"Eungh, di mana kamar yang aku pesan? Tubuhku panas.."
Seorang gadis cantik melangkah berat dan sempoyongan di lorong kamar hotel. Stesianna Hyerdi merasakan tubuhnya panas setelah ia meminum sebuah minuman yang diberikan oleh kekasih dan sahabatnya.Satu setengah jam yang lalu, gadis yang kerap dipanggil Anna tersebut merayakan pesta ulang tahun sahabatnya. Namun setelah dibuat mabuk berat, dengan tega sahabat dan kekasihnya pun pergi tanpa mempedulikannya, mereka meninggalkan Anna hingga gadis itu memutuskan memesan kamar di hotel itu untuk satu malam. Anna tidak mungkin pulang dalam keadaan mabuk, Papanya pasti akan sangat-sangat marah.Di sisa kesadarannya kini yang semakin memudar, Anna berdiri di depan sebuah pintu. Ia menatap pula pintu di seberangnya."Ke-kenapa nomornya sama? Arrghh, pasti yang ini... Ya, pasti yang ini!" gumam gadis itu pelan menunjuk dia pintu yang berhadapan.Anna mendorong pintu kayu cokelat di hadapannya dan masuk ke dalam kamar hotel. Rasa panas yang mendera tubuhnya membuat Anna mati-matian mengerang melawannya.Sialan dengan sahabat dan kekasihnya yang sudah membuat Anna seperti ini. Gadis itu melepaskan dress merah yang dia pakai usai menutup pintu, langkahnya sempoyongan mendekati ranjang."Apa yang terjadi dengan tubuhku," lirih Anna tersiksa. "Ugghh panas sekali..."Di tengah kegelisahan gadis cantik di atas ranjang king size berwarna putih tersebut, tiba-tiba pintu kamar mandi hotel terbuka dan menampakkan seorang pria berbalut kimono putih, berparas tampan rupawan, berambut hitam, dan memiliki tubuh tinggi besar, yang kini mengerutkan keningnya menatap adanya seseorang di kamarnya.Pria dengan iris mata hitam pekat itu melangkah mendekati ranjang menatap gadis di atas ranjangnya yang tengah gelisah merintih dan menanggalkan pakaiannya."Apa yang kau lakukan di kamarku, Nona?!"Suara bariton pria itu membuat Anna membuka kedua matanya, kepalanya kian pening hingga ia tak mampu melihat jelas wajah pria itu, hanya suara tegas yang mampu didengar oleh indranya.Bagaimana bisa di dalam kamar yang ia pesan ada seorang laki-laki? Mungkinkah dia laki-laki bayaran?"Nona," ulang pria itu.Anna beranjak, tidak peduli lagi dari manapun asal pria ini berasal, dia menarik handuk kimono putih yang pria itu pakai."Tolong... Tubuhku sangat panas!" pinta Anna dengan wajah memerah dan napasnya yang terengah. "Aku akan membayar berapapun yang kau mau!"Laki-laki itu menaikkan salah satu alisnya. Dia mendekatkan wajahnya di hadapan Anna dan mengapit lembut dagu mungil gadis itu hingga membuat sang empu mengerang dengan sentuhan kecil."Apa yang kau katakan?! Pergi dari kamarku!" usirnya sinis melepaskan tangannya di dagu Anna."Sialan! Kau tidak mau uang, hah?!" teriak Anna, lagi-lagi dia mengira kalau pria ini adalah pria bayaran.Pria itupun menyunggingkan senyumnya, ia mencondongkan tubuh kekarnya di hadapan Anna hingga gadis itu tak sadar memeluk leher pria asing di hadapan dan mencoba mengecup bibir pria asing itu.Anna yang sangat amatir dalam hal semacam ini, ia hanya berusaha melawan apa yang dia rasakan."Seseorang memberikan obat padamu," gumam pria itu begitu Anna menariknya ke ranjang."Ayo cepat lakukan apapun untukku! Aku akan membayarmu dua kali lipat dari biasanya kau meniduri para wanita!" teriak Anna, dalam mabuk pun dia bisa marah-marah."Kau wanita yang berani." pria itu tersenyum, ia mengusap lembut halus pipi putih Anna."Oh sial! Ini sangat menyiksaku!" rintih Anna lagi-lagi.Pria itu melepaskan kimono putihnya dan melemparkan begitu saja. Sejak tadi Anna sudah menggodanya, dan membuat jiwa pria itu bergejolak.Ia mendekati wajah Anna dan berbisik, "baiklah kalau ini yang kau inginkan, Cantik. Nikmatilah keputusanmu."Bisikan itu menjadi akhir ucapan pria itu sebelum dia mengecup bibir Anna, mulanya kecupan itu begitu lembut hingga berubah menjadi menggebu dan bergejolak bagi keduanya.Untuk pertama kalinya Anna disentuh oleh seorang laki-laki, meskipun ia memiliki kekasih, tapi Anna tidak pernah melakukan hal yang melampaui batas. Namun malam ini, dirinya malah berbagi kehangatan dan kenikmatan dengan pria asing.Saat rasa panas di tubuhnya mulai memudar, Anna menitihkan air matanya saat sesuatu yang teramat sakit ia rasakan. Tubuhnya bagai terbelah menjadi dua."Akhh... Jangan," lirih Anna kesakitan.Pria itu memeluknya erat dengan jantung berdebar. Keterkejutan menghampirinya, terasa jelas hangatnya napasnya di telinga Anna."Kau masih perawan?" Suara dalam pria itu.Anna hanya memejamkan kedua matanya erat hingga terasa ibu jari pria asing itu menyapu lembut pipinya.Dia tidak mengira kalau ternyata Anna masih gadis yang suci, dan pria tampan ini merenggut kesuciannya tanpa perasaan."Sudah," bisik Anna mendorong pundak kekar itu dengan kedua mata tertutup."Aku tidak bisa berhenti sekarang," bisiknya pelan dan lembut. "Aku tidak akan melepaskanmu."Dan malam ini, Anna benar-benar jatuh ke dalam jurang terdalam. Ia melepaskan kesuciannya pada pria asing yang sama sekali tidak ia kenali, dan Anna memikirkan kalau dia akan membayar pria ini atas perbuatannya. Itu semua adalah kesialan yang menyiksa.Saat pagi tiba..Anna membuka kedua matanya yang berat, gadis itu mengerang merasakan kebas sekujur tubuhnya. Pemandangan kamar asing membuat gadis itu tersentak.'Ini bukan kamarku!' batin Anna menjerit.Anna hendak bangun, namun tubuhnya terasa hancur dan remuk. Gadis itu berusaha tertatih bangun, dirinya sendirian dan tubuhnya tak berbalut sehelai benang pun."Tidak, tidak, apa yang sudah terjadi?! Apa yang sudah aku lakukan?!" Anna mengapit selimutnya dan memegangi kepalanya.Perlahan ingatannya mulai terkumpul dan mengingat kegiatan semalaman dengan pria asing yang menguasai tubuhnya di dalam kamar ini.Anna menoleh ke arah nakas, tasnya masih berada di sana. Dia membuka tasnya dan semuanya masih utuh, dari dompet, juga ponselnya.Padahal dirinya yakin kalau semalam pria mungkin seorang pria bayaran atau gigolo. Meskipun Anna tak mengenalinya pasti, dan tidak ingat sama sekali tentangnya. Tapi anehnya, pria itu tidak meminta upahnya, dia malah hilang dan Anna juga masih bertanya-tanya."Bodoh!" maki Anna menjambak rambut panjangnya. "Bagaimana semua ini bisa terjadi?! Siapa pria itu? Siapa dia?! Di-dia tidak meminta upah apapun?! Dia bukan pria bayaran?!"Amarahnya kembali menyeruak mengingat semalam ia dibuat hancur oleh sahabat dan laki-laki yang selama ini dia cintai. Anna mengambil ponselnya, ia mencoba menghubungi kekasihnya. Laki-laki itu semalam memaksa Anna dan meninggalkan Anna di bar, dia sengaja membuat Anna mabuk, juga pastinya yang memasukkan obat ke dalam minuman Anna.Anna berteriak marah saat nomor itu sudah tidak bisa dihubungi, gadis cantik itu menangis frustrasi."Laki-laki sialan! Brengsek!" teriak Anna membanting ponselnya saat itu juga.Anna kini takut, bayangan kemarahan kedua orang tuanya saat tahu apa yang terjadi padanya kini.Kemurkaan Papanya, membuat dada Anna nyeri. Setelah semalam kabur dari rumah, mabuk, dan berakhir di atas ranjang dengan pria asing yang merenggut kesuciannya, Anna berada dalam masalah besar.Cepat Anna menyeka air matanya. "Ya Tuhan, bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada Mama dan Papa? Dan laki-laki semalam, siapa dia?!"Tiga Bulan Kemudian,"Katakan pada Papa sekarang juga, siapa Ayah dari anak yang kau kandung, Stesianna!" Teriakan Caisan Papa kandung Anna, bersamaan dengan laki-laki itu melemparkan sebuah alat tes kehamilan di atas meja belajar di kamar Anna. Gadis itu tertunduk dan menggeleng tak bernyali, bahkan kini pipinya sudah memar dengan gambar tangan sang Papa. Anna menyeka air matanya. "Anna tidak tahu Pa, waktu itu Anna dibuat mabuk sama teman Anna. Anna tidak ingat dan tidak tahu siapa pria itu. Maafkan Anna, Pa," jelas gadis itu semakin menangis. "Kau ini membuat Papa dan Mamamu malu saja!" Caisan mengusap wajahnya dan menggebrak meja rias putrinya. "Bisa-bisanya kau mabuk hah?! Tidur dengan sembarang laki-laki, sekarang parahnya kau hamil!" "Sudah dong Pa, marah tidak akan menyelesaikan masalah!" Alea mengusap pundak suaminya. Sedangkan Anna, dia memunguti buku-bukunya, Anna memang masih kuliah. Karena itulah sang Papa mendidiknya dengan sangat keras, selama ini Anna sangat Cais
Tiga hari berjalan dengan sangat pahit. Pernikahan tidak bisa Anna hindari, gadis itu kini resmi menjadi istri dari sosok pria yang sama sekali tidak dia kenali. Seorang Boss sombong yang tidak berperasaan. Dengan balutan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya, Anna berada di dalam kamar bersama Mama dan Papanya, mereka akan pulang dan meninggalkannya di kediaman Arthur. "Ingat pesan Papa, Anna! Kau jangan membuat Arthur kecewa, kau harus jadi istri yang baik untuknya, hanya kau yang bisa menyelamatkan keluarga kita!" desak Caisan menuding wajah Anna dengan bibir menipis. Anna menatap sang Papa dengan tatapan kesal. "Harusnya Papa memikirkan cara lain, bukan malah mengorbankan kehidupanku di tangan pria yang tidak aku kenali untuk menjadi suamiku," bantah gadis itu menyeka air matanya. "Kau ini tidak tahu terima kasih atau bagaimana, hah?! Masih untung Arthur mau menikahimu meskipun kau hamil anak harammu itu!" sinis sang Papa, Caisan menekan telunjuknya di kepala Anna.
Anna merasakan udara hangat menyelimutinya, aroma segar maskulin yang terasa familiar menyambut pagi membangunkannya. Aroma parfum yang membuat kedua mata gadis itu terbuka perlahan, namun seketika tubuh Anna menegang hebat. 'Aroma ini? Pria itu!' batin Anna bergejolak. Detik itu juga Anna langsung bangkit menyingkap selimutnya dan betapa terkejutnya Anna saat mendapati dirinya berada di atas ranjang. "Selamat pagi, Tuan putri," sapa seseorang membuat gadis itu menoleh cepat ke arah pintu balkon. Dada Anna terasa sesak mendapati Arthur berdiri di sana. Dengan pakaian formal, tubuh tinggi besar, wajah segar dan tampan, seringai di bibirnya yang membuat Arthur terlihat semakin misterius untuk Anna. Dan satu, aroma parfum yang Arthur pakai membuat Anna mengingat seseorang di suatu malam lalu. "Kenapa kau membawaku ke kamar?" Anna menatap Arthur yang melangkah mendekatinya. "Kau berusaha menghindariku di malam pertama, bukan?""Aku sudah bilang, aku ingin tidur sendiri!" seru Anna
Seharian Anna mengurung diri di dalam kamar, ia mengabaikan semua orang yang menawarinya makan, termasuk para pelayan di rumah itu yang sangat cerewet. Sampai hari menjelang malam pun Anna masih duduk diam di atas ranjang diam memikirkan Arthur dan ucapan suaminya pagi tadi. "Tidak mungkin kalau pria malam itu adalah Arthur." Anna mendongakkan kepalanya pusing. Gadis itu mengerang marah memeluk bantal dan menekan sedikit perutnya dengan kedua mata terpejam. Puas Anna menangis memikirkan segalanya. Tentang kehamilannya, pernikahan sementara, dan tentang siapa Arthur sebenarnya. "Aku tidak punya bukti apapun," gumam Anna sedih. "Dia pasti bercanda. Mana mungkin Tuan Muda sepertinya tidur dengan sembarang wanita. Aaarrgghhh, aku benci ini semua!"Di tengah kemarahan yang Anna rasakan, tiba-tiba pintu kamar kembali terketuk, Anna menoleh dengan wajah kesal. Pelayan wanita itu membuka pintu kamar Anna membawa nampan berisi makanan dan minuman. Namun dia terdiam menatap makan siang An
"Makan yang banyak, Anna. Pelan-pelan ya nak," ujar Alea mengusap pucuk kepala Anna dengan sabar. Anna tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Di rumah Arthur memang ia ingin mual saat menghirup aroma masakan para pelayannya, entah mengapa. Merasakan sup daging yang Mamanya masak, senyuman Anna langsung merekah seketika. "Masakan Mama memang paling enak," sanjung gadis itu dengan wajah merona berseri-seri.Alea pun tersenyum dengan sanjungan putri kesayangannya, namun karena tanpa sengaja pandangannya teralih pada Arthur yang tengah menatapi Anna yang sedang makan. Tatapan mata yang tenang dan teduh, laki-laki itu begitu terlihat tulus. Namun siapa yang tidak mengenal Arthur Anderson di dalam dunia bisnis antar negara di Eropa, dia terkenal akan kepopulerannya dan juga mempunyai julukan Pria Tampan Licik yang Lembut. "Mama ke belakang sebentar," pamit Alea saat menyadari Arthur ingin memperhatikan Anna lebih lama lagi. Anna sibuk memakan sup daging kesukaannya, namun tiba-tiba kuny
'Ukhh, tubuhku rasanya sangat kaku.'Anna meremas selimutnya dengan kedua mata yang masih terpejam. Hawa mengantuk masih menyelimutinya setelah tubuhnya terasa sangat lelah. Tok.. tok.."Nyonya Anna, selamat pagi. Sarapannya sudah saya siapkan di bawah!" Kedua mata Anna terbuka lebar mendengar ketukan pintu tersebut. Ia langsung bangun dan terduduk di atas ranjang. Kesadaran belum terlalu memenuhi pikiran gadis itu hingga tiba-tiba ia merasakan sesuatu menyentuh punggung polosnya. "Tubuh yang cantik," sanjung seseorang yang tengah menyenangkan jemarinya di kulit punggung Anna. "Kau sudah tidak malu lagi saat selimutmu terjatuh, Istri Sepuluh Bulan-ku?"Hah!!Bagai genderang dipukul di kepala Anna, sontak ia menunduk dan mendelik saat tahu selimutnya melorot dan menunjukkan bagian tubuh atasnya. "Kyaaa... Arthur!" teriak Anna menarik selimutnya tinggi-tinggi dan menatap ngeri pada sosok suaminya yang entah sejak kapan dia di samping Anna, mungkin pria menyebalkan itu belum bangun
Sejak pagi, Anna sibuk berjalan-jalan dan bersenang-senang bersama Arthur. Sang suami mengenalkan ruangan-ruangan megah dan tempat indah di kediamannya. Tapi sore ini Anna merasa tidak nyaman dengan tubuhnya, terutama pada perutnya yang terasa nyeri dan sakit. Anna berdecak berulang kali dan tetap kelimpungan di atas ranjang. "A-apa yang terjadi? Kenapa perutku terasa tidak nyaman? Apa aku salah makan?" Perlahan-lahan Anna turun dari atas ranjang. Gadis itu melangkah ke lantai satu terbungkuk-bungkuk memegangi perutnya. "Arthur, di mana dia?" Anna menatap semua penjuru rumah. Sampai akhirnya Anna melihat pintu ruangan kerja Arthur yang terbuka, Anna pun melangkah mendekati pintu ruangan itu hingga ia mampu mendengar suara seseorang marah-marah dalam telepon yang tengah berbicara dengan suaminya. "Apa-apaan kau Arthur! Bisa-bisanya kau menikah tanpa sepengetahuan Mama dan Papa?! Wanita mana yang kau nikahi, Arthur!" Suara teriakan dari sambungan telepon itu membuat Arthur menjau
Saat keadaan sudah membaik, Anna pun terbangun dari tidurnya. Gadis itu terdiam menatap Arthur yang tertidur dengan posisi duduk dan bersedekap. Menatap wajah suaminya, Anna tidak mengerti kenapa laki-laki ini seolah dia kadang terlihat tega pada Anna, tapi sosoknya yang asli begitu cemas dan berteriak kepanikan kalau hal buruk terjadi pada Anna, siapa sebenarnya sosok Arthur ini?"Arthur," lirih Anna, ia mengulurkan tangannya dan hendak menyentuh wajah laki-laki itu. Ya, saat ini Anna bisa menyebut kalau Arthur, adalah lelakinya. Pergerakan tangan Anna terhenti saat ujung jemarinya menyentuh rahang laki-laki itu dengan sangat lembut. "Ada apa, Istriku?" Arthur meraih tangan Anna dan menggenggamnya. Anna sedikit terkejut begitu Arthur langsung meresponnya dengan cepat. "Emm, kau tidak tidur?" tanya gadis itu. Arthur terkekeh pelan dan menggelengkan kepalanya masih dengan kedua mata terpejam. "Aku takut kau pergi," jawabnya begitu tak masuk akal. Barulah Arthur mengembuskan na