Home / Urban / Jerat Cinta Pembunuh Adikku / Chap 2 - Pertemuan Pertama

Share

Chap 2 - Pertemuan Pertama

Author: Siez
last update Last Updated: 2021-12-10 18:02:04

“Argh! Sial! Sial! Bisa-bisanya aku hampir terlambat ke bandara,” Avery mengutuk dirinya sendiri, ia berlari secepat kilat setelah turun dari taksi yang mengangkutnya menuju ke pintu masuk bandara Frankfurt, Jerman. Tiga puluh menit lagi, pesawat yang ia akan tumpangi akan take off.  

Avery segera menyerahkan tiket dan paspornya ke bagian check-in. Untungnya ia tidak membawa banyak barang, hanya backpack saja berisi beberapa pakaian, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengurus bagasi. Avery berpikir, ia tidak akan lama berada di Indonesia, ia pun tidak ingin terlalu lama berada di Indonesia karena pekerjaannya sangat banyak di Jerman.

Waktu sudah tidak terlalu banyak, ia segera berlari ke bagian pengecekan oleh sekuriti selanjutnya ke bagian imigrasi. Selesai melakukan foto dan cap jari di bagian imigrasi, ia berlari lagi ke boarding gate tujuannya. Nafasnya terengah-engah karena berlarian sejak tadi.  Bandara Frankfurt lumayan besar untuk dijelajahi dengan kecepatan tinggi seperti yang dilakukan Avery saat ini. 

“Aduh, capek banget,” keluh Avery sambil menghentikan langkahnya. Ia mencoba mengatur nafasnya yang sudah tidak teratur. Nafas saat ini sudah terasa habis. 

Pintu masuk ke pesawat sudah terbuka sejak sepuluh menit yang lalu. Dengan semua sisa tenaga, Avery berlari memasuki pesawat korean-air. Ia segera mencari tempat duduk yang terdaftar atas namanya.

“Fiuh, akhirnya aku bisa duduk di pesawat. Untung tidak terlambat. Jika tidak, uangku akan melayang sia-sia,” keluh Avery dalam hati. Ia menyeka keringat di wajahnya. “Hari ini seperti sedang lari marathon. Jika bukan karena Rosalind, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki ke Jakarta terutama ke rumah pria tua playboy itu!” ucap Avery dalam hati. Ia mematikan segala perangkat elektroniknya saat pesawat hendak take off. 

Kebetulan Avery mendapatkan tempat duduk di samping jendela, sehingga ia bisa melihat pemandangan langit yang sudah gelap, bahkan sangat gelap. Matanya seakan tidak mau berkompromi, sehingga ia tertidur.

Waktu yang dibutuhkan dari Frankfurt ke bandara Soekarno-hatta adalah sekitar 18 jam 45 menit karena harus transit terlebih dahulu di Incheon International Airport, Korea Selatan. Waktu masih menunjukkan pukul 14.00 waktu korea selatan. Ia masih harus menunggu satu jam lagi untuk melanjutkan penerbangan ke Indonesia. Tubuhnya sangat lelah, sudah lebih dari sepuluh jam ia berada di pesawat dalam kondisi duduk. Dikarenakan sedang transit, ia berniat untuk meninggalkan pesawat terlebih dahulu. Mungkin sekedar mencari oleh-oleh untuk Rosalind, ia pasti sangat senang karena Rosalind adalah pecinta K-pop maupun K-drama. Cita-cita Rosalind adalah berjalan-jalan ke korea bersamanya.

Karena waktu sangat mepet, Avery cepat-cepat menuju tempat penjualan souvenir.

BRUK!

Avery menabrak seseorang di depannya dan jatuh ke lantai. Tangan dan bokongnya sangat sakit karena membentur lantai.

“I’m sorry,” ucap Avery masih tertunduk melihat ke lantai. Avery memegangi bokongnya yang terasa nyeri.

“Ah, it’s ok,” ucap pria yang ditabrak Avery dingin. “Can you get up?” tanya pria itu sambil mengulurkan tangan kanannya untuk menolong Avery yang masih terduduk di lantai.

“Sure, thanks.” Avery mengambil uluran tangan yang diberikan pria itu.

Avery terpesona pada pandangan pertama kepada pria yang ada di hadapannya saat ini. Ia tersenyum melihat ketampanan pria di depannya, wajahnya seperti blasteran entah blasteran dari mana yang pasti alis matanya tebal, mata biru, hidung mancung, bibir agak sedikit tebal, rahang yang tegas, bahu yang tegak, dan tinggi tubuh pria ini mungkin sekitar 180 cm.

"Sudah selesai memandangi wajahku dan memegangi tanganku?" goda pria itu sambil tersenyum.

Avery sadar dan segera melepaskan jabatan tangannya dengan pria yang baru menolongnya itu.

"Maaf ..." Avery menunduk malu karena ketahuan terpesona kepada pria di hadapannya.

"It's ok." Pria itu mengedipkan matanya.

Tiba-tiba Avery mendengar ada peringatan bahwa pesawat akan segera take off lagi, Avery akhirnya membatalkan mencari souvenir. “Ampun, masa ketinggalan pesawat lagi?” protes Avery menepuk keningnya. Tadi saat mencari souvenir, Avery tersesat. Bahkan karena tidak tahu bahasa Korea Selatan, maka ia semakin bingung untuk bertanya.

“Hei, kamu orang Indonesia?” tanya pria itu sambil tersenyum. Ia sangat senang ternyata wanita yang menabraknya tadi ternyata setanah air dengannya.

“Iya, kamu juga orang Indonesia?” tanya Avery penasaran

“Sorry ya, tadi aku menabrak kamu, dan sekarang aku harus ke pesawat segera. Sudah mau take off. Tapi aku bingung, dimana gate yang harus aku masukki.” Avery menggaruk kepalanya sendiri. 

“Kamu mau kemana dan menggunakan pesawat apa?” tanya pria itu ingin membantu.

“Aku mau ke Indonesia, pesawat yang aku naiki Korean-Air.”

“Ah, sama denganku. Ayo kita pergi bersama. Waktu hampir habis,” pria itu menarik tangan Avery. Mereka berlarian ke boarding gate dan untungnya mereka tidak terlambat untuk masuk ke dalam pesawat. Nafas mereka sama-sama beradu, terengah-engah karena lelah berlarian.

“Kamu seat berapa?” Pria itu mencoba mencarikan nomor seat tempat duduk Avery.

“31 A,” jawab Avery.

“Ah, itu dia tempatnya.” Pria itu ingin mengantarkan Avery ke tempat duduknya.

Setelah sampai di tempat duduk Avery, Pria itu baru mau mengajak berkenalan.

“Siapa nama kamu?” tanya pria itu sambil mengulurkan tangannya untuk berjabatan.

“Belle. Kamu?” 

“Jayden.”

“Kamu duduk dimana?” tanya Avery penasaran. Ia melihat pria itu tidak duduk sama sekali.

“Aku? Sebentar ...” Jayden mencari pramugari untuk memberitahukan kepada penumpang yang berada di seat 31 B agar bisa berpindah ke tempat duduk prestige suite miliknya. Ia ingin duduk bersama dengan Avery saat ini.

Setelah bernegosiasi dengan pramugari, akhirnya Jayden datang kembali ke seat milik Avery dan langsung duduk di sebelahnya, yaitu seat nomor 31 B.

“Hei, kamu di sini?” tanya Avery bingung.

“Ya. Aku tadi lupa nomor seat-ku sendiri, jadi aku bertanya pada pramugari itu,” jelas Jayden sambil tersenyum manis. Ia segera mendaratkan bokongnya di tempat duduk di samping Avery.

“Baiklah.” Avery hanya bisa tersenyum sekaligus bahagia, karena di sebelahnya ada pria tampan, setidaknya perjalanannya ke Indonesia tidaklah membosankan. Jika tidak ada kata-kata yang bisa diucapkan, setidaknya ia bisa memandangi wajah Jayden yang sangat tampan.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Jayden yang sedang memakai sabuk pengamannya.

“Aku hanya transit di sini.” Avery juga memakai sabuk pengamannya karena pesawat hendak take off. 

“Ah, jadi sebelumnya kamu dari mana? Apakah kamu sedang pulang ke Indonesia?” tanya Jayden penasaran.

“Aku dari Jerman. Aku bekerja di sana, dan ya, aku dalam rencana pulang ke Indonesia. Masalah keluarga. Bagaimana dengan kamu?” Avery tersenyum manis, sementara Jayden mengarahkan duduknya ke arah Avery.

“Ah, aku. Ya, sebagai pegawai yang harus keluar negeri karena pekerjaan dari bos besar.” Jayden mengedikkan bahunya.

“Haha … Aku mengerti." Avery menertawakan Jayden. "Nasib pegawai yang masih memerlukan gaji.” ledek Avery.

“Ya, begitulah. Jadi apa pekerjaanmu di Jerman?” tanya Jayden penasaran.

“Aku seorang seniman.”

“Wow.” Jayden terkejut dengan pekerjaan Avery. 

“Kenapa?” tanya Avery heran dengan perilaku Jayden, “Apakah menurutmu pekerjaanku tidak bermasa depan karena banyak orang yang berkata seperti itu?” goda Avery.

“Tidak, bukan itu. Aku kagum dengan orang yang mau berprofesi sebagai seniman. Bakat mereka luar biasa,” Jayden berdecak kagum.

“Kamu berlebihan.” Avery tersipu malu. 

“Tentu saja tidak.” Jayden sangat senang berbicara santai dengan Avery. Baginya tidak ada beban untuk berbicara dengan orang yang tidak mengenal siapa dirinya sebagai Xavier Jayden Vladimir, seorang CEO dan pemilik berbagai macam perusahaan multinasional yang saat ini berusia 29 tahun.

Tidak terasa sudah hampir tujuh jam mereka bersama, tujuan bandara Soekarno-Hatta sudah terlihat dari pesawat yang mereka tumpangi. Tertawa, makan bersama bahkan saling meledek membuat mereka semakin dekat.

“Hei, Belle. Bolehkah aku meminta alamatmu tinggal selama di Jakarta?” tanya Jayden bersemangat saat mereka sudah di depan bilik imigrasi.

“Boleh. Aku tuliskan di kertas ini ya.” Avery menuliskan alamatnya di selembar kertas.

“Apakah kamu tidak memiliki nomor telepon?” tanya Jayden penasaran. Ia melihat hanya alamat saja yang tercantum di kertas itu.

“Ah, aku tidak memiliki nomor telepon di Indonesia saat ini. Mungkin nanti aku akan membelinya,” ucap Avery menepuk dahinya.

“Baiklah, coba hubungi aku saat kamu sudah memiliki nomor telepon Indonesia.” Jayden mencatat nomor teleponnya di selembar kertas memo dan memberikannya pada Avery.

“Terima kasih.” Avery membaca catatan di kertas memo yang diberikan oleh Jayden. Mencoba menghafalnya.

“Bagaimana jika aku mengantarmu pulang?” tawar Jayden.

“Tidak usah, ayahku sudah menungguku di depan. Selamat tinggal Jayden.” Avery mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Jayden.

“Bukan selamat tinggal, tapi sampai bertemu lagi, Belle,” ucap Jayden sambil mendekatkan diri ke telinga Avery.

“Baiklah, sampai jumpa, Jayden.” Avery melepaskan jabatan tangannya dan memberikan jarak dari tubuh Jayden. “Aku pergi dulu.” Avery melambaikan tangannya ke arah Jayden.

“Hati-hati, Belle ...” Jayden melambaikan tangannya ke arah Avery melihat wanita itu memasuki sebuah mobil yang terbilang mewah..

“Aku pasti akan mencarimu dan mendapatkanmu, Belle,” ucap Jayden sambil melihat catatan alamat yang diberikan oleh Avery.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta Pembunuh Adikku   Bab 64 - Konsultasi dengan Avery

    Avery masih sibuk dengan segala berkas yang berada di mejanya. Satu per satu proyek kerja sama milik Vlad Corp harus dipelajari Avery karena untuk rencana selanjutnya, Avery harus segera menyelesaikan Xavier. Terlalu lama berada di dekat Xavier bisa saja mempengaruhi kejiwaan Avery, tepatnya, Avery takut malah ia menjadi jatuh cinta kepada sang pembunuh adiknya. Tidak akan Avery biarkan semua itu terjadi. Cukup Rosalind yang menjadi korban bagi Xavier, tidak untuk Avery. Lebih cepat Avery menyelesaikan Xavier, maka lebih cepat Avery pergi dari hadapan Xavier. Meninggalkan dalam keadaan Xavier hancur total."Belle," panggil Xavier yang baru saja keluar dari luar ruangannya."Ya, Pak." Avery menghentikan pekerjaannya sejenak untuk berfokus kepada pria yang memanggilnya itu."Hmm ... bisa kita bicara sebentar di ruanganku?""Baik, Pak."Avery berdiri dan mengikut Xavier dari belakang untuk masuk ke dalam ruangan Xavier."Tutup pintunya, Belle."Avery langsung menutup pintu ruangan sesu

  • Jerat Cinta Pembunuh Adikku   Bab 63 - Obat Kejujuran?

    Avery malas untuk menjawab pertanyaan dari Aldi. Entahlah bagaimana keadaan hati dan pikirannya sekarang. Apakah memang ia mulai menyukai pesona Xavier? Kasihan terhadap pria itu? Atau memang niat balas dendamnya yang membuat Avery terlalu terlibat dengan Xavier.Avery masih bingung. Tapi, biarkanlah semua terjadi dan berjalan sesuai rencana saja. Aldi telah menurunkan Avery di depan lobi perusahaan Xavier. Ia bergegas untuk pergi kembali untuk mencari apa yang dititahkan oleh Avery, sang nona besar. Wina ... wanita itu memang harus mendapatkan balasan dari apa yang telah ia lakukan kepada Avery sewaktu muda. "Hai, Pak," sapa Avery di ruang kerja Xavier yang sedang memijat keningnya sendiri. Terlalu banyak masalah dan ia tidak bisa menyelesaikannya dengan sangat cepat."Yes, Belle. Ada apa?"Tatapan sendu Xavier membuat hati Avery menjadi tidak enak sendiri."Hmm ... aku punya ide untuk Karina." Avery tersenyum pasti."Apa itu?""Kita menggunakan hipnotis untuk mencari tahu apa yan

  • Jerat Cinta Pembunuh Adikku   Bab 62 - Ide Bagus Jordan

    "Entahlah, Av. Tapi kita bisa mulai dari komplotan Keith yang masih berada di dalam penjara. "Karina, benar apa yang dikatakan sang ayah. Pastinya dari Karina, maka Avery bisa memecahkan kasus ini satu per satu. Mungkin belum menjurus ke arah pembalasannya terhadap Rosalind, tapi setidaknya, jika ia memegang kunci siapa yang bermain di PT Heiz, maka Avery bisa menggunakannya untuk melawan Xavier. Menghancurkan Xavier sampai berkeping-keping. "Tapi masalahnya, Karina bungkam, " balas Avery mendelik kesal. "Mungkin kamu bisa menggunakan jasa psikiater, melakukan hipnotis kepada Karina." Jordan membentuk senyuman di bibirnya. Ia sangat senang karena mungkin sang anak mau mendengarkan pendapatnya itu. "Ya ... anda benar. " Avery berbalik tersenyum, tapi senyum penuh kelicikan karena ia akan mendapatkan informasi itu dari Karina. "Apakah kamu akan melibatkan Xavier?""Bisakah aku? Karena Karina sangat membenciku.""Kalau begitu, arahkan semua tanggung jawab di pundak Xavier. Biar dia

  • Jerat Cinta Pembunuh Adikku   Bab 61 - Paman Keith

    Setelah pulang dari kantor, Avery bergegas pulang menuju mansion milik ayahnya. Ia harus mencari tahu tentang apa yang telah dikatakan oleh Jordan dan sangat membuat Avery penasaran. Sebelumnya ia telah membatalkan terlebih dahulu janjinya dengan Aldi untuk bertemu di apartemennya karena pastinya ia akan bisa bertemu dengan Aldi di mansion Jordan. Ting Tong! Avery menekan bel mansion. Tidak lama kemudian, Jordan membukakan pintu untuk Avery. Ia sudah mengetahui bahwa Avery yang sedang berada di depan pintu masuk mansionnya. "Selamat malam, Av," sapa Jordan. Ia sangat merindukan anak satu-satunya itu. "Jangan berbasa-basi lagi denganku. Katakan apa yang ingin anda katakan sekarang," balas Avery ketus. Ia masih berada di depan pintu mansion dan tidak mau masuk ke dalam. "Masuklah. Kita berbicara di dalam," ajak Jordan. Avery ingin mempercepat pembicaraannya dengan Jordan sehingga ia langsung masuk ke dalam mansion. Mereka berdua

  • Jerat Cinta Pembunuh Adikku   Bab 60 - Apakah Anda Terlibat?

    Xavier sangat lelah mencari fakta tentang proyeknya yang sedang dimanipulasi. Karina ... wanita itu sangat tidak berguna bagi Xavier. Ia tidak bisa mengorek informasi apapun dari wanita itu.Xavier segera pulang ke kantor. Ia berharap menemukan setitik harapan yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah perusahaannya ini, masalah yang cukup berat dan bisa merugikan perusahaannya."Belle," sapa Xavier lemas ketika ia sudah sampai ke dekat ruangan kerjanya."Bagaimana, Pak? Apakah bapak sudah mendapatkan informasi dari Karina?" tanya Avery penasaran."Tidak. Wanita sialan itu malah pingsan saat aku menginterogasinya.""Hmm ... apakah dia berpura-pura?" tanya Avery curiga."Mungkin saja. Entahlah. Aku lelah.""Ya sudah, bapak beristirahat terlebih dahulu dan aku akan membawakan makanan dan minuman untuk bapak.""Terima kasih, Belle." Xavier tersenyum kaku kepada Avery. Pikirannya sangat kacau karena kejadian ini. Tentu s

  • Jerat Cinta Pembunuh Adikku   Bab 59 - Mencari Fakta

    “Hai, Pak Xavier …” sapa Karina sumringah karena melihat wajah mantan bosnya. Ia sendiri tidak menyangka Xavier akan menemuinya di rumah tahanan setelah sekian lama ia mendekam.“Bagaimana kabarmu?” tanya Xavier berbasa-basi.“Tidak baik. Seperti yang bapak lihat saat ini.” Karina berdiri dan memperlihatkan tubuhnya yang mulai kurus dan wajahnya yang sangat kusam akibat stress berada di dalam rumah tahanan.“Ah … saya turut berduka cita.” Xavier mencoba memberikan simpatinya kepada keadaan Karina saat ini.“Apa bapak ke sini untuk membebaskan saya?” tanya Karina penuh harap.“Aku membutuhkan bantuanmu, jika kamu membantuku dengan semua informasi,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status