Share

Terpaksa Setuju

last update Last Updated: 2022-05-21 10:31:12

"Me-menikah? Siapa yang a-kan meni-kah?" ucap Seruni dengan gugup yang menyergap.

"Kita. Kamu ... dan aku!"

"Tap-tapi ... saya masih kuliah!"

Seruni menoleh bergantian pada orang tuanya meminta penjelasan. Wajah Soleh dan Lastri terlihat tenang, walaupun masih terlihat kebimbangan di sana.

"Kamu masih bisa melanjutkan pendidikan kamu sampai tuntas. Pernikahan ini hanya akan diketahui oleh keluarga kita saja sementara waktu."

"Tap-tapi ... kenapa? Saya kuliah dengan mendapatkan beasiswa dan selama belum lulus tidak boleh menikah. Pak? Bu? Bagaimana ini?" Seruni mulai merasakan matanya memanas menahan tangis. Otaknya mendadak tidak bisa berpikir.

"Nanti Bapak sama Ibu jelaskan ya, Nak?" Lastri mencoba menenangkan Seruni yang terlihat kacau.

"Ya, sebaiknya memang Bapak dan Ibu yang menjelaskan pada Seruni mengenai semua ini dengan jelas, saya permisi."

Arya langsung bangkit dari duduknya, disusul Soleh dan Lastri yang kemudian berdiri di dekat Arya. Hanya seruni yang diam saja karena merasakan badannya seakan hilang tenaga. Air mata meluncur perlahan dari mata indahnya. Dan itu, tidak disukai Arya.

"Runi, bangun!" seru Soleh pada Seruni yang memantung.

"Biarkan saja, Pak," tegas Arya, dia mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Menatap sebentar pada Seruni yang masih diam, Arya mengusap kepala Seruni sekilas, membuat Seruni mengerjapkan mata dan mengangkat kepala menatapnya.

"Jangan terlalu banyak berpikir. Kamu tidak akan menyesal menikah denganku." Arya langsung melangkah keluar setelah mengatakan itu, diantar oleh kedua orang tua Seruni.

Arya terus berjalan keluar dari pekarangan rumah, yang menyebarkan wangi bunga mawar yang sedang mekar berwarna warni, diikuti oleh dua orang kepercayaannya.

Desa mereka memang belum terjamah pembangunan di semua sektor, jalan setapak pun masih banyak yang masih tanah, seperti jalan di depan rumah Seruni, hingga kalau hujan akan berlumpur dan becek. Arya yang memang sengaja berjalan kaki, tanpa merasa risih terus melangkah di jalanan yang tergenang air sisa hujan semalam, meninggalkan rumah gadis yang sudah mendapatkan tempat di hatinya tanpa seorang pun tahu.

Soleh dan Lastri kembali masuk ke dalam rumah, begitu sosok yang disegani itu semakin menjauh.

"Runi!" Soleh duduk di sebelah Seruni seperti tadi, sedang Lastri di tempat Arya tadi menyamankan diri.

"Bu ... kenapa-kenapa aku harus menikah dengan Raden Arya, Bu? Aku masih kuliah dan tidak boleh menikah sebelum lulus, Runi juga mengejar cita-cita, Bu," tanya Seruni dengan air mata yang berderai membasahi pipi.

"Bukankah kamu sudah mendengar apa yang dikatakan beliau tadi? Kamu tetap bisa melanjutkan kuliah. Bukankah dengan menikah dengan Den Arya kamu lebih mudah mewujudkan impian kamu menjadi seorang guru?" Soleh mencoba memberi pengertian. Walau wajah penuh rasa bersalah tak bisa dia tutupi. Merasa menjadikan anaknya sebagai alat pelunas hutang.

"Tapi, Pak .... bagaimana dengan beasiswa Runi?" Seruni menatap bingung.

Masih segar di ingatannya saat memperjuangkan beasiswa itu, kini baru beberapa bulan dia merasakan bangku perkuliahan, dia diminta menikah.

"Tolong mengerti kami, Runi. Hutang kita pada Den Arya sudah sangat banyak, Bapak bahkan sudah lelah untuk terus bekerja di sawahnya, gaji Bapak pun sudah tidak utuh setiap bulannya untuk mencicil membayar hutang. Bahkan untuk membayar uang pangkal kamu masuk SMA dulu pun, Bapak pinjam lagi pada Den Arya. Belum lagi--"

"Runi bersedia, Pak. Runi bersedia!" tegas Seruni yang tidak ingin mendengar penjelasan Soleh tentang banyak hutang harta dan juga budi keluarga mereka pada Arya. Dia cukup tahu diri dengan keadaan ekonomi keluarganya.

"Tapi Runi meminta Raden Arya memenuhi janjinya, kalau Runi tetap bisa kuliah sampai selesai, dan menyembunyikan sementara pernikahan kami sampai Runi lulus."

Seruni mengusap pelan lelehan air mata di pipinya, sekuat tenaga menahan agar air asin itu tidak lagi keluar.

Wajah penuh kelegaan jelas terlihat pada Soleh dan Lastri, mereka tersenyum menatap putri sulung mereka yang dulu begitu ditunggu kehadirannya. Sepuluh tahun menikah dan tidak kunjung diberikan keturunan, membuat Soleh dan Lastri hilang harapan akan hadirnya tangisan bayi di dalam rumah tangga mereka, hingga setahun kemudian, Lastri dinyatakan hamil. Dan di usia pernikahan ke dua belas tahun, Seruni hadir menambah kebahagiaan Soleh dan Lastri, disusul kehadiran dua adik seruni empat tahun kemudian. Ya, Seruni memiliki sepasang adik kembar yang kini duduk di bangku SMP, itulah kenapa Soleh hingga berhutang banyak pada Arya, untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Soleh tidak ingin anak-anaknya hanya menjadi buruh di sawah milik Arya seperti dirinya, namun ternyata tetap tidak bisa memberikan yang terbaik untuk Seruni, karena kini masa depan Seruni sudah jelas terpampang di depan mata, menikah dengan seorang Arya Subrata.

"Terima kasih, Runi. Bapak yakin Juragan akan memenuhi janjinya untuk tetap mengizinkanmu kuliah, hingga cita-citamu untuk menjadi seorang guru bisa tercapai." Soleh memeluk Seruni yang kembali menangis begitu dia mendekapnya. "Jangan menangis, Nak, sungguh ini bukan ingin Bapak, tapi Bapak bingung bagaimana cara membayar hutang. Den Arya juga sebenarnya tidak menagih, namun Bapak sudah malu. Jadi pada saat beliau meminta pada Bapak untuk menikahimu dengan jaminan hutang kita lunas, Bapak tidak bisa menolak. Apalagi dengan janji yang beliau katakan. Bapak yakin beliau bisa dipercaya. Omongannya bisa dipegang. Kamu akan bahagia, Runi."

Mendengar perkataan Soleh kalau Raden Arya sendiri yang memintanya pada Soleh, Seruni menjauhkan badannya dan menatap Soleh, dengan tangan terus mengusap sisa air mata di pipi.

"Raden Arya meminta untuk menikah dengan Runi?"

"Iya, Runi ... jadi kalau kamu berpikir kalau Bapak menukar masa depan kamu sepenuhnya dengan lunasnya hutang-hutang kita, kamu salah! Juragan sendiri yang memang menginginkanmu."

"Tapi ... bukankah Raden Arya tidak pernah menginginkan sebuah pernikahan, Pak?"

"Kata siapa kamu?" Lastri menimpali pembicaraan mereka.

"Banyak yang berkata begitu."

"Jangan terlalu didengarkan kabar di luar, Runi. Yang pasti, Juragan adalah orang yang sangat baik. Dan buktinya sekarang beliau melamar kamu pada Bapak."

"Tapi usianya jauh di atas Runi, Pak."

"Apa itu jadi masalah buatmu?"

Seruni menggeleng, tak ada alasan lagi untuknya menolak pernikahan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Amin Fauzi
lumayan. aturan yg baik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jerat Cinta Sang Juragan    Tamat

    Menuju meja yang kosong, Oppa lalu menarik kursi untuk aku duduk. Sungguh sejak bersama dia, aku serasa jadi pemeran drama korea atau sinetron yang pernah aku tonton! Segala keromantisan dalam tayangan televisi, aku rasakan dari perlakuan Oppa. Iya, suamiku seromantis itu. Kalian bisa bayangin kan gimana? "Mau pesan apa?" tanyanya tanpa duduk di kursi kosong di depanku. "Apa aja, Rara ikut," sahutku cepat. Sekilas aku lihat menunya sama saja. Kalau tidak burger, ya ayam goreng. Jadi aku pasrahkan saja pilihan padanya. "Ayam goreng sama kentang saja, ya?" usulnya. Aku mengangguk. "Emm, burger juga," tambahnya, sambil menunjuk pada menu yang ada dibawah kaca meja. Lagi-lagi kepalaku bergerak ke bawah. "Ini, mau juga nggak?" tanyanya menunjuk pada satu menu. "Apa ini?" "Hotdog," jelasnya. Matanya kini menatapku lekat, menunggu jawaban atas tawarannya. "Oppa mau? Rara itu aja cukup. Takut nggak habis nanti," tolakku yakin. "Ya sudah, itu nggak perlu. Minumnya cola saja, ya?"

  • Jerat Cinta Sang Juragan    bab 525

    Menatap ke luar jendela dari lantai tiga kamar Lee, Rara menikmati suasana malam negeri asal suaminya. Belum terlalu larut, tapi keheningan sudah menyelimuti tempat tinggal yang kini ditempatinya. Dari daun yang bergoyang dihempas angin, Rara bisa menebak kalau di luar sana sang bayu sedang bertiup cukup kencang. Lambaian helaian daun yang berguncang, meliuk indah dari bias terang lampu yang terpasang di setiap sudut di bawah sana. Satu dekapan hangat terasa, disusul dengan kecupan di belakang kepalanya. "Lihat apa?" tanya Lee, setelah perlakuan romantis yang dia berikan. "Lihat luar, sepertinya di sana sangat dingin. Angin juga kayaknya bertiup kencang," sahut Rara, dengan bersandar nyaman pada tubuh kekar suaminya. "Memang dingin. Tertarik untuk pergi keluar malam?" tanya Lee, dia pun turut melihat ke bawah sana. "Boleh?" tanya Rara dengan harapan bisa keluar menikmati tempat barunya. "Kenapa tidak? Baru jam delapan. Kalau mau kita bisa pergi." "Kemana?" Rara menoleh, hingga

  • Jerat Cinta Sang Juragan    bab 524

    Arya keluar dari kamar setelah bertukar kabar dengan Lee, sudah dipastikan mereka harus berangkat ke Korea besok lusa, menggunakan pesawat sewaan bersama ketiga teman Lee. "Zahra, Aruna sudah bangun?" tanya Arya saat melihat Zahra datang dari arah dapur. "Eh, tadi sih belum, A. Ini baru mau Zahra lihat," sahut Zahra dengan sungkan, meski Arya sudah menganggapnya seperti saudara, tak serta merta gadis itu bisa bersikap lebih akrab. "Nanti siapkan keperluan Aruna, terus bantuin teh Runi untuk mengepak keperluan Arash dan Aisha. Kita akan berangkat ke Korea besok lusa. Jangan lupa, siapkan keperluan kamu juga," titah Arya membuat Zahra terdiam untuk beberapa saat. Pikiran Zahra sontak teringat pada Ji Hun, sejak kepulangan lelaki baik itu, Ji Hun seakan telah melupakan Zahra. Tak sekalipun seseorang yang sudah mengatakan kalau dia adalah calon suaminya, mengirim pesan alih-alih menelpon. Dia seolah dilupakan, sedang untuk menghubungi lebih dulu Zahra juga malu. Bisa saja semua yang

  • Jerat Cinta Sang Juragan    bab 523

    Rara[Assalamua'aikum, apa kabar semuanya?] Sapa Rara di grup percakapan keluarga. Seruni [Wa'alaikumussalam. Cieee, pengantin baru baru nongol di grup? Gimana, Ra?] Balas Seruni yang kebetulan sedang memegang ponsel jadi langsung membalas. Rara[Apanya, Teh? Dingin di sini.] Rara menambahkan emot menggigil di akhir kata. Seruni [Kan ada penghangat, Ra. Tinggal peluk!] Rara terkekeh sendiri, dia menoleh ke arah Lee yang masih terlelap imbas pertempuran mereka tadi. Rara [Idih, Teteh ….] Robi [Wa'alaikumussalam. Duh, emak-emak lagi bahas apaan, sih? Pake ngobrolin penghangat segala. Kompor bukan, sih? Salju udah turun belum, Ra?] Seruni [Jomblo masih polos @Robi.] Robi tertawa membaca balasan kakaknya, belum tahu saja Seruni kalau adiknya baru bertemu dengan seseorang. Rara[Dia pura-pura polos, Teh. Hihihi!] Robi [@Rara aku beneran polos loh, belum ternodai apapun otakku, jadi nggak paham yang dibahas sama emak-emak seperti kalian.] Seruni [Iya, deh @Robi biar cepe

  • Jerat Cinta Sang Juragan    bab 522

    Rapat sudah selesai, besok Rara dan Lee akan meninjau gedung yang akan dipakai untuk pesta nanti. Awalnya keluarga pihak ibu Lee heran, mengapa pesta dirayakan saat musim dingin. Namun setelah mendengar penjelasan nenek Han, mereka pun langsung paham. "Besoknya kita akan latihan dansa, Sayang," kata Lee begitu mereka sudah kembali ke kamar, Rara melepas penutup kepalanya, dan menyimpannya di pinggir tempat tidur. "Latihan dansa? Untuk apa?" tanya Rara, "Rara nggak bisa," lanjutnya. "Ya makanya latihan dulu, belajar." Lee mencolek ujung hidung Rara. "Harus, ya? Nggak bisa tidak? Apa Rara tidak akan membuat malu nanti?" tanya Rara sudah ketakutan, merasa dirinya memang bukan dari kelas yang sama dengan Lee. "Ngomong apa sih istriku ini? Mana ada bikin malu? Kan nanti belajar dulu," balas Lee sambilan mendekap Rara, mengecup pipinya. "Takut nggak bisa," elak Rara. "Kan belajar, Sayang. Apa mau coba sekarang?" tanya Lee melepas pelukannya, menatap Rara yang terlihat kembali tak per

  • Jerat Cinta Sang Juragan    bab 521

    Lee terus mengejar Ji Hun, keduanya seperti mengulang masa kecil mereka, saling mengejar tanpa peduli kelakuan itu membuat kursi dan meja bergeser. Suara tawa memenuhi ruangan, para pelayan yang melihat, apalagi yang mengabdi sejak kedua pangeran itu masih kecil, merasa terharu. Mereka tersenyum sambil menggelengkan kepala, turut bahagia kehangatan juga keceriaaan di keluarga majikannya akhirnya kembali setelah sekian tahun tidak terasa.Rara yang menunggu Lee kembali tapi tidak mendapatkan sang suaminya menampakkan diri, dengan ragu melangkah menuju pintu, tangannya terulur menekan pegangan pintu. Dia pasti masih asing di sana, tapi tentunya harus membiasakan diri juga, bukankah ini adalah rumahnya juga sekarang?Sungguh Rara tidak akan menyangka, akan menjadi salah satu penghuni rumah seperti layaknya istana tersebut.Seorang pelayan yang Lee tugaskan untuk menemani Rara, segera bangun dari duduknya begitu mendengar suara pintu yang dibuka. Dengan membungkukan badan, dia menyapa nyo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status