Share

Jerat Cinta Sang Juragan
Jerat Cinta Sang Juragan
Author: Pusparani Surya

Kamu Harus Menikah

Seruni berjalan menyusuri jalan setapak yang menuju rumahnya. Hari ini karena banyak tugas dari dosen, membuatnya harus pulang telat. Ada kekhawatiran dalam hati Seruni, dia takut ibunya akan marah, karena dia tidak memberi tahu perihal kepulangannya yang akan terlambat tadi pagi. Kendati begitu, Seruni yakin kalau ibunya akan mengerti saat dia menjelaskan nanti.

Kening Seruni mengernyit heran begitu dari jarak seratus meter, melihat beberapa orang tengah berada di halaman rumah sederhananya. Rumah yang menjadi saksi perjalanan hidupnya sampai sekarang ini. Seruni tahu orang-orang itu, mereka adalah orang kepercayaan dari seseorang yang sangat disegani di desanya.

'Ada urusan apa mereka ke rumahku?'

Batin Seruni, dipenuhi tanda tanya. Dia semakin menderap langkah cepat, untuk segera mencapai rumahnya. Memasuki pekarangan rumahnya yang ditumbuhi bunga mawar beberapa warna, dia mengangguk sopan pada dua orang yang juga melakukan hal yang sama padanya.

Hati Seruni semakin berdebar kencang, saat mendengar suara berwibawa yang sedang berbicara. Kedua alis Seruni bertaut, saat melihat Arya--orang yang sangat disegani di desanya, anak sulung keluarga Tirta Subrata seorang juragan tanah, ada di dalam rumah duduk berhadapan dengan kedua orang tuanya.

"Assalamu'alaikum!"

Perbincangan terhenti begitu Seruni mengucap salam, ketiganya menoleh ke arah Seruni yang berdiri di ambang pintu, dan serempak menjawab.

"W*'alaikumussalam warrohmatullah, Runi? Dari mana dulu? Kenapa baru pulang?" pertanyaan beruntun Lastri-- ibunya-- membuat Seruni hanya tersenyum canggung, apalagi saat matanya tanpa sengaja bersirobok dengan keteduhan sorot mata Arya.

Lelaki dengan paras rupawan itu, memandangnya dengan tatapan tajam tapi penuh kelembutan.

Deg!

Ada yang menyentak dadanya pelan. Sungguh Seruni tak mengerti perasaan nyaman yang dia rasa ketika bersitatap dengan Arya. Tak sanggup menatap mata Arya terlalu lama, Seruni memalingkan pandangan ke arah Lastri yang berjalan mendekat padanya. Sedang Arya menghela napas pelan, saat Seruni memutus pandangan mereka.

"Maaf, Bu, Runi lupa bilang, kalau hari ini ada tugas di kampus."

Suara lembut Seruni terdengar merdu di rungu Arya.

"Iya, tidak apa-apa, Nak. Ayo duduk, dari tadi Den Arya sudah menunggu."

'Menungguku?'

Lagi, Seruni memberanikan diri mengalihkan tatap pada sosok yang disebutkan ibunya, kalau lelaki berwibawa itu sedang menunggu kedatangannya. Tapi ... untuk apa?

Sejenak pandangan mereka kembali tertaut. Arya semakin merasakan gejolak dalam dadanya. Sedang Seruni kembal harus kalah dengan menundukan wajah.

Tampan. Itu hal yang Seruni akui tentang sosok Arya.

Lastri memeluk pundak Seruni dan membawanya ke kursi panjang yang tadi diduduki olehnya bersama dengan Soleh, suaminya.

Tanpa banyak bertanya, Seruni mengikuti Lastri duduk di antara kedua orang tuanya. Dari jarak yang cukup dekat, Seruni bisa melihat dengan jelas wajah tampan sang juragan. Hidung mancung, alis tebal, rahang yang kokoh membingkai wajahnya, dengan bibir tipis kehitaman mungkin karena nikotin yang biasa dihisap Arya.

Seruni sering mendengar pembicaraan warga tentang sosok Arya yang kini ada dihadapannya. Seorang kaya yang dermawan dan suka membantu warga yang dalam kesusahan. Pewaris juga generasi pemilik berhektar-hektar sawah dan kebun, tempat sebagian besar warga menggantungkan mata pencaharian mereka, selain menarik ojeg. Dikenal baik dan memiliki wajah tampan, tidak menjadikan Arya mempunyai pasangan hidup di usianya yang sudah sangat matang. Laki-laki itu masih betah melajang.

Menurut kabar pula, bahwa penyebab seorang Arya Subrata tidak menikah hingga sekarang adalah, karena kecewa pada calon istri yang dijodohkan padanya saat beliau berumur 23 tahun. Perempuan pilihan keluarganya itu, melarikan diri sehari sebelum acara pernikahan digelar, dengan laki-laki yang sudah menjadi kekasihnya. Arya merasa malu dan tidak dihargai, lalu menutup diri dan berubah sikap dari seorang yang ramah dan hangat, menjadi pribadi dingin dan lebih banyak diam. Beruntung sikap dermawannya tidak turut berubah.

Seruni terus menundukan kepala tidak sanggup kalau harus bersitatap lama dengan Arya kembali, jarinya saling tertaut mengurangi rasa gugup yang tiba-tiba menjalarinya. Apalagi kata ibunya kalau Arya menunggu kepulangannya.

"Runi!" panggil Soleh menghentakan pemikiran Seruni yang mencoba menebak.

"Iya, Pak?!" Seruni mengangkat kepalanya, menatap soleh yang kini terlihat sedikit menunjukan ketegangan di wajahnya.

Kenapa Bapak seperti bingung?

"Den Arya datang kemari sengaja menunggu kedatangan kamu. Bapak harap, kamu bisa berlapang dada dengan apa yang akan dikatakan beliau. Bapak juga ibu meminta maaf, kalau keputusan yang kami ambil ini akan menyakiti hatimu. Tapi sungguh, kami tidak punya cara lain."

Hati-hati Soleh membuka pembicaraan, sesekali melirik Arya yang tetap menatap wajah Seruni. Soleh yakin apa yang dikatakan oleh Arya padanya tadi, benar adanya.

"Ini, ada apa, Pak?" Seruni semakin bingung mendengar perkataan Soleh, hatinya mulai berdebar menunggu kelanjutan perkataan Soleh.

"Sebaiknya Raden saja yang menyampaikan."

Tatapan Arya beralih pada Soleh, kini mata itu menyorotkan rasa hormat pada lelaki setengah baya di depannya.

"Ehem! Baiklah. Jadi begini, Dek Runi."

Entah kenapa Seruni menyukai panggilan dari Arya padanya, terdengar begitu merdu membelai pendengarannya.

"Saya hanya ingin menyampaikan, kalau beberapa hari lagi, kita akan menikah."

Tenang sekali Arya menyampaikan hal, yang bahkan membuat Seruni mengangkat kepalanya cepat dan menatapnya heran, juga tak mempercayai apa yang baru dikatakan Arya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status