The Midas mengeraskan rahangnya kala melihat jika orang yang membuat proposal perencanaan keuangan pada proyek yang dimenangkan oleh Winston adalah seorang gadis. Lebih dari itu, gadis tersebut ternyata adalah orang yang menabraknya tak sengaja di lift tadi siang.
“Midas?” Knight membuyarkan lamunan Gabriel yang sedang memegang dokumen Angela Terrel. Knight butuh jawaban atas apa yang akan dilakukan Gabriel pada wanita yang menjadi manajer keuangan Winston Corp.
Gabriel menarik napas panjang sekaligus kesal. Ia berbalik dan berhadapan dengan Eleanor yang sudah menangis ketakutan.
“Tolong jangan bunuh aku .... “Eleanor memohon sambil meneteskan air mata.
“Mengapa bukan kau yang mengerjakan proposal itu? bukankah seharusnya itu tugasmu?” Gabriel melihat pada salah satu catatan dan menyebut lagi nama Eleanor.
“Nyonya Eleanor?” imbuhnya makin mengintimidasi.
“A-Aku ... aku memang mengerjakannya.” Gabriel menautkan kedua alisnya bersamaan mendelik pada Eleanor dan ia langsung menggeleng.
“M-Maksudku, Angela ... D-Dia hanya membantu tapi Tuan Winston yang menyuruhku menyerahkan semuanya pada Angela.” Eleanor kembali berbohong. Sekalipun lututnya sudah lemas, tapi Eleanor tidak sudi jatuh sendirian. Jika ia tidak bisa menyeret Angela maka ia akan melakukannya pada Malcolm. Lagi pula Malcolm pasti tahu caranya mengatasi Gabriel.
“Maksudmu anak manja itu yang memerintahkanmu memberikan pekerjaan itu pada gadis ini?” Gabriel menaikkan dokumen milik Angela yang ia pegang.
“I-Iya, Tuan.”
Gabriel lalu memberikan kode dengan tangannya agar Eleanor dilepaskan. Eleanor pun menarik napas sedikit lega meski ia masih sangat pucat. Gabriel lantas mendekat dengan menundukkan wajahnya menatap Eleanor tajam.
“Jika aku menemukan kau berbohong padaku, aku tidak akan mengampunimu. Kau tahu siapa aku kan?”
Eleanor langsung mengangguk. Tidak sekalipun ia berani mengangkat kepalanya untuk menatap Gabriel. Rasanya matanya itu seperti sinar laser yang bisa membunuh.
“Kalau begitu aku punya tugas untukmu. Bawa gadis itu padaku besok siang di restoran Del Mont jam 12 siang. Jika kamu terlambat satu menit saja, aku pastikan satu peluru tidak akan meleset di keningmu. Paham?” Gabriel memerintah dengan nada rendah dan menggeram. Eleanor yang menahan napasnya langsung mengangguk.
“Bagus, jangan buat aku menunggu.” Gabriel berbalik dan berjalan ke arah pintu yang dibukakan oleh salah satu anak buahnya. Dalam beberapa detik, seluruh pria di apartemen itu keluar. Seketika, Eleanor langsung luruh jatuh di kakinya. Dia sangat lemas dan tak bisa bicara.
“Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” ucap Eleanor ketakutan. Sekarang The Midas mengincarnya, maka hidupnya tidak akan pernah bisa selamat.
Panik dan kebingungan, otak Eleanor berpikir keras. Ia harus menyelamatkan diri terlebih dahulu. Biar saja Angela yang harus berkorban. Toh, dia bukan siapa-siapa.
Sementara itu, Angela baru saja menyelesaikan “hukuman” menyusun arsip ditemani oleh sahabatnya, Jasmine Emerson. Meskipun Jasmine telah menyelesaikan pekerjaan lebih awal tapi ia malah bersedia menemani Angela yang harus lembur.
Sampai saat pulang pun, Jasmine rela mengantarkan Angela yang tidak memiliki kendaraan. Mereka keluar melewati lobi bersama dan masih saling tertawa sambil bercerita.
“Hei, lihat itu! sudah bekerja seharian tapi masih harus mengantarkan bos besar ke lobi. Kadang-kadang aku kasihan melihat Isabella,” ujar Jasmine mengomentari Isabella yang sedang mengantarkan bosnya CEO Malcolm ke mobilnya. Angela ikut berhenti bersama Jasmine menoleh pada Isabella.
“Lakukan seperti yang aku minta, Nona Hobaz. Aku menunggu laporanmu besok.” Malcolm memberi perintah dengan raut dingin seperti biasanya.
“Baik, Pak. Akan kulakukan.” Isabella menjawab dengan suara lembut seperti biasanya. Mata Malcolm lantas melirik ke area lobi dan melihat Angela berdiri di sana memandanginya. Malcolm menarik napas agak panjang dengan rahang sedikit dikeraskan.
Ia langsung berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Seorang kepala pengawal akan selalu menemaninya ke mana pun. Kepala pengawal bernama Karl Krunberg itu sempat mengangguk sebagai tanda pamit pada Isabella. Isabella membalasnya dengan senyuman.
Setiap hari, Isabella akan menyambut dan mengantarkan Malcolm ke lobi. Hal itu sudah dilakukannya selama tiga tahun terakhir ia menjadi sekretaris pria tersebut.
“Hai, kalian mau pulang?” Isabella menegur ramah saat ia kembali melintasi lobi. Angela ikut tersenyum ramah bersama Jasmine yang melakukan hal yang sama.
“Iya, kami mau pulang. Apa kamu ingin pulang bersama?” Angela membalas ramah. Isabella masih tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
“Aku harus lembur. Menyetirlah hati-hati ya. Selamat malam.” Isabella pun pergi meninggalkan Angela dan Jasmine yang melanjutkan perjalanan ke arah pintu keluar.
“Selamat malam!”
“Kasihan ya dia, padahal dia adalah seorang wanita tapi CEO sombong itu tega menyuruhnya bekerja sampai malam. Jika aku jadi dia lebih baik aku bekerja di perusahaan lain saja!” Jasmine mengomel sambil jalan. Angela menyikut pelan lengan Jasmine agar ia tidak sembarangan bicara.
“Jangan bicara seperti itu. Jika ada yang mendengar, mereka bisa melaporkanmu.” Angela berbisik sekalian turun dari tangga bersama Jasmine. Jasmine hanya cemberut saja dan ikut turun untuk menghampiri mobilnya.
Jasmine kemudian menyetir untuk mengantarkan Angelica terlebih dahulu. Ia berhenti di sebuah rumah sederhana di pinggiran Coconut Grove.
“Terima kasih. Sampai jumpa besok.” Angela tersenyum lalu melambaikan tangan pada Jasmine yang melakukan hal yang sama. Jasmine tinggal tak jauh dari kediaman Angela. Hanya berjarak 500 kilometer saja dan nyaris setiap hari ia menjemput sahabatnya tersebut.
“Hai, Mom. Apa yang kamu lakukan? Wah, sepertinya enak!” Angela dengan ramah menyapa ibunya Nina yang sedang menyiapkan makanan.
“Maafkan aku, Sayang. Aku baru pulang dan baru sempat menyiapkan makan malam. Apa kamu sudah makan?” balas Nina berbalik tersenyum pada putri tunggalnya. Angela menggelengkan kepalanya.
“Belum, Mom. Aku akan ganti pakaian dulu. Aku sudah tidak sabar untuk makan!”. Nina hanya tersenyum saja dan kembali sibuk membuat kentang tumbuk dengan bumbu yang akan menjadi salah satu menu makan malam mereka.
Nina dan putrinya Angela hidup damai dan sederhana di pinggiran kota pantai Miami. Nina masih bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta dan tidak memiliki suami. Angela lahir dari sebuah hubungan cinta yang tidak seharusnya terjadi. Namun, Nina menerima Angela sebagai sebuah keberkahan dari Tuhan.
Saat sedang makan malam, ponsel Nina berdering dan ia langsung memeriksanya. Keningnya mengernyit disertai senyuman yang hilang.
“Siapa, Mom?” tanya Angela kala melihat raut wajah ibunya yang aneh. Nina langsung tersenyum lalu menggeleng.
“Bukan siapa-siapa. Teruskan makanmu dan segera beristirahat ya?” Angela pun mengangguk sambil tersenyum. Ia tahu ada yang disembunyikan oleh ibunya tapi Angela tidak mau memaksa sama sekali.
Sementara di mansionnya yang megah, Alexander Winston mencoba menghubungi Nina Terrel, ibunda Angela. Ia cemas saat mendengar dari salah satu orangnya yang melapor jika Gabriel Leon datang mencari orang yang sudah membuat proposal keuangan yang memenangkan Winston.
Mata Malcolm terbelalak dua kali lebih besar usai mendengar pengakuan Eleanor jika Angela sudah bertemu dengan Gabriel Leon alias The Midas. Rasanya belum pernah ia seketika marah gara-gara terkesan membela Angela.“Apa bajingan itu datang kemari dan memintamu untuk membawa Angela? Kapan dia datang, kenapa aku tidak diberitahu?” Malcolm menghardik Leanor setelah ia keceplosan tentang Angela. Leanor ikut terengah diam menatap bosnya yang kini wajahnya memerah.“B-Begini, Pak. Aku ... cuma ....”“Jangan berbelit-belit! Katakan padaku yang sebenarnya!” bentak Malcolm lagi. Eleanor menunduk dan tidak berani menjawab.“Aku tidak melakukannya. Aku tidak melakukan hal seperti itu.” Eleanor sudah nyaris menangis tapi Malcolm tidak peduli. Jasmine yang kemudian bicara karena ia merasa Eleanor memang sedang berbohong.“Dia bohong, Pak! Aku yakin dia yang melakukannya. Aku tidak heran jika dia yang menyera
Angela begitu ketakutan dan tidak melihat saat ia melewati Eleanor yang merasa sudah selamat dari murka Gabriel Leon. Buru-buru, ia masuk ke dalam ruangannya tapi lupa menguncinya. Dengan tangan bergetar karena baru lolos dari maut, Angela menungkupkan kedua tangan menutupi wajah.Eleanor yang kaget melihat Angela melintas, bergegas menemui anak buahnya tersebut. Ia sungguh tidak percaya jika Angela masih selamat sampai di Winston meski terlambat sudah melewati jam makan siang.“Angela? Bagaimana kamu bisa di sini?” Eleanor tidak sadar berseru kala melihat Angela seperti baru melihat hantu. Angela ikut terkesiap kaget lalu menoleh. Eleanor datang dengan mata sama-sama membesar ke arahnya. Beberapa detik berlalu, Angela baru sadar jika Eleanor adalah orang membawanya ke restoran tersebut.Angela tidak menjawab. Otaknya yang semula beku karena baru saja keluar dari ketegangan yang luar biasa kini mulai berpikir.“N-Nyonya Morris ....&rdquo
Akal licik Gabriel dan Knight jika di satukan maka setidaknya dapat mengguncangkan Miami. Knight terlihat serius kala ia menyuruh bosnya Gabriel alias The Midas untuk memacari gadis yang sedang mereka sandera.“Apa kamu pikir dia akan berubah pikiran jika pacaran denganku?” Gabriel mengelak dengan nada sinis.“Siapa yang berani menolakmu? Lagi pula pacaran dengan bos perusahaan itu keren. Semua wanita pasti mau. Apa lagi dia orang miskin.” Knight makin mempengaruhi The Midas dengan idenya. Gabriel menarik napas panjang dengan kemelut batinnya sendiri. Memang tidak ada yang salah dengan menjadikan gadis itu sebagai salah satu kekasihnya. Toh, itu hanya nama.“Oke!” Gabriel menjawab singkat, santai dan percaya diri. Ia berjalan kembali ke kursinya dan duduk di sebelah Angela yang tersentak kaget karena pria itu. Ia menoleh pada Gabriel yang mendeham lalu menoleh pada Knight yang mengangguk mengiyakan.“Sudah 1
“Nona Terrel, jika kamu mau tidur, aku bisa menyediakan tempat untukmu!” The Midas menyentakkan Angela yang kemudian segera membuka matanya lalu melotot lagi pada pria itu.“Kenapa memelototiku? Kamu mau menantangku?” Kini suara The Midas membentak lebih tinggi.“T-Tidak, Tuan,” jawab Angela dengan suara nyaris tak terdengar.“Apa katamu? Ucapkan dengan suara lebih besar!” The Midas sampai mendekatkan telinganya seperti sedang mengolok.“A-Aku t-tidak menentangmu, T-Tuan.” Angela mengulang dengan suara agak sedikit lebih besar. The Midas sedikit menyunggingkan senyuman dan itu tertangkap oleh Knight. Bola mata Knight sempat membesar dan sedikit berputar ke arah lain.“Dia tersenyum karena seorang wanita? Menarik.” Knight bergumam di benaknya. Ia masih terus memperhatikan keduanya serta tujuan The Midas yang sesungguhnya.“Kalau begitu jawab pertanyaanku ya
Eleanor berhasil membawa Angela ke sebuah restoran Kuba bernama Del Mont. Restoran itu sesungguhnya adalah milik Gustav Abraham Leon alias El Ardor. Namun tidak ada aktivitas mafia di sana. Hanya saja tempat itu sering menjadi tempat bagi Gabriel atau The Midas melakukan negosiasi bisnisnya.“Nyonya Morris, apa kita akan makan di sini?” tanya Angela agak ragu dan takut-takut pada Eleanor. Eleanor terkesiap dan agak kaget tapi kemudian mengangguk cepat. “I-Iya. Aku rasa kita bisa masuk. Hampir jam 12!” sahutnya makin gugup. Angela mengernyit heran dan tak mengerti. Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Mengapa Eleanor terlihat aneh dan terus menerus melihat jam tangannya? Namun Angela tak lagi bertanya. Ia memilih untuk diam mengikuti atasannya itu.Sayup terdengar musik-musik latin yang dimainkan oleh kelompok mariachi. Restoran tampak lengang. Hanya ada beberapa pengunjung di dalam. Eleanor tampak bingung padahal dirinya yang mengaja
Summer yang mabuk kini harus berurusan dengan polisi yang akan menderek mobilnya. Ia kesal dan mulai membuat ulah.“Nona, mobilmu parkir di trotoar khusus difabel. Itu pelanggaran dan kendaraanmu harus diderek!” petugas polisi berseragam hitam menunjuk pada Summer yang mulai meracau tak jelas.“Ah, dasar polisi bodoh! Kau kira kau siapa bisa menahan mobilku, hah!” Summer balas berteriak hendak menyerang polisi itu tapi Kim dan Patricia menghalanginya.“Jangan, dia itu Polisi. Kamu bisa dipenjara!” Kim ikut berteriak.“Aku tidak peduli!”“Nona, aku bisa menahanmu jika kau menyerang petugas. BAWA MOBILNYA!”“Jangan! Turunkan mobilku! HEI, JANGAN PERGI!!” Summer malah berteriak pada petugas derek yang menarik mobil mewahnya. Summer tidak mungkin mengejar. Ia berbalik dengan marah menendang selangkangan polisi yang menilangnya.“Ahhk!” polisi itu tersungku