Angela kembali ke meja kerjanya dengan wajah sembab dan pipi agak basah. Ia menyeka air matanya berulang kali. Ia menunduk dan terisak pelan tapi kemudian menyimpan kembali flash disknya di dalam laci. Belum selesai Angela bersedih karena dimarahi oleh Malcolm, kini Eleanor datang dengan kedua lengan menyilang di dada.
“Angela, apa kamu memang berkonspirasi untuk menjatuhkanku?” Eleanor menghardik dengan nada tinggi. Angela diam lalu perlahan berdiri sambil menatap Eleanor yang melotot padanya. Kini Eleanor jadi balik berkacak pinggang siap mengomeli Angela.
“Tidak, Nyonya Morris. A-Aku tidak pernah berpikir seperti itu.” Angela menunduk lagi untuk menghindari serangan pandangan naga dari Eleanor.
“Lalu mengapa kamu sampai lupa mengirimkan file itu? gara-gara itu, CEO Winston sampai tahu jika kamulah yang membuat semua proposal serta analisis. Aku hampir saja dipecat gara-gara kamu.” Eleanor makin melebarkan matanya pada Angela.
“Maafkan aku, Nyonya Morris. Aku benar-benar lupa,” jawab Angela makin memicingkan matanya mengeratkan hati. Hari ini, ia benar-benar sial.
“Kamu tidak akan aku maafkan. Kamu harus dihukum! Tidak ada istirahat makan siang dan kamu akan mengerjakan perbaikan arsip seluruh dokumen!” Eleanor pun akhirnya memberikan hukuman pada Angela atas kesalahannya hari ini. Eleanor juga ketar ketir. Gara-gara Angela berlari keluar ruang rapat, orang-orang mengira jika Eleanor adalah orang yang membuat analisis keuangan tersebut.
Jasmine tiba di meja Angela saat Eleanor baru saja selesai memarahi sahabatnya itu. Setelah Eleanor pergi, Jasmine pun menghampiri Angela yang tengah bersedih karena ia baru saja dimarahi.
“Apa janda tua itu memarahimu lagi?” tanya Jasmine sembari menarik kursi untuk duduk di dekat Angela. Angela tersenyum miris lalu menundukkan wajahnya.
“Ah, kamu harus melawan sesekali. Jangan biarkan si nenek lampir itu terus menjajahmu!”.
“Itu tidak mungkin, Aku saja hampir dipecat oleh Tuan Winston tadi,” balas Angela dengan suara kecil. Spontan Jasmine membuka mulutnya tidak percaya.
“Apa? Bagaimana dia bisa memecat orang yang sudah membuat perusahaan ini menang tender besar? Dia pasti sudah gila!” seru Jasmine berdecap keheranan. Angela hanya menunduk saja dan tidak membalas.
“Lalu apa yang diinginkan oleh si nenek lampir itu?” Jasmine kembali bertanya. Angela sedikit menoleh dengan sedikit cengiran aneh.
“Biasa ... aku harus membereskan arsip.”
Jasmine mendengus kesal mendengarnya. Ia hanya menggeleng kecil lalu mengelus-elus punggung Angela agar ia tidak merasa terlalu sedih lagi.
Dua hari kemudian saat semua keadaan rasanya lebih kondusif, Eleanor Morris pulang kerja seperti biasanya. Ia pulang agak sedikit malam setelah mengawasi Angela bekerja lembur. Kini, Malcolm benar-benar mengawasinya agar tidak sembarangan melimpahkan pekerjaan pada stafnya. Akibatnya, Eleanor jadi berpikir lebih keras.
Ketika ia membuka pintu apartemennya, semuanya tampak sepi seperti biasanya. Ia sudah pernah menikah lalu bercerai tanpa anak dan belum memiliki pasangan lagi. Salah satu tujuannya sekarang adalah mendekati anak pemilik Winston yaitu Malcolm. Itulah sebabnya mengapa Eleanor berusaha keras membuat kesan yang luar biasa di depan Malcolm termasuk mengakui jika hasil kerja Angela adalah buah pemikirannya.
“Oh, tubuhku pegal sekali!” keluhnya berjalan gontai dan hendak masuk ke dalam kamar. Setelah melepaskan sepatu, ia menghempaskan punggung ke ranjangnya dengan napas panjang.
“Enaknya, rasanya ingin langsung tidur saja!” gumamnya sambil memejamkan mata.
TING-TONG, bel pintu depannya berbunyi. Eleanor langsung menggerutu keras.
“Aaah ... siapa yang menggangguku!” Ia berseru dengan nada kesal. Bel itu kembali berbunyi. Terpaksa Eleanor bangun untuk mengecek ke depan. Seorang pria dengan seragam kurir berdiri di pintunya. Eleanor sampai sedikit melangkah keluar dari apartemennya melihat kurir tersebut.
“Aku tidak memesan apa pun!” Eleanor menghardik karena merasa tidak memesan apa-apa.
“Ini paket untukmu, Nyonya Morris. Tanda tangan di sini!” kurir itu memberikan alat tempat mengambil tanda tangan penerima kiriman. Sambil berdecap kesal ia pun menandatanganinya.
“Dari siapa?” tanya Eleanor ketus.
“Tidak ada nama pengirimnya, Nyonya. Terima kasih, selamat malam!”
Kurir itu pun pergi meninggalkan Eleanor yang sedikit kebingungan. Siapa yang telah mengirimkan paket malam-malam begini padanya? Eleanor pun masuk ke dalam tanpa menutup pintu karena ia penasaran dengan kiriman itu.
Pintu itu pun perlahan melayang akan menutup sampai terlihatlah sepatu pantofel seorang pria yang mengganjalnya.
“Apa isinya ya?” Eleanor bergumam seraya berjalan ke salah satu laci mencari pembuka paket atau cutter yang tajam. Sementara ia tidak menyadari jika di belakangnya beberapa pria masuk ke apartemennya lalu berdiri di belakangnya.
Total ada lima orang pria yang masuk. Lalu bos mereka masuk belakangan. Sedangkan Eleanor sibuk membuka kotak kiriman baginya tanpa menoleh ke belakang. Perlahan ia berbalik berencana ingin duduk santai di sofa sambil melihat isi paket tersebut. Namun, Eleanor terperanjat kaget saat melihat di belakangnya sudah banyak orang.
“Ahh, siapa kalian!” teriak Eleanor lalu menjatuhkan kotak paket yang dipegangnya. Ia mencoba mundur namun tangannya langsung dicekal oleh salah seorang dari pria itu.
“Selamat malam, Nyonya Eleanor Morris!” Knight Hugo tiba-tiba berdiri di depan Eleanor. Ujung bibirnya naik dan ia pun mendengus pelan.
“Siapa kamu!?” Eleanor menyahut dengan tangan gemetaran. The Midas yang sebelumnya berdiri di belakang Knight lantas maju untuk memperlihatkan diri. Eleanor sontak terbelalak melihat pemimpin mafia paling ditakuti di North Miami kini datang ke rumahnya. The Midas bahkan sudah pernah melihatnya saat rapat di Winston.
“Apa kabar? Masih ingat padaku?” tanya The Midas dengan ekspresi dingin pada Eleanor. Eleanor langsung pucat ketakutan begitu melihat The Midas kini berada di rumahnya. Nyawanya berada di ujung tanduk dan akan segera berakhir malam ini. Kedua lengannya tiba-tiba dipegang oleh dua anak buah The Midas sehingga ia tidak bisa bergerak.
“T-Tolong jangan bunuh aku ....”
“Haha ....” The Midas alias Gabriel langsung tertawa. Begitu pula dengan Knight yang kemudian maju untuk memungut paket kiriman yang tadi tengah dibuka oleh Eleanor.
“Aku bahkan belum bicara tapi kau sudah ketakutan, hahaha!” The Midas tergelak menyaksikan calon korbannya ketakutan dan mulai menangis.
“T-Tolong ... a-aku tidak bersalah!”
“Memangnya apa yang kulakukan? Aku hanya sedang mengunjungi seorang analisis hebat yang berhasil membuat Winston memenangkan tender terbesar tahun ini. Apa itu salah?” The Midas menyindir dengan raut tanpa bersalah. Eleanor malah makin menangis lalu menggelengkan kepalanya.
Knight yang membuka paketnya kemudian mengambil isi dalam kotak tersebut. Sebuah Glock dengan desain khusus dan finger print untuk mengidentifikasi pemiliknya. Saat The Midas menggenggam senjata itu, pengamannya otomatis terbuka. The Midas kemudian menodongkan moncong senjatanya ke kepala Eleanor yang sudah menangis keras.
“Aku sudah bilang jika aku akan menghabisi agen yang memenangkan Winston. Maka dari itu, sebutkan permintaan terakhirmu, Nyonya Morris.”
“Tolong jangan bunuh aku, bukan aku yang membuat analisis itu. Bukan aku!” Eleanor makin menangis.
“Lalu siapa?” The Midas bahkan tidak menurunkan senjatanya sama sekali.
“Angela ... Angela Terrel.” The Midas mengernyit saat mendengar nama itu. Rasanya ia pernah melihatnya, tapi di mana.
“Yang mana orangnya? Tunjukkan padaku!”
Eleanor dipaksa untuk menunjukkan sosok Angela Terrel yang dimaksudkan. Oleh karena, Eleanor adalah seorang manajer, ia punya file staf yang ia bawa pulang.
“Ini!” Eleanor memberikan sebuah dokumen yang berisi data-data lengkap Angela. Betapa terkejutnya The Midas saat melihat foto gadis itu. Dia kan?
Dua dokter dan Nina Terrel memberikan kesaksian serta dokumen soal pengobatan dan perawatan Gabriel Leon di rumah sakit. Polisi akhirnya menerima jaminan yang diberikan oleh pengacara sehingga Gabriel bisa dibebaskan. Betapa senangnya Gabriel saat melihat Nina adalah salah satu orang yang membebaskannya. Begitu ia melihat Nina, ia langsung memeluknya.“Oh, Nyonya Terrel. Aku sangat senang kamu datang. Kamu adalah malaikat pelindungku,” ujar Gabriel tersenyum lebar memeluk Nina.Nina pun tersenyum dan menepuk punggung Gabriel dengan usapan lembut. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya Nina sambil menjarakkan sedikit pelukannya.Gabriel melepaskan napas panjang lalu mengerucutkan bibirnya seperti merajuk. “Sudah dua malam aku tidak bisa tidur. Aku ditempatkan dalam ruangan sempit dengan tahanan lain tanpa ada tempat untuk berbaring. Lenganku makin sakit pagi ini.”Gabriel mengadu pada Nina dengan sikap yang nyaman dan dekat. Nina pun langsung mengangguk dan mengerti.“Ayo, kamu harus diperik
“Sampaikan pada Angela, aku ingin bertemu dengannya,” ujar Gabriel memberikan perintah pada Knight. Knight membesarkan matanya.“Untuk apa?” Knight separuh berbisik pada Gabriel.Keduanya sedang berada di ruang pertemuan tahanan. Gabriel sudah lebih dari 24 jam berada di kantor Polisi dan belum ada satu pun kesaksian yang bisa membuatnya keluar dari sana.“Angela harus melihat perbuatan Winston padaku.”“Lalu kamu kira dia akan membelamu?” cibir Knight masih tertegun tak percaya. Gabriel langsung mencebik sedikit membuang wajahnya ke samping.“Dia sudah memaafkanku, Knight. Aku tahu jika dia gadis yang polos dan memiliki hati yang tidak akan kau mengerti.” Knight balas mencebik dengan dengus sinis.“Memangnya kamu tahu, Tuan?”“Aku tahu. Karena aku sudah bicara dengannya. Dengarkan aku. Jika Angela datang dan dia melihat aku tidak bersalah, maka dia akan memberikan kesaksian bahwa aku berada di rumah sakit selama ini. Dia bisa membebaskanku.”Knight masih menatap Gabriel begitu serius
Knight Hugo membawa banyak pengacara terkenal untuk membebaskan Gabriel Leon dari kantor polisi. Tidak hanya pengacara yang mengajukan jaminan pada Hakim untuk kebebasan, Knight bahkan bicara langsung pada Walikota.“Tuan Leon adalah pengusaha terhormat yang sedang dipermalukan oleh lawan bisnisnya dengan kasus seperti ini. Dia adalah orang baik dan kalian tidak punya hak menahannya dengan kasus obat-obatan terlarang. Itu bukan miliknya,” pungkas salah satu pengacara yang terus mendebat detektif Enrique Hobaz.Enrique mendengkus kesal dan kembali menunjukkan kesaksian dari Patricia dan Kimberly yang merupakan teman Summer Winston.“Mereka dengan jelas mengatakan jika anak buah The Midas yang memberikan barang itu untuk disembunyikan di dalam mobil milik Summer Winston. Menurutmu bukti apa lagi yang kuperlukan?” Enrique kembali menyanggah.“Kalian tidak punya bukti apa pun!” pengacara itu masih tetap menunjuk kesal pada Enrique.“Dia adalah penjahat dan kalian malah membelanya!” kali i
Malcolm mengira jika adiknya Summer pulang semalam. Saat ia masuk ke kamar Summer dan ia tidak ada, Malcolm kini mulai panik.“Mana Summer?” tanya Malcolm pada salah satu pelayan.“Nona Summer belum pulang dari semalam, Tuan.”“Apa?”Malcolm mendengus kesal lalu menyuruh pelayan itu pergi. Ia turun sambil membawa ponselnya. Malcolm segera menelepon Summer tapi ponselnya mati.“Ke mana dia?” Malcolm menggerutu pelan. Ia turun ke bawah dan melihat Angela baru saja keluar kamar hendak berangkat bekerja. Malcolm segera menghampiri Angela saat ia masih sibuk melihat isi tasnya.“Kamu mau ke mana?”Angela terkesiap kaget dan menaikkan pandangan pada Malcolm. Ia tersenyum canggung. “Aku mau pergi ke kantor, Tuan.”“Kantor apa? Pengacara Dirk Hoffman?” Angela masih tertegun lalu ia mengangguk.“Kalau begitu kamu bisa mengundurkan diri dari
Enrique menemani Summer yang memilih check in di sebuah hotel dari pada pulang ke rumah. Ia belum bertanya apa pun termasuk hal yang membuat Summer menangis.“Kamu akan menginap kan?” Summer langsung bertanya tanpa basa-basi. Seolah ia dan Enrique adalah teman baik, Summer seperti bebas bicara apa saja pada detektif itu.Enrique terkesiap mendengar pertanyaan seperti itu. Ia terkekeh aneh dan menggeleng. “Aku harus kembali bekerja. Aku harus lembur.”Summer langsung memajukan bibirnya. Ia berubah kesal saat Enrique tidak mau menemaninya.“Lalu untuk apa kamu mengantarkan aku?” hardiknya kesal.“Bukankah kamu yang meminta?” Enrique dengan polosnya bertanya.“Bukan berarti kamu bisa pergi seenaknya!” Summer langsung mengambek pada Enrique yang tidak mengerti. Enrique berkacak pinggang dengan perasaan dongkol. Summer sering kali membuatnya kesal tapi belakangan ia malah akrab dengan ga
Summer dengan kesal berjalan sendiri mencari taksi. Mobilnya sudah dibawa pulang oleh pengawal Malcolm saat kakaknya itu datang menjemput. Dengan kesal dan air mata yang menggantung, Summer masuk ke dalam taksi.“Nona ....”“Jalan saja, nanti akan kuberitahu berhenti di mana!” ucap Summer langsung memotong. Sopir taksi itu pun menjalankan mobilnya. Sedangkan Summer hanya memandang ke arah luar seraya menyeka air matanya. ia sangat kecewa pada Malcolm yang hanya bisa membuatnya merasa tak berguna sama sekali. Bahkan seumur hidupnya, Summer hanya akan dianggap seperti anak kecil manja yang tidak memiliki kemampuan apa pun selain menghabiskan kekayaan orang tuanya.“Memangnya siapa yang peduli padaku?” gumamnya pelan dengan rasa sedih.Belum ada beberapa menit, Summer lantas mengambil ponselnya lalu menelepon Enrique. Entah mengapa, hanya polisi itu yang terlintas di kepalanya.Enrique hampir sampai ke kantor Polisi