Share

Terpaksa Setuju

"Me-menikah? Siapa yang a-kan meni-kah?" ucap Seruni dengan gugup yang menyergap.

"Kita. Kamu ... dan aku!"

"Tap-tapi ... saya masih kuliah!"

Seruni menoleh bergantian pada orang tuanya meminta penjelasan. Wajah Soleh dan Lastri terlihat tenang, walaupun masih terlihat kebimbangan di sana.

"Kamu masih bisa melanjutkan pendidikan kamu sampai tuntas. Pernikahan ini hanya akan diketahui oleh keluarga kita saja sementara waktu."

"Tap-tapi ... kenapa? Saya kuliah dengan mendapatkan beasiswa dan selama belum lulus tidak boleh menikah. Pak? Bu? Bagaimana ini?" Seruni mulai merasakan matanya memanas menahan tangis. Otaknya mendadak tidak bisa berpikir.

"Nanti Bapak sama Ibu jelaskan ya, Nak?" Lastri mencoba menenangkan Seruni yang terlihat kacau.

"Ya, sebaiknya memang Bapak dan Ibu yang menjelaskan pada Seruni mengenai semua ini dengan jelas, saya permisi."

Arya langsung bangkit dari duduknya, disusul Soleh dan Lastri yang kemudian berdiri di dekat Arya. Hanya seruni yang diam saja karena merasakan badannya seakan hilang tenaga. Air mata meluncur perlahan dari mata indahnya. Dan itu, tidak disukai Arya.

"Runi, bangun!" seru Soleh pada Seruni yang memantung.

"Biarkan saja, Pak," tegas Arya, dia mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Menatap sebentar pada Seruni yang masih diam, Arya mengusap kepala Seruni sekilas, membuat Seruni mengerjapkan mata dan mengangkat kepala menatapnya.

"Jangan terlalu banyak berpikir. Kamu tidak akan menyesal menikah denganku." Arya langsung melangkah keluar setelah mengatakan itu, diantar oleh kedua orang tua Seruni.

Arya terus berjalan keluar dari pekarangan rumah, yang menyebarkan wangi bunga mawar yang sedang mekar berwarna warni, diikuti oleh dua orang kepercayaannya.

Desa mereka memang belum terjamah pembangunan di semua sektor, jalan setapak pun masih banyak yang masih tanah, seperti jalan di depan rumah Seruni, hingga kalau hujan akan berlumpur dan becek. Arya yang memang sengaja berjalan kaki, tanpa merasa risih terus melangkah di jalanan yang tergenang air sisa hujan semalam, meninggalkan rumah gadis yang sudah mendapatkan tempat di hatinya tanpa seorang pun tahu.

Soleh dan Lastri kembali masuk ke dalam rumah, begitu sosok yang disegani itu semakin menjauh.

"Runi!" Soleh duduk di sebelah Seruni seperti tadi, sedang Lastri di tempat Arya tadi menyamankan diri.

"Bu ... kenapa-kenapa aku harus menikah dengan Raden Arya, Bu? Aku masih kuliah dan tidak boleh menikah sebelum lulus, Runi juga mengejar cita-cita, Bu," tanya Seruni dengan air mata yang berderai membasahi pipi.

"Bukankah kamu sudah mendengar apa yang dikatakan beliau tadi? Kamu tetap bisa melanjutkan kuliah. Bukankah dengan menikah dengan Den Arya kamu lebih mudah mewujudkan impian kamu menjadi seorang guru?" Soleh mencoba memberi pengertian. Walau wajah penuh rasa bersalah tak bisa dia tutupi. Merasa menjadikan anaknya sebagai alat pelunas hutang.

"Tapi, Pak .... bagaimana dengan beasiswa Runi?" Seruni menatap bingung.

Masih segar di ingatannya saat memperjuangkan beasiswa itu, kini baru beberapa bulan dia merasakan bangku perkuliahan, dia diminta menikah.

"Tolong mengerti kami, Runi. Hutang kita pada Den Arya sudah sangat banyak, Bapak bahkan sudah lelah untuk terus bekerja di sawahnya, gaji Bapak pun sudah tidak utuh setiap bulannya untuk mencicil membayar hutang. Bahkan untuk membayar uang pangkal kamu masuk SMA dulu pun, Bapak pinjam lagi pada Den Arya. Belum lagi--"

"Runi bersedia, Pak. Runi bersedia!" tegas Seruni yang tidak ingin mendengar penjelasan Soleh tentang banyak hutang harta dan juga budi keluarga mereka pada Arya. Dia cukup tahu diri dengan keadaan ekonomi keluarganya.

"Tapi Runi meminta Raden Arya memenuhi janjinya, kalau Runi tetap bisa kuliah sampai selesai, dan menyembunyikan sementara pernikahan kami sampai Runi lulus."

Seruni mengusap pelan lelehan air mata di pipinya, sekuat tenaga menahan agar air asin itu tidak lagi keluar.

Wajah penuh kelegaan jelas terlihat pada Soleh dan Lastri, mereka tersenyum menatap putri sulung mereka yang dulu begitu ditunggu kehadirannya. Sepuluh tahun menikah dan tidak kunjung diberikan keturunan, membuat Soleh dan Lastri hilang harapan akan hadirnya tangisan bayi di dalam rumah tangga mereka, hingga setahun kemudian, Lastri dinyatakan hamil. Dan di usia pernikahan ke dua belas tahun, Seruni hadir menambah kebahagiaan Soleh dan Lastri, disusul kehadiran dua adik seruni empat tahun kemudian. Ya, Seruni memiliki sepasang adik kembar yang kini duduk di bangku SMP, itulah kenapa Soleh hingga berhutang banyak pada Arya, untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Soleh tidak ingin anak-anaknya hanya menjadi buruh di sawah milik Arya seperti dirinya, namun ternyata tetap tidak bisa memberikan yang terbaik untuk Seruni, karena kini masa depan Seruni sudah jelas terpampang di depan mata, menikah dengan seorang Arya Subrata.

"Terima kasih, Runi. Bapak yakin Juragan akan memenuhi janjinya untuk tetap mengizinkanmu kuliah, hingga cita-citamu untuk menjadi seorang guru bisa tercapai." Soleh memeluk Seruni yang kembali menangis begitu dia mendekapnya. "Jangan menangis, Nak, sungguh ini bukan ingin Bapak, tapi Bapak bingung bagaimana cara membayar hutang. Den Arya juga sebenarnya tidak menagih, namun Bapak sudah malu. Jadi pada saat beliau meminta pada Bapak untuk menikahimu dengan jaminan hutang kita lunas, Bapak tidak bisa menolak. Apalagi dengan janji yang beliau katakan. Bapak yakin beliau bisa dipercaya. Omongannya bisa dipegang. Kamu akan bahagia, Runi."

Mendengar perkataan Soleh kalau Raden Arya sendiri yang memintanya pada Soleh, Seruni menjauhkan badannya dan menatap Soleh, dengan tangan terus mengusap sisa air mata di pipi.

"Raden Arya meminta untuk menikah dengan Runi?"

"Iya, Runi ... jadi kalau kamu berpikir kalau Bapak menukar masa depan kamu sepenuhnya dengan lunasnya hutang-hutang kita, kamu salah! Juragan sendiri yang memang menginginkanmu."

"Tapi ... bukankah Raden Arya tidak pernah menginginkan sebuah pernikahan, Pak?"

"Kata siapa kamu?" Lastri menimpali pembicaraan mereka.

"Banyak yang berkata begitu."

"Jangan terlalu didengarkan kabar di luar, Runi. Yang pasti, Juragan adalah orang yang sangat baik. Dan buktinya sekarang beliau melamar kamu pada Bapak."

"Tapi usianya jauh di atas Runi, Pak."

"Apa itu jadi masalah buatmu?"

Seruni menggeleng, tak ada alasan lagi untuknya menolak pernikahan itu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Amin Fauzi
lumayan. aturan yg baik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status