Share

Kehamilan dan Tawaran Pernikahan

Tiga Bulan Kemudian,

"Katakan pada Papa sekarang juga, siapa Ayah dari anak yang kau kandung, Stesianna!"

Teriakan Caisan Papa kandung Anna, bersamaan dengan laki-laki itu melemparkan sebuah alat tes kehamilan di atas meja belajar di kamar Anna.

Gadis itu tertunduk dan menggeleng tak bernyali, bahkan kini pipinya sudah memar dengan gambar tangan sang Papa.

Anna menyeka air matanya. "Anna tidak tahu Pa, waktu itu Anna dibuat mabuk sama teman Anna. Anna tidak ingat dan tidak tahu siapa pria itu. Maafkan Anna, Pa," jelas gadis itu semakin menangis.

"Kau ini membuat Papa dan Mamamu malu saja!" Caisan mengusap wajahnya dan menggebrak meja rias putrinya. "Bisa-bisanya kau mabuk hah?! Tidur dengan sembarang laki-laki, sekarang parahnya kau hamil!"

"Sudah dong Pa, marah tidak akan menyelesaikan masalah!" Alea mengusap pundak suaminya.

Sedangkan Anna, dia memunguti buku-bukunya, Anna memang masih kuliah. Karena itulah sang Papa mendidiknya dengan sangat keras, selama ini Anna sangat Caisan banggakan, meskipun tak jarang laki-laki itu memarahi Anna tanpa ampun.

"Bagaimana ini hah?! Kalau banyak orang yang tahu kau hamil tanpa suami, mau ditaruh mana wajah Papamu ini, Anna! Perusahaan Papa sedang kacau, kau menambah kekacauan lagi!" berang Caisan menatap Anna yang kini dirangkul oleh Mamanya.

Anna menangis mendengarkan Papanya, ia terus mengusap perutnya sambil berpikir keras tentang laki-laki yang menidurinya waktu itu. Meskipun semuanya hanya sia-sia saja baginya mengingat tentang pria asing tersebut.

"Kalau begitu, Anna gugurkan saja bayi ini," ucap Anna frustrasi. "Daripada Papa harus malu karena Anna, dan_"

"Apa katamu?! Menggugurkannya?! Mau dosa yang ke berapa kalinya lagi hah?! Kau ini memang kurang ajar, Anna!"

PLAKK!

Tamparan keras kesekian kalinya yang mendarat di pipi Anna. Gadis itu terhuyung jatuh, Anna memegangi pipinya dan mengusapnya pelan, berdarah lagi ujung bibirnya.

"Papa! Apa yang Papa lakukan?! Papa sudah tidak waras menyakiti Anna?!" teriak Alea merangkul pundak Anna dan mendekapnya.

Caisan menyergah napasnya panjang, laki-laki itu berdiri di ambang pintu dengan wajah memerah dan tangan terkepal kuat.

Bahkan melihat Anna kesakitan tidak membuat amarah laki-laki itu mereda.

"Papa tidak mau tahu, kau harus segera menikah! Jangan protes kalau suami pilihan Papa, tua, jelek, atau seperti apapun rupanya, kau harus patuh!" seru Caisan dengan tajam dan dingin.

"Tapi Anna masih mau-"

"Jangan membantah!" teriak Caisan menatapnya berapi-api.

Anna kembali menangis dalam pelukan Mamanya. Alea mengusap wajah Anna dan wanita itu tahu seberapa kerasnya sang suami yang abusive.

"Sayang, Anna peluk Mama nak, tidak papa Sayang, Mama tidak akan memarahi Anna." Alea mendekap Anna lebih erat hingga suara tangisan begitu menggema di dalam kamar.

Hanya Alea lah yang kini mampu melindungi Anna, dia menahan Anna untuk tidak berbuat nekat.

**

Seorang pria tampan berbalut tuxedo hitam keluar dari dalam mobilnya, dengan pakaian yang rapi, aroma maskulin, wajah rupawan, aura dingin. Dia adalah Arthur Anderson yang kini berdiri di depan sebuah rumah yang cukup megah.

Pria itu datang besama dengan anak buahnya datang ke kediaman keluarga Hyerdi, rekan kerjanya yang sudah lama tidak menepati janjinya untuk membayar hutang beberapa tahun yang lalu.

"Jadi ini rumah Caisan Hyerdi?" tanya pria tampan itu.

"Iya Tuan," jawab anak buahnya.

Tanpa panjang lebar, Arthur melangkahkan kakinya menaiki tangga teras dan anak buahnya menekan bel pintu rumah megah berwana putih tersebut.

Hingga tak berselang lama pintu rumah itu terbuka. Pria pemilik iris mata hitam lekat itu terpana melihat sosok gadis cantik berkulit putih mulus, dengan dress biru muda yang ia pakai di tubuh kecilnya, sangat cantik gadis itu memiliki rambut hitam panjang yang kini berdiri di hadapannya. Sosok gadis cantik yang tiga bulan ini Arthur cari-cari selama ia berada di Hamburg.

'Gadis ini...' batin Arthur, dirinya masih terpana.

Anna, dia yang sedikit tertunduk perlahan mengangkat wajahnya. Ditatapnya pria tampan di hadapannya kini.

"Tuan mencari siapa?" tanya Anna.

"Caisan Hyerdi," jawab Arthur dingin.

Di dalam rumah itu, dari lantai dua nampak Caisan berjalan menuruni anak tangga. Laki-laki setengah baya itu terkejut atas kedatangan tamu yang sangat-sangat penting ke rumahnya.

Dia tersenyum lebar berjalan dengan Alea yang melangkah di belakangnya. Kedatangan seorang Tuan Muda San Anderson merupakan kehormatan bagi Caisan. Karena dia adalah seorang Presiden Perusahaan besar yang selama ini membantunya.

"Tuan Arthur Anderson, selamat datang. Kenapa tidak mengabari saya sebelum ke sini?" Caisan berjalan mendekat.

"Maaf tidak mengabariku, aku terlalu sibuk," jawab Arthur berjabat tangan dengan Caisan.

"Baiklah Tuan, mari silakan duduk." Caisan menoleh ke arah istrinya dan juga Anna. "Ma, minta pelayan siapkan makan malam bersama! Dan... Bawa gadis itu bersamamu!"

Sinisnya Caisan menatap Anna yang berdiri diam di samping sang Mama. Alea tetap sabar dan tidak berubah sama sekali meskipun tahu Anna membuat kesalahan yang fatal, karena Alea tahu kondisi ini sangat sensitif untuk putri semata wayangnya.

Tatapan Arthur tidak lepas dari Anna, rupanya gadis itu tidak mengenalinya. Sosok Anna yang asli, ternyata cukup pendiam dan tidak agresif seperti saat dia mabuk beberapa bulan lalu saat di dalam kamar hotel bersamanya.

Setelah beberapa menit mereka membahas tentang pekerjaannya, Arthur dan keluar Hyerdi berkumpul di rumah makan untuk makan malam bersama.

Di sana, Arthur berhadapan dengan Anna, ditatapnya wajah Anna yang lebam di pipi dan sudut bibirnya.

"Nona cantik ini putrimu, Tuan Caisan?"

Pertanyaan Arthur membuat Anna menaikkan tatapannya.

"O-oh ya, Tuan. Dia Stesianna Hyerdi, putri tunggal kami." Caisan tersenyum.

Arthur tersenyum tipis seraya meletakkan sendok dan garpunya.

"Tuan Caisan, bagaimana dengan semua janji hutang perusahaanmu tiga tahun yang lalu, Tuan Caisan? Apa kau akan membayarnya dalam waktu satu minggu ini, atau-" Arthur menggantung ucapannya dan kembali menatap Anna.

"Tuan, kalau satu minggu ini saya tidak bisa. Masih banyak proyek yang harus saya selesaikan," seru Caisan resah. "Andai saya punya sesuatu yang bisa saya bayarkan!"

Nyatanya Arthur malah tersenyum menyeringai tipis tanpa melepaskan tatapan mata dinginnya sedikitpun pada Anna.

"Kau memiliki putri yang cantik," jawab Arthur.

Anna langsung mengangkat pandangannya. Iris matanya bersitatap dengan Arthur.

Gemetar menjalar di sekujur tubuhnya. Cukup tahu dia tentang asal-usul pria tampan dari keluarga Anderson ini, keluarga kalangan bangsawan yang terkenal cukup mengesampingkan perempuan, mereka hanya menjadikan sebagai alat penghasil keturunan saja.

Dan Caisan menoleh pada Anna sekilas, sebelum kembali menatap Arthur.

"Ke-kenapa dengan putriku, Tuan Arthur?"

"Putrimu bisa melunasi hutangmu, asal dia menikah denganku!" jawab Arthur tegas tak main-main.

Anna menggeleng-gelengkan kepalanya tegas. Gadis itu berdiri dan menatap Arthur dengan berani.

"Apa Tuan pikir saya adalah barang yang bisa menjadi penebus hutang?!"

"Saya tidak membuat penawaran, Nona." Arthur kembali menatap Caisan. "Hanya dua pilihan, Tuan Caisan. Lunasi hutangmu sekarang, atau putrimu sebagai gantinya!"

Caisan kalang kabut mendengar seruan Arthur, ia menatap putrinya yang menggeleng-geleng. Segera Caisan menarik lengan Anna dengan cepat saat gadis itu hendak pergi.

Caisan malah tersenyum pada Arthur, masih dengan mencekal pergelangan tangan Anna.

"Tuan jangan khawatir, Anna pasti mau menikah dengan Tuan!"

Kedua mata Anna melebar. "Pa-papa... Apa yang Papa katakan?!" pekik Anna marah.

"Diam, Anna!" desis Caisan.

"Sayang..." Alea merangkul Anna yang begitu ingin meneriaki Papanya.

Raut wajah Anna dipenuhi amarah yang membara, Arthur menatapnya lekat-lekat. Anna begitu tertekan, dari luka pukul di wajahnya dan kerasnya sikap Papanya membuat semua orang nampu menyimpulkan satu hal, kalau Anna sangat tersiksa.

Arthur akan mendapatkan Anna dengan mudah, pertemuan pertamanya dengan Anna membuatnya jatuh cinta dan Arthur tidak pernah menikmati malam seindah itu hingga ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan Anna.

Anna menatap Arthur dengan tatapan nyalang penuh penolakan. "Asal Tuan tahu, menikahiku hanya akan membuatmu kecewa! Aku... Aku sedang hamil anak orang lain!" teriak Anna dengan mata berkilat-kilat.

Arthur tidak bereaksi apapun, pria angkuh itu malah bangkit dari duduknya dan merapikan tuxedo yang dia pakai sebelum Arthur memutar tubuhnya saat hendak pergi.

"Siapkan pernikahanku dengan Anna segera, sebelum kau membusuk di dalam penjara, Tuan Caisan!" seru Arthur mengancamnya.

Pria itu melirik Anna dan tersenyum penuh seringai sebelum dia melangkah meninggalkan kediaman keluarga Hyerdi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status