Home / Romansa / Jerat Cinta Pembantu Jandaku / Bab 7 Perhatian Kanaya

Share

Bab 7 Perhatian Kanaya

last update Last Updated: 2025-09-23 19:00:24

Dengan bantuan Sarno, Kanaya membawa Bram masuk ke dalam kamar pria itu yang ada di lantai dua. Tubuh Bram yang sangat besar dan tinggi, tentu saja sempat membuat Kanaya dan Sarno kualahan.

Namun, setelah bersusah payah, akhirnya Bram berhasil di bawa ke kamar. Sarno yang sudah berumur nampak ngos-ngosan setelah membopong Bram menaiki tangga.

“Pak, disini ada persediaan obat tidak?” Tanya Kanaya.

“Kalau itu, Bapak kurang tahu. “

Kanaya lepaskan sepatu Bram dan juga kaos kakinya. Tubuh Bram panas dan tentunya butuh obat penurun demam.

“Boleh minta tolong tidak, Pak?”

“Minta tolong apa?”

“Boleh minta tolong belikan obat penurun demam tidak? Saya tidak tahu dimana apoteknya.”

Sarno mengangguk, “Saya belikan sebentar. Di dekat sini ada apotek.”

“Terimakasih, Pak.”

Sepeninggal Sarno, Kanaya menyiapkan kompres. Ia membawa baskom berisi air dan juga kain bersih.

Dengan duduk di tepi kasur, Kanaya menempelkan kain itu di kening Bram.

“Dingin sekali...”

Kanaya tersentak ketika Bram mulai merancau. Wajah Bram semakin pucat dan telapak tangannya juga sangat panas.

“Panas sekali.”

“Dingin... Matikan AC nya.”

Bram masih terus merancau meski ia terpejam.

“Bagaimana cara mematikannya? Aku bahkan tidak pernah menggunakan AC.”

Kanaya memutuskan untuk turun lagi ke dapur. Diambilnya bawang merah yang sudah ia kupas. Ia membawa beberapa dan dibawanya kembali ke atas.

Menunggu Sarno yang tak kunjung kembali, Kanaya akhirnya memutuskan untuk menggunakan cara tradisonal menggunakan bawang untuk menurunkan panas.

Cara ini seringkali ia gunakan ketika Zahra demam. Dan itu cukup ampuh sekali.

“Permisi ya, Tuan.”

Kanaya mulai melepaskan jas dan kemeja atas milik Bram. Meski, terkesan tidak sopan tapi Kanaya memang harus melakukannya.

Kanaya benar-benar menahan nafasnya ketika tubuh atletis milik Bram terpampang nyata di depan matanya. Siapa sangka. dibalik kemeja ini Bram memilik tubuh berotot dan juga kekar.

“Huh....”

Kanaya gelengkan kepalanya agar otaknya tetap waras. Dan akhirnya, bawang yang sudah ia kupas dan iris itu, ia campurkan dengan minyak telon. Setelahnya, ia oleskan di dada, punggung, perut, telapak tangan dan kaki.

“Semoga demam Tuan Bram bisa cepat turun.”

Kanaya kembali meninggalkan Bram. Sarno yang keluar untuk membelikan obat demam untuk Bram pun akhirnya pulang.

"Ini obatnya. Tadi apoteknya ramai sekali, jadi sedikit lama."

“Terimakasih ya, Pak.”

“Sama-sama. Bagaimana kondisi Tuan Bram?”

“Masih demam. Mungkin setelah minum ini, demamnya bisa turun.”

“Ya sudah. Bapak kembali ke pos dulu.”

"Iya Pak."

Kanaya menyimpan obat itu dan memilih untuk membuatkan bubur untuk Bram.

Ini semua Kanaya lakukan mengikuti nalurinya sebagai seroang wanita yang pernah berkeluarga.

Kanaya paling tidak bisa jika melihat orang sakit. Dan dia pasti akan melakukan apapun untuk membantu Bram , meski Kanaya sebenarnya takut dengan Bram.

Semangkuk bubur asin sudah siap. Kanaya bawa semuanya kembali ke kamar.

“Tuan Bram.”

Kanaya sedikit dikejutkan ketika melihat Bram sudah duduk diatas kasur. Bram nampak mendengus aroma tubuhnya yang aneh.

“Tuan Bram sudah sadar?”

Kanaya berjalan mendekat dan meletakkan nampan itu di atas nakas.

“Kenapa tubuhku penuh dengan bawang?”

Bram singkirkan irisan bawang yang ada di dada dan perutnya. Tatapannya sengit mengarah pada Kanaya seolah ia menunggu jawaban dari wanita itu.

“Itu, saya yang meletakkannya.” Akui Kanaya dengan jujur.

Tentu saja Bram terkejut mendengarnya, “Kenapa kamu letakkan bawang ini di tubuhku? Menjijikkan sekali.”

“Tadi, Tuan Bram demam tinggi. Jadi, saya mencoba cara tradisional yang biasa saya lakukan untuk menurunkan demam.”

“Jangan konyol, Kanaya! Kamu membuat tubuhku bau bawang semua.”

Kanaya memberanikan diri untuk menyentuh kening Bram, “Tapi, demamnya sudah turun. Setidaknya, tidak sepanas tadi.”

Bram memejamkan matanya dan menyingkirkan tangan kanaya dari keningnya.

“Minggir! Aku mau mandi dulu.”

“Jangan mandi dulu, Tuan.” Cegah Kanaya.

“Tuan sedang demam. Nanti, Tuan malah

menggigil.”

“Mau mencoba mengaturku?”

Kanaya menggeleng cepat, “Sama sekali tidak. Lebih baik, Tuan makan dulu dan setelah itu minum obat.”

Bram melihat Kanaya dengan lekat. Sebelmunya, Bram tak pernah diperhatikan seperti ini ketika sakit sejak ia dewasa.

Biasanya, Bram hanya akan tidur dan setelah itu sembuh sendiri. Itulah mengapa, Bram memutuskan untuk pulang ketika ia merasakan tubuhnya tidka baik-baik saja saat di kantor tadi.

“Makan dulu, Tuan. Setidaknya, perut Tuan terisi sebelum minum obat.”

Bram pandangi mangkuk berisi bubur yang Kanaya sodorkan kepadanya, “Aku tidak sakit parah. Bagaimana bisa kamu memberiku makan bubur yang sangat tidak enak itu.” Cibir Bram.

“Dicoba dulu saja, Tuan. Jangan dilihat dari tampilannya.”

Bram berdecih pelan. Perutnya memang sangat lapar sekali, tapi bubur di depannya ini sama sekali tak membuatnya berselera.

“Saya yakin rasanya enak. Saya mencampurkan kaldu ayam dan juga-“

“Diamlah! Jangan bicara terus.”

Kanaya mengunci rapat bibirnya. Sentakan dari Bram membuat nyali Kanaya sedikit ciut.

Dengan sangat tidak bersemangat, Bram memasukkan satu sendok bubur itu ke dalam mulutnya.

Kanaya hanya berharap jika Bram tak memuntahkan bubur buatannya itu.

“Lumayan.” Ucap Bram.

Ada senyum tipis terukir di bibir Kanaya. Melihat Bram makan dengan lahap tentu saja membuat Kanaya senang. Setidaknya cemoohan Bram di awal tadi, bisa ia buktikan dengan rasa bubur buatannya yang enak.

Bram sendiri tak tahu mengapa ia memakan bubur ini, bahkan sampai habis. Bubur semangkuk itu habis dilahap olehnya. Padahal, Bram bukanlah tipe orang yang suka dengan makanan lembek seperti ini.

“Minum dulu, Tuan.”

Bram meneguk air dalam gelas yang diberikan oleh Kanaya. Sambil melirik Kanaya, Bram meminum air itu. Sedangkan, Kanaya masih duduk di dekatnya seraya menyiapkan obat untuk Bram.

“Sekarang, minum obatnya dulu.”

Bram masih mengunci mulutnya dan meminum obat demam itu. Bram benar-benar merasa diperhatikan sekali. Padahal, kekasihnya saja tak pernah memperlakukannya seperti ini saat ia sakit.

“Kenapa kamu membantuku?”

“Sudah kewajiban kita untuk membantu sesama, Tuan. Apalagi, Tuan majikan saya.”

“Kamu tidak sakit hati padaku? Jika aku jadi kamu, aku tidak akan mau menolong orang yang sudah jahat kepadaku.”

Kanaya menyulam senyum tipisnya, “Ehmmm, saya sudah melupakan kejadian kemarin, Tuan. Tidak baik memendam dendam kepada orang yang menyakiti hati kita.”

“Jangan memasang topeng untuk mencari perhatianku.” Sindir Bram.

“Saya sama sekali tidak berniat seperti itu. Tujuan saya disini hanya untuk bekerja dan bukan untuk mencari simpati dari Tuan.” Tegas Kanaya yang langsung berlalu pergi.

Deg!

Bram terhenyak dengan jawaban dari Kanaya. Kanaya adalah wanita pertama yang sama sekali tidak tertarik dengan pesonanya.

“Menarik sekali.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 8 Kedatangan Helena

    Bram merasakan tubuhnya jauh lebih baik setelah meminum obat penurun demam. Kepalanya yang semula sangat pusing pun perlahan mulai berkurang. Tubuhnya jauh lebih rileks sekarang. Bram tak menampik, jika olesan campuran bawang merah dan minyak telon cukup berdampak pada tubuhnya. Sepertinya, Kanaya cukup terampil untuk merawat orang yang sakit. Bram putuskan untuk turun setelah hidungnya mencium aroma masakan yang sangat enak. Aroma ini jelas berasal dari dapur. “Dia lagi.” Gumam Bram.Langkah Bram tertahan di undakan tangga terakhir. Ia layangkan tatapannya kepada Kanaya yang tengah berkutat di dapur. Meksi hanya berbalut dengan kaos oversize dan juga rok panjang, namun Bram harus akui jika Kanaya memiliki kecantikan yang alami. Tak ada bedak maupun lipstik menghiasi wajah wanita itu. Tapi, kecantikan khas wanita desa terpancar dengan sempurna dalam diri Kanaya. “Ehem...”Bram sengaja berdeham untuk menarik atensi Kanaya. Langkahnya terayun untuk mendekat ke arah dapur.“Tuan B

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 7 Perhatian Kanaya

    Dengan bantuan Sarno, Kanaya membawa Bram masuk ke dalam kamar pria itu yang ada di lantai dua. Tubuh Bram yang sangat besar dan tinggi, tentu saja sempat membuat Kanaya dan Sarno kualahan. Namun, setelah bersusah payah, akhirnya Bram berhasil di bawa ke kamar. Sarno yang sudah berumur nampak ngos-ngosan setelah membopong Bram menaiki tangga.“Pak, disini ada persediaan obat tidak?” Tanya Kanaya.“Kalau itu, Bapak kurang tahu. “Kanaya lepaskan sepatu Bram dan juga kaos kakinya. Tubuh Bram panas dan tentunya butuh obat penurun demam.“Boleh minta tolong tidak, Pak?”“Minta tolong apa?”“Boleh minta tolong belikan obat penurun demam tidak? Saya tidak tahu dimana apoteknya.”Sarno mengangguk, “Saya belikan sebentar. Di dekat sini ada apotek.”“Terimakasih, Pak.” Sepeninggal Sarno, Kanaya menyiapkan kompres. Ia membawa baskom berisi air dan juga kain bersih. Dengan duduk di tepi kasur, Kanaya menempelkan kain itu di kening Bram.“Dingin sekali...” Kanaya tersentak ketika Bram mulai

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   6 Mendapatkan Pujian

    Asap menegepul di dapur mengawali hari Kanaya sebagai pembantu di rumah ini. Kanaya sangat bersemangat setelah ia berhasil memperpanjang nafas untuk bekerja disini. Bram, akhirnya bisa mengerti kondisinya meski ia harus menurunkan harga diri demi bersimpuh memohon kepada sang majikan.Dengan sangat hati-hati, Kanaya gunakan peralatan dapur yang fancy itu. Jika sampai lecet sedikit saja, tentunya Kanaya akan merasa sangat bersalah. Bahkan, gajinya saja mungkin tidak akan cukup untuk mengganti peralatan dapur disini.Apalagi, setelah kejadian kemarin. Kanaya menjadi ekstra hati-hati dalam bekerja. Sudah kepalang tanggung, Kanaya tak mungkin mundur karena ia tak mau pulang dengan tangan kosong. “Nduk.”Kanaya tolehkan kepalanya. Nampak Lastri yang mendekat dengan sapu dan cikrak di tangannya. “Iya Bude?” “Nanti, sebelum jam tujuh makanannya harus sudah siap di meja makan.”“Iya Bude. Ini juga sudah mau selesai.”Lastri mengangguk dan tersenyum. Keahlian Kanaya dalam memasak memang t

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 5 Awal Yang Buruk

    Kanaya tak dapat membendung air matanya. Hari ini, ia akan berpisah dengan Zahra. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Kanaya mengambil keputusan untuk ikut Lastri kerja ke Jakarta. Meski berat, tapi Kanaya lakukan semua ini demi sang putri. “Ayo, Nduk. Jangan sampai kita ketinggalan kereta.”Kanaya meraup oksigen sangat kuat lalu menciumi wajah Zahra yang tertidur pulas di gendongan Rini.“Titip Zahra ya, Mbak.”“Iya, Nay. Kamu kerja yang tenang disana, biar Zahra kami urus.”Kanaya menyeka air matanya dengan cepat lalu mengusap rambut Zahra. Dengan langkah berat, akhirnya Kanaya pergi meninggalkan putrinya.Sepanjang perjalanan, air mata Kanaya tak berhenti mengalir. Ia menatap kosong ke arah jendela kereta sembari memegang foto kecil putrinya.“Ibu berjanji akan membuatmu bahagia, Nak. Ibu tidak akan membuatmu merasakan penderitaan seperti yang ibu rasakan dulu.” Kanaya menguatkan hati. Tekadnya sudah bulat untuk mengubah ekonomi keluarganya.Hendra sudah tak lagi bertanggungjawab

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 4 Keputusan Berat

    “Sus, tolong nenek saya.” “Kami akan melakukan pertolongan dengan cepat. Silahkan kalian urus pendaftarannya lebih dulu.”Setelah, urusan pendaftaran selesai, Kanaya menunggu bersama Rini dengan penuh kekhawatiran di ruang tunggu IGD. Zahra yang berada di gendongan Kanaya sudah tak berdaya dan terlelap. Penyakit jantung Asih kemungkinan besar kambuh karena mendengar kabar mengejutkan mengenai penyitaan rumah milik Kanaya. “Untung saja kalian cepat membawa nenek kalian kesini. Kalau terlambat sedikit saja, pasti nyawanya tidak akan tertolong. Nenek kalian memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya dan sudah sering keluar masuk rumah sakit.” Ucap Dokter sembari membaca rekam medis milik Asih.Dari kertas rekam medis, tertera jelas jika Asih sudah pernah berobat kesini dan beberapa kali harus rawat inap karena penyakit jantung yang sering kali kambuh. “Apa perlu rawat inap?” Tanya Kanaya. “Kami akan melakukan observasi lebih lanjut. Masalah jantungnya sepertinya bertambah parah d

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 3 Fakta Mengejutkan

    Plak “Berani sekali kamu bicara seperti itu, Mas!” Ucap Kanaya seraya melayangkan tamparan keras ke pipi Hendra. Hendra memegangi pipinya. Tatapan Hendra sangat tajam bak sebuah pedang yang siap menusuk musuhnya.“Semua ini salah kamu, Naya. Jika kamu tidak memperkenalkanku kepada Susi, maka semua ini tidak akan terjadi.” Jawab Hendra mencoba membela diri.Kanaya tersenyum tak percaya, “Kamu bilang ini salahku? Apa kamu tidak punya malu? Kamu yang sudah bermain api dengan Susi dan bisa-bisanya kamu bilang semua ini salahku.”“Sudah cukup! Jangan bertengkar lagi.” Sambar Asih.Asih sudah tidak kuat lagi menyaksikan pertengkaran Kanaya dengan Hendra. “Apa kesalahan yang Naya perbuat padamu?" Dengan tangan keriputnya, Asih menunjuk wajah Hendra. "Selama ini, dia mengabdikan hidupnya padamu, Hendra. Dia bahkan rela bekerja demi membantu mencukupi kebutuhan rumah ini. Tapi, kamu seolah menutup mata dengan apa yang Naya lakukan selama ini. Kamu tidak memberikan nafkah yang pantas untuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status