Celine terusik dari tidurnya. Dia merasakan sepasang tangan yang memainkan rambutnya di wajah. Beberapa kali menyentuh hidung dan bibirnya. Hingga saat rasa kantuknya hilang, perlahan kelopak matanya terbuka. Sosok Dominic 'lah yang harus dia lihat begitu membuka mata. Terlihat lelaki itu kaget dan membenarkan posisinya. Menjauh dari Celine sembari mengalihkan pandangannya.
"Kau sudah sadar?""Apa yang baru saja kaulakukan?" tanya Celine, bersamaan dengan terucapnya kalimat yang terlontar dari bibir Dominic."Maaf, tadinya aku berniat membangunkanmu dan mengajak makan, tapi kau tertidur sangat pulas."Kernyitan heran di kening Celine terlihat. Dia meringis ketika menyadari dirinya memang tertidur. Padahal dia awalnya menolak. Tentu saja semua itu pasti karena efek obat yang tadi diminumnya. "Harusnya kau bangunkan aku, bukan malah memainkan wajahku."Tatapan datar Dominic tidak luntur. Dia memerhatikan wajah lelah Celine. Sedangkan sang empunya yang ditatapCeline berjalan pelan memasuki jalan menuju rumahnya dengan senyum mengembang. Rasa senang hadir karena Rayyan telah melepas rasa lelah dan frustrasinya. Lelaki itu menyemangatinya sampai Celine merasa malu sendiri. Entah apa yang akan mereka lakukan jika tidak ada dokter yang masuk dan menghentikan tindakannya. Sayangnya, dia tidak bisa lama-lama berada di rumah sakit. Putranya membutuhkan kehadirannya.Memikirkan Arion, membuat Celine semakin mempercepat langkahnya sampai ketika dia melihat pintu rumahnya tampak terbuka. Ada sebuah mobil tidak asing terparkir di sana. Mobil Dominic.Untuk sesaat, tubuh Celine terhenti sejenak. Dia melangkah mendekati pintu dan melihat pemandangan anaknya yang tengah bermain bersama Dominic di lantai. Kedua lelaki beda generasi itu tampak asyik dan tidak menyadari ketika Celine membuka masuk.Mainan baru dan makanan, menjadi pemandangan pertama kali dia lihat di meja kayu yang tidak begitu lebar. "Al, Dominic?"Mer
Celine duduk berdampingan dengan Dominic. Dia menghembuskan napas kasar dan bersandar di kursinya. Rasa lelah menderanya. Kepalanya sedikit berkunang-kunang. Berharap pesawat yang dia tumpangi saat ini cepat sampai. Ya, saat ini dia sedang berada di dalam pesawat kelas bisnis. Pemberangkatan dari Jakarta menuju Velana Airport, Maldives. Sesuai dengan apa yang Dominic katakan sebelumnya, meski lelaki itu tidak menyebutkan ke mana mereka akan pergi. Dominic hanya memberi clue kalau mereka akan menghabiskan waktunya di resort dekat pantai. Itu membuatnya sedikit penasaran di tengah rasa gugupnya.Sedari pesawat take off, jantungnya tidak bisa berhenti berdetak cepat. Celine sebenarnya takut naik pesawat. Ini pengalaman pertamanya bersama atasan barunya dan dia tidak bisa tenang. Namun sikapnya justru berlawanan dengan Dominic. Melalui sudut matanya, Celine dapat melihat Dominic yang fokus pada laptop sambil memeriksa berkas. Lelaki itu bisa bekerja dengan tenang dalam situasi apa
Canggung. Keadaan begitu canggung setelah Celine dan Dominic sampai di salah resort tepi pantai, di mana mereka akan menghabiskan beberapa waktu untuk observasi sekaligus mempelajari hal-hal baru. Lima karyawan lainnya sudah lebih dulu melakukan check in. Meninggalkan Celine bersama Dominic berdua.Tak ada percakapan yang terlontar dari bibir keduanya setelah apa yang terjadi beberapa saat sebelumnya. Pun begitu saat Dominic menghampiri resepsionis untuk mengambil kunci kamar. Sedangkan Celine berdiri sedikit menjauh. Dia tidak mengerti apa yang mereka bicarakan dan dia tidak mau tahu. Cukup lama Celine menunggu, sampai kemudian Dominic tiba-tiba menghampirinya."Ada masalah di sini.""Kenapa?" tanya Celine gugup. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain, tanpa mau menatap lelaki itu."Kamar yang harusnya kau tempati, ternyata sudah diisi orang lain. Ada kesalahan dari pihak manajemen."Celine menghembuskan napas kasar. "Bukankah masih ada kamar lain?
Tatapan Celine terfokus pada berkas untuk rapat besok antara Dominic dengan kliennya. Dia berusaha tetap tenang dan fokus pada pekerjaannya dari pada mengingat perkataan yang terlontar dari mulut lelaki itu tadi. Dominic pasti sedang bercanda, karena lelaki itu hanya diam saat ditanya dan malah pergi ke kamar mandi. Sementara Celine saat ini memilih untuk menyendiri di ruang tengah. Duduk di sofa dan membiarkan Dominic berada di kamar. Sebuah televisi besar terlihat, namun tak berhasil membuatnya tertarik untuk menyalakan.Sekitar dua puluh menit berlalu, Celine yang seorang diri di ruang tengah, mendengar suara pintu kamar yang dibuka. Secara alami, kepalanya refleks menoleh dan melihat Dominic yang berjalan keluar sembari mengenakan pakaian santai. Kaos dan celana training. Rambut hitamnya tampak basah dan air menetes dari sana. Sejenak, Celine dibuat terpaku sampai Dominic tersenyum dan mendudukkan bokong di sampingnya. Dia yang tidak nyaman, segera bergeser. Namun entah s
Hancur sudah pandangan baik Celine terhadap Dominic. Lelaki itu dengan sikap kurang ajarnya telah membuat kepercayaan Celine rusak kembali. Dia tidak menyangka, sama sekali tidak menyangka kalau Dominic menginginkannya untuk menjadi teman tidur. Dia bukan jalang atau wanita yang tidak puas dengan satu pria.Diliriknya sekali lagi ranjang milik Dominic yang kosong. Celine tidak tahu kapan lelaki itu bangun dan menghilang. Dia tidak mendapatinya saat membuka mata. Meski memang itu adalah harapannya. Tak bisa dibayangkan bagaimana canggungnya dia ketika harus bertatap muka setelah apa yang terjadi semalam.Matahari masih belum muncul, tapi kini Celine sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Bagaimana pun, terlepas dari kejadian semalam, dia tetaplah karyawan lelaki itu dan harus bersikap profesional. Meski mungkin hal tersebut sangat amat sulit dilakukan. Sampai saat dia sibuk mematut diri di depan cermin, terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Celine secara refleks
"Rayyan? Bagaimana keadaanmu? Maaf, aku baru mengabarimu," tanya Celine dalam panggilan teleponnya. Dia yang hanya memang memiliki satu ponsel, sedang tidak dengan Rayyan, terpaksa harus menghubungi mertuanya untuk bisa bicara dengan Rayyan. Terjadi perdebatan cukup alot untuk dia akhirnya bisa bicara dengan sang suami. "Tidak masalah. Aku baik-baik saja, Sayang. Kamu bagaimana di sana?"Pertanyaan yang terlontar dari mulut Rayyan di seberang telepon, membuat Celine tersenyum diam-diam. Dia menatap lautan yang ada cukup jauh dari tempatnya kini berada. Berpegangan di atas pagar besi di balkon kamar. Malam hari memang sangat menakjubkan. Terlihat banyak lampu yabg berkelap-kelip. "Kamu harus melihatnya, Rayyan. Di sini sangat indah. Aku naik pesawat dan melihat pantai." "Benarkah? Aku senang mendengarnya. Apa Dominic memperlakukanmu dengan baik? Bagaimana bekerja dengannya?"DEGH.Pertanyaan kali ini, berhasil membuat Celine terdiam. Senyu
"Bu, Anda terlihat lelah, apa Anda baik-baik saja?" tegur salah seorang karyawan wanita berambut pendek kala matanya melihat Celine berjalan lunglai di bibir pantai, usai mereka melakukan kunjungan dari satu tempat ke tempat lain sejak tadi pagi hingga sore.Rasanya seperti mengelilingi satu pulau. Celine merasakan tubuhnya seperti akan remuk, belum lagi kepalanya terasa ingin meledak dengan setumpuk pekerjaan yang harus cepat dia kerjakan. Namun, alih-alih langsung pergi menuju resort, dia bersama tiga karyawan lainnya memilih untuk berjalan-jalan di pantai. Tentunya, itu adalah upaya yang harus dilakukan untuk menghindari Dominic. Setelah dua hari hanya melihat lelaki itu, akhirnya dia bisa berbaur dengan yang lain. Meski itu masih dalam batas pekerjaan."Ya, saya baik-baik saja." Celine berusaha tersenyum dan menghapus kekhawatiran mereka. Tiga orang wanita yang kini berjalan untuk menikmati pemandangan pantai dengan dress sebatas lutut.Terlihat bebera
Dua puluh menit berlalu.Dominic mulai gelisah di tempat duduknya saat melihat Celine tidak kunjung kembali. Dia menatap sekeliling dan melihat karyawannya sudah mabuk. Hingga tanpa basa-basi, Dominic segera berdiri untuk keluar mencari keberadaan Celine di antara banyaknya orang-orang yang mulai tak terkendali. Menari saat sang DJ memainkan musiknya."Celine?" panggil Dominic sambil menyusuri jalan ke mana wanita itu tadi pergi. Menuju ke arah lorong yang cukup sepi. Tidak, tidak sepi. Dominic melihat sepasang kekasih tengah bermesraan di sisi lain. Tempat yang sebenarnya cukup menjijikkan.Pandangannya berpaling ke arah lain. Kakinya terus melangkah tergesa-gesa menuju ke arah toilet khusus wanita. Sialnya, baru dua melangkah, terdengar suara keributan dari dalam sana. Pintu seperti digedor paksa dari dalam. Di sekitar toilet, baik yang pria atau wanita, tidak ada orang sama sekali. Tidak ada Celine. Dia merasakan sesuatu yang tidak beres. Sesuatu yang membuat Domin