Share

Cinta dan Perhatian yang Tersembunyi

Saat keadaan sudah membaik, Anna pun terbangun dari tidurnya. Gadis itu terdiam menatap Arthur yang tertidur dengan posisi duduk dan bersedekap.

Menatap wajah suaminya, Anna tidak mengerti kenapa laki-laki ini seolah dia kadang terlihat tega pada Anna, tapi sosoknya yang asli begitu cemas dan berteriak kepanikan kalau hal buruk terjadi pada Anna, siapa sebenarnya sosok Arthur ini?

"Arthur," lirih Anna, ia mengulurkan tangannya dan hendak menyentuh wajah laki-laki itu.

Ya, saat ini Anna bisa menyebut kalau Arthur, adalah lelakinya.

Pergerakan tangan Anna terhenti saat ujung jemarinya menyentuh rahang laki-laki itu dengan sangat lembut.

"Ada apa, Istriku?" Arthur meraih tangan Anna dan menggenggamnya.

Anna sedikit terkejut begitu Arthur langsung meresponnya dengan cepat.

"Emm, kau tidak tidur?" tanya gadis itu.

Arthur terkekeh pelan dan menggelengkan kepalanya masih dengan kedua mata terpejam.

"Aku takut kau pergi," jawabnya begitu tak masuk akal.

Barulah Arthur mengembuskan napasnya panjang, dia membuka kedua matanya. Menatap Anna yang diam menatapnya pula dengan tatapan yang sulit diartikan.

Iris cokelat mata indah gadis itu membuat Arthur ingin sekali mengatakan pada Anna siapa sosok dirinya yang sebenarnya.

"Jangan membuat dia sakit," ujar Arthur melirik perut Anna dan hendak menyentuhnya.

Tangan laki-laki itu berhenti di udara, tapi Anna meraihnya dan meletakkan di perutnya.

"Aku tidak akan membuatnya sakit kalau kau tidak membuat masalah dulu denganku," jawab Anna dengan bibir cemberut.

Arthur terkekeh, perlahan dia menegakkan tubuhnya sebelum membungkuk mencuri kecupan di sudut bibir Anna.

"Aku akan pergi sebentar, tetaplah di sini dan jangan ke mana-mana, hem?" Laki-laki itu mengusap pucuk kepala Anna dengan lembut.

"Mau ke mana? Sekarang kenapa malah kau yang meninggalkan aku?" tanya gadis itu dengan mata sayu.

"Tidak, aku tidak akan pergi. Aku akan segera kembali."

Arthur meletakkan ponsel dan kunci mobilnya di atas meja, mungkin hanya cara itu yang bisa ia lakukan guna Anna percaya kalau dia tidak akan ke mana-mana, dan Anna tidak perlu khawatir untuk ditinggal pergi olehnya.

Sepeninggal Arthur beberapa menit lamanya, Anna diam menatap pemandangan luar dari jendela. Ponsel milik suaminya itu beberapa kali berdenting sampai Anna tertarik dan ingin tahu, toh Arthur juga suaminya.

Ann meraih ponsel tersebut dan membaca sebuah pesan semua pesan.

'Istriku sedang sakit, kalian kerjakan semua pekerjaanku. Aku tidak mau tahu, berkas menumpuk di meja kerjaku selesaikan sampai sore nanti!'

Senyuman terukir di bibir Anna, ternyata Arthur bahkan mau mengakui Anna sebagai istrinya.

"Sebenarnya, dia adalah laki-laki yang tidak terlalu buruk untuk disebut sebagai suami," lirih Anna tersenyum mengusap perutnya. "Kalau memang dia ingin anak ini menjadi anaknya, aku yakin anak ini pasti akan beruntung. Tapi..."

Anna tak melanjutkan ucapannya, lain dari itu pintu kamar inapnya juga terbuka dan muncul Arthur membawa sebuah paper bag kecil di tangannya.

"Apa yang kau bawa?" tanya Anna mengerjapkan kedua matanya bingung.

"Croissant," jawabnya pelan. "Kau berulang kali mengigau mencari Croissant milikmu."

"Hah?! Yang benar?!" pekik Anna dengan kedua mata melebar.

Laki-laki itu tersenyum tipis dan duduk di hadapan Anna memberikan satu roti yang sempat Anna impikan.

Anna tidak menyangka kalau dia sampai mengigau hanya demi sebuah roti Croissant.

"Makanlah, aku akan melanjutkan pekerjaanku," ujar Arthur.

"Hah, di mana?" Anna spontan saja menahan lengan suaminya. "Tidak pergi kan, Arthur?" tanya gadis itu.

Arthur menatap tangan Anna yang memegangi lengannya. Dia menggenggam tangan sang istri dan menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aku akan menjagamu."

Anna sibuk duduk di atas brankar, sesekali ia melirik Arthur yang sedang sibuk dengan laptopnya.

Dan sekali kali Anna menegaskan pada dirinya sendiri kalau dia tidak mau jatuh hati pada Arthur, tapi perhatian kecilnya membuat pertahanan Anna mudah goyah.

Apalagi saat Anna mengingat Arthur berteriak dan memarahi semua orang saat Anna ambruk dan pingsan. Laki-laki itu sungguh tidak main-main soalan tanggung jawab.

*

Kabar Anna dirawat di rumah sakit terdengar oleh orang tuanya, Caisan dan Alea lantas menjenguk Anna malam ini.

Saat orang tua Anna datang, Arthur tengah pergi membelikan makan malam untuknya.

"Ya ampun Sayang, kata Arthur tadi Anna jatuh. Bagaimana bisa jatuh sih, nak?" tanya Alex mengusap wajah Anna dan membersihkannya.

"Tidak tahu Ma, perut Anna sakit. Kata dokter, Anna kurang makan makanan sehat," jelas gadis itu dengan wajah sedih dan takut melihat ada Papanya yang berdiri di sampingnya bersedekap dengan tatapan galak.

"Kau harus berhati-hati menjaga anakmu itu! Kalau sampai bayi itu kenapa-kenapa, Arthur akan meninggalkanmu dan Papa tidak bisa menyelamatkan perusahaan Papa!" seru Caisan marah.

Anna tertunduk. "Tidak Pa, Arthur tidak hanya menginginkan anak ini saja kok," jawab gadis itu.

Sementara di luar, seorang Arthur baru saja kembali. Ia menghentikan langkahnya demi mendengar apa yang Caisan katakan pada Anna di dalam saja.

Arthur diam di tempat dan ia ingin mendengar dengan puas apa saja yang akan Caisan katakan pada Anna. Yang jelas ia tidak akan tinggal diam sampai Caisan memarahi Anna.

"Mulai besok, kau harus bisa menjaga kehamilanmu! Jangan sampai anakmu itu sakit-sakitan! Hanya dia peruntungan Papa!" seru Caisan dengan ketus.

Gadis itu mengangguk. "Anna juga tidak menginginkan sakit, Pa. Tapi kondisi Anna yang memang tidak bisa makan di rumah Arthur. Anna gampang mual."

"Halah, bayi harammu itu hanya pembawa sial dan banyak alasan saja kau itu!"

"Papa!" teriak Alea tak tahan dengan suaminya.

Bersamaan Alea menyentak suaminya, pintu kamar terbuka pelan dan nampak Arthur masuk ke dalam sana bersama Reko, tangan kanannya yang membawa makanan untuk Anna.

"Arthur," lirih Caisan, dia langsung mengubah ekspresinya menjadi sok baik.

Arthur tersenyum tipis dan langsung mendekati Anna. Laki-laki itu sungguh mengabaikan kedua orang tua Anna yang berada di sana, sama sekali dia tidak memberikan sapaan sedikitpun.

"Makan malam dulu, mungkin anak kita lapar," ujar Arthur mengusap perut Anna.

Meskipun geli sendiri dengan tingkah Arthur yang tiba-tiba perhatikan seperti ini, tapi Anna harus bisa diajaknya berkompromi.

"Iya, aku lapar. Tapi... Boleh suapi aku," pinta Anna, telapak tangannya gemetar mencekal lengan Arthur. Gadis itu ketakutan karena ada Papanya.

"Biar Mama saja, nak," bujuk Alea tersenyum pada mereka.

"Mama saja ya, besok pagi aku akan menyuapimu," ujar Arthur mengusap pucuk kepala Anna.

Barulah Anna menurut padanya. Ekor mata Arthur melirik Caisan yang diam di dekat sofa.

Arthur mengecup pipi kanan istrinya sebelum dia mendekatinya Caisan.

"Ada yang ingin aku bicarakan Pa," ujar Arthur tersenyum sok ramah.

"Oh ya, ayo," ajak Caisan dengan wajah sumringah.

Arthur mengepalkan kedua tangannya pelan. Laki-laki di depannya ini sudah menyebut anaknya dan Anna sebagai bayi haram, belum lagi dia juga membuat Anna takut sampai gemetar.

'Caisan Hyerdi, aku tidak akan memaafkanmu!'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status