun, semalam keponakannya itu mengeluh tak bisa mengolah bahan-bahan mahal.

Namun, dengan sabarnya Lastri mengajari Kanaya dan meminta Kanaya untuk melihat resep yang ada di internet. Dan buktinya, masakan Kanaya terlihat menggiurkan sekali.

“Jangan lupakan semua aturan di rumah ini. Nanti, kamu harus tetap berada di dekat meja makan selama mereka sarapan.”

“Kanaya ingat kok, Bude.”

“Ya sudah, Bude mau lanjutkan pekerjaan Bude dulu.”

Seperti yang Lastri instruksikan, Kanaya menata semua makanan di meja makan sebelum jam tujuh. Dan ternyata benar, tepat jam tujuh para penghuni rumah ini mulai berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama.

Seraya mengamati wajah para majikannya, Kanaya mulai mengingat nama-nama mereka. Lastri sudah menunjukkan semuanya semalam dan itu cukup membantunya.

“Wah, kelihatannya enak.”

Bella yang merupakan anak paling bontot di keluarga ini, tanpa sungkan memuji masakan Kanaya. Hanya dari tampilannya saja, Bella sudah bisa membayangkan betapa enaknya masakan Kanaya.

“Mbak yang masak semua ini?”

“Iya, Non.”

Disaat Bella mengagumi masakan Kanaya, Setya sudah lebih dulu memulai makannya.

“Enak sekali. Masakanmu tidak kalah dengan mbak Wati.” Puji Setya tanpa ragu.

Melihat reaksi dari Setya dan juga Bella, Kanaya bisa menyimpulkan jika kedua adik Bram ini jauh lebih ramah dari pada sang kakak.

Linda dan Edward yang merupakan orang tua disana pun ikut memakan masakan Kanaya. Kepala mereka mengangguk, seolah mengiyakan ucapan Bella dan Setya.

“Mbok Lastri sudah cerita banyak tentangmu. Kamu masih cukup muda dan kemampuan memasak mu luar biasa.” Ujar Linda melontarkan pujiannya.

Dengan tersenyum canggung, Kanaya merasa sangat tersanjung sekali dengan pujian yang diberikan kepadanya.

“Terimakasih, Nyonya. Saya masih harus belajar banyak sebab saya masih belum terbiasa memasak makanan modern.”

“Tidak harus modern, Naya. Bahkan masakan rumahan seperti ini saja sangat enak. Yang penting, kamu tahu bahan apa saja yang tidak kami sukai.” Terang Linda.

“Baik Nyonya.”

Ternyata benar apa yang Lastri ucapkan jika majikannya sangat baik. Mungkin, minusnya hanya ada di Bram saja yang tempramen dan tidak sabaran.

Namun, ini semakin memacu semangat Kanaya untuk bekerja lebih keras lagi.

“Ambilkan nasi untukku.” Pinta Bram.

Kanaya mengangguk dan mengikuti perintah Bram. Bram menunjuk lauk apa saja yang ingin dimakannya dan dengan sangat telaten Kanaya melayani Bram dengan baik.

Kanaya sudah tak terkejut lagi, sebab Lastri sudah mengatakannya semalam. Diantara anggota keluarga yang lain, Bram memang selalu meminta di layani.

“Ini Tuan.”

Melihat kebersamaan keluarga ini, Kanaya menjadi iri sekali. Sejak kecil, Kanaya tak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tuanya.

Hidup bersama dengan sang nenek, membuat Kanaya tak berharap banyak. Bisa makan saja, rasanya sudah sangat bersyukur.

“Abang Bram.” Panggil Bella.

“Hmmmm...” Jawab Bram seraya memasukkan nasi ke dalam mulutnya.

“Minta uang dong. Aku ada proyek di kampus.”

Bram melirik ke arah Bella, “Berapa?”

“Lima juta.”

Diam-diam, Kanaya memperhatikan Bram yang mendadak mengambil ponsel.

“Sudah aku transfer.” Bram menunjukkan bukti transferan kepada Bella.

Bella bersorak kegirangan,“Yeee, terimakasih abang.”

Kanaya tercengang melihat betapa mudahnya Bram mengeluarkan uang sebanyak itu hanya dalam hitungan detik. Lima juta adalah nominal yang sangat besar bagi Kanaya.

“Jangan terlalu memanjakan adikmu, Bram. Kemarin, papa juga sudah memberinya uang.” Ucap Edward.

“Ih papa... Itu kan uang jajan untukku. Tapi yang ini kan beda lagi.”

“Dia minta ke papa juga?” Tanya Setya cukup terkejut, “Kemarin dia meminta uang padaku dua juta. Katanya mau buat party sama teman-temannya.”

“Bohong... Uang dua juta itu, aku gunakan untuk-“

“Jangan berani untuk pergi ke club lagi, Bella. Jika aku tahu kamu pergi ke sana, maka aku tidak akan pernah memberimu uang lagi.” Ancam Bram yang langsung memotong ucapan Bella.

“I-iya Bang.”

“Tuh, dengerin baik-baik ucapan abang mu. Kamu itu fokus kuliah dulu dan jangan melewati batasan dalam pergaulan.” Sambar Linda.

“Iya ma.” Jawab Bella lirih.

Kanaya benar-benar mengalami culture shock saat ini. Bagi orang dengan pendapatan yang pas-pasan seperti dirinya, ia pasti akan berpikir ratusan kali hanya untuk mengeluarkan uang.

Meski untuk kebutuhan rumah tangga sekalipun.

Tapi, sepertinya itu tidak berlaku bagi keluarga ini. Mereka mengeluarkan uang dengan sangat mudahnya seperti membeli sebuah permen.

***

Setelah semua orang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing, rumah ini nampak sepi sekali. Apalagi, ketika Lastri diajak pergi oleh Linda untuk belanja bulanan.

Kanaya tak menyangka, jika pekerjaannya tak seberat apa yang ia bayangkan. Nyatanya, semua orang sudah memiliki jobdesk masing-masing. Dan tugas Kanaya memang bagian dapur.

Mungkin sesekali, Kanaya akan membantu Lastri beberes jika dirinya sudah tak memiliki kesibukan apapun.

“Panas sekali...”

Kanaya menatap ke langit dan matahari sangat terik. Kanaya hampir saja terlupa jika Lastri berpesan untuk menyiram bunga yang ada di taman depan.

Sudah hampir jam dua belas dan ia baru teringat. Alhasil, ia putuskan untuk menyiramnya saja daripada bunga cantik-cantik ini layu dan mati.

“Buka gerbangnya!”

“Iya Pak.”

Kanaya menoleh ketika mendengar suara teriakan seseorang. Dan terlihat mobil milik Bram masuk ke dalam setelah gerbang terbuka.

“Ini baru jam berapa? Kenapa Tuan Bram sudah pulang?” Gumam Kanaya lalu mematikan kran air.

Kanaya perhatikan Bram yang keluar dari garasi. Ada yang berbeda dari Bram. Penampilan Bram sedikit acak-acakan dan wajahnya pucat.

“Selamat siang, Tuan Bram.”

Bram berhenti sejenak dan menatap Kanaya. Matanya mendadak berkunang-kunang. Kepalanya yang semula pusing semakin berdenyut.

“Tuan, baik-baik saja?”

Pertanyaan Kanaya itu tak terdengar jelas lagi di telinganya. Hingga, detik berikutnya Bram merasakan pandangannya gelap.

Bruk

Tubuh Bram ambruk dan tak sadarkan diri. Kanaya yang ada disana reflek menahan tubuh Bram yang sangat berat.

“Tuan Bram!” Pekik Kanaya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 8 Kedatangan Helena

    Bram merasakan tubuhnya jauh lebih baik setelah meminum obat penurun demam. Kepalanya yang semula sangat pusing pun perlahan mulai berkurang. Tubuhnya jauh lebih rileks sekarang. Bram tak menampik, jika olesan campuran bawang merah dan minyak telon cukup berdampak pada tubuhnya. Sepertinya, Kanaya cukup terampil untuk merawat orang yang sakit. Bram putuskan untuk turun setelah hidungnya mencium aroma masakan yang sangat enak. Aroma ini jelas berasal dari dapur. “Dia lagi.” Gumam Bram.Langkah Bram tertahan di undakan tangga terakhir. Ia layangkan tatapannya kepada Kanaya yang tengah berkutat di dapur. Meksi hanya berbalut dengan kaos oversize dan juga rok panjang, namun Bram harus akui jika Kanaya memiliki kecantikan yang alami. Tak ada bedak maupun lipstik menghiasi wajah wanita itu. Tapi, kecantikan khas wanita desa terpancar dengan sempurna dalam diri Kanaya. “Ehem...”Bram sengaja berdeham untuk menarik atensi Kanaya. Langkahnya terayun untuk mendekat ke arah dapur.“Tuan B

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 7 Perhatian Kanaya

    Dengan bantuan Sarno, Kanaya membawa Bram masuk ke dalam kamar pria itu yang ada di lantai dua. Tubuh Bram yang sangat besar dan tinggi, tentu saja sempat membuat Kanaya dan Sarno kualahan. Namun, setelah bersusah payah, akhirnya Bram berhasil di bawa ke kamar. Sarno yang sudah berumur nampak ngos-ngosan setelah membopong Bram menaiki tangga.“Pak, disini ada persediaan obat tidak?” Tanya Kanaya.“Kalau itu, Bapak kurang tahu. “Kanaya lepaskan sepatu Bram dan juga kaos kakinya. Tubuh Bram panas dan tentunya butuh obat penurun demam.“Boleh minta tolong tidak, Pak?”“Minta tolong apa?”“Boleh minta tolong belikan obat penurun demam tidak? Saya tidak tahu dimana apoteknya.”Sarno mengangguk, “Saya belikan sebentar. Di dekat sini ada apotek.”“Terimakasih, Pak.” Sepeninggal Sarno, Kanaya menyiapkan kompres. Ia membawa baskom berisi air dan juga kain bersih. Dengan duduk di tepi kasur, Kanaya menempelkan kain itu di kening Bram.“Dingin sekali...” Kanaya tersentak ketika Bram mulai

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   6 Mendapatkan Pujian

    Asap menegepul di dapur mengawali hari Kanaya sebagai pembantu di rumah ini. Kanaya sangat bersemangat setelah ia berhasil memperpanjang nafas untuk bekerja disini. Bram, akhirnya bisa mengerti kondisinya meski ia harus menurunkan harga diri demi bersimpuh memohon kepada sang majikan.Dengan sangat hati-hati, Kanaya gunakan peralatan dapur yang fancy itu. Jika sampai lecet sedikit saja, tentunya Kanaya akan merasa sangat bersalah. Bahkan, gajinya saja mungkin tidak akan cukup untuk mengganti peralatan dapur disini.Apalagi, setelah kejadian kemarin. Kanaya menjadi ekstra hati-hati dalam bekerja. Sudah kepalang tanggung, Kanaya tak mungkin mundur karena ia tak mau pulang dengan tangan kosong. “Nduk.”Kanaya tolehkan kepalanya. Nampak Lastri yang mendekat dengan sapu dan cikrak di tangannya. “Iya Bude?” “Nanti, sebelum jam tujuh makanannya harus sudah siap di meja makan.”“Iya Bude. Ini juga sudah mau selesai.”Lastri mengangguk dan tersenyum. Keahlian Kanaya dalam memasak memang t

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 5 Awal Yang Buruk

    Kanaya tak dapat membendung air matanya. Hari ini, ia akan berpisah dengan Zahra. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Kanaya mengambil keputusan untuk ikut Lastri kerja ke Jakarta. Meski berat, tapi Kanaya lakukan semua ini demi sang putri. “Ayo, Nduk. Jangan sampai kita ketinggalan kereta.”Kanaya meraup oksigen sangat kuat lalu menciumi wajah Zahra yang tertidur pulas di gendongan Rini.“Titip Zahra ya, Mbak.”“Iya, Nay. Kamu kerja yang tenang disana, biar Zahra kami urus.”Kanaya menyeka air matanya dengan cepat lalu mengusap rambut Zahra. Dengan langkah berat, akhirnya Kanaya pergi meninggalkan putrinya.Sepanjang perjalanan, air mata Kanaya tak berhenti mengalir. Ia menatap kosong ke arah jendela kereta sembari memegang foto kecil putrinya.“Ibu berjanji akan membuatmu bahagia, Nak. Ibu tidak akan membuatmu merasakan penderitaan seperti yang ibu rasakan dulu.” Kanaya menguatkan hati. Tekadnya sudah bulat untuk mengubah ekonomi keluarganya.Hendra sudah tak lagi bertanggungjawab

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 4 Keputusan Berat

    “Sus, tolong nenek saya.” “Kami akan melakukan pertolongan dengan cepat. Silahkan kalian urus pendaftarannya lebih dulu.”Setelah, urusan pendaftaran selesai, Kanaya menunggu bersama Rini dengan penuh kekhawatiran di ruang tunggu IGD. Zahra yang berada di gendongan Kanaya sudah tak berdaya dan terlelap. Penyakit jantung Asih kemungkinan besar kambuh karena mendengar kabar mengejutkan mengenai penyitaan rumah milik Kanaya. “Untung saja kalian cepat membawa nenek kalian kesini. Kalau terlambat sedikit saja, pasti nyawanya tidak akan tertolong. Nenek kalian memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya dan sudah sering keluar masuk rumah sakit.” Ucap Dokter sembari membaca rekam medis milik Asih.Dari kertas rekam medis, tertera jelas jika Asih sudah pernah berobat kesini dan beberapa kali harus rawat inap karena penyakit jantung yang sering kali kambuh. “Apa perlu rawat inap?” Tanya Kanaya. “Kami akan melakukan observasi lebih lanjut. Masalah jantungnya sepertinya bertambah parah d

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 3 Fakta Mengejutkan

    Plak “Berani sekali kamu bicara seperti itu, Mas!” Ucap Kanaya seraya melayangkan tamparan keras ke pipi Hendra. Hendra memegangi pipinya. Tatapan Hendra sangat tajam bak sebuah pedang yang siap menusuk musuhnya.“Semua ini salah kamu, Naya. Jika kamu tidak memperkenalkanku kepada Susi, maka semua ini tidak akan terjadi.” Jawab Hendra mencoba membela diri.Kanaya tersenyum tak percaya, “Kamu bilang ini salahku? Apa kamu tidak punya malu? Kamu yang sudah bermain api dengan Susi dan bisa-bisanya kamu bilang semua ini salahku.”“Sudah cukup! Jangan bertengkar lagi.” Sambar Asih.Asih sudah tidak kuat lagi menyaksikan pertengkaran Kanaya dengan Hendra. “Apa kesalahan yang Naya perbuat padamu?" Dengan tangan keriputnya, Asih menunjuk wajah Hendra. "Selama ini, dia mengabdikan hidupnya padamu, Hendra. Dia bahkan rela bekerja demi membantu mencukupi kebutuhan rumah ini. Tapi, kamu seolah menutup mata dengan apa yang Naya lakukan selama ini. Kamu tidak memberikan nafkah yang pantas untuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status