Share

Malam Pertama yang Sesungguhnya

"Makan yang banyak, Anna. Pelan-pelan ya nak," ujar Alea mengusap pucuk kepala Anna dengan sabar.

Anna tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Di rumah Arthur memang ia ingin mual saat menghirup aroma masakan para pelayannya, entah mengapa.

Merasakan sup daging yang Mamanya masak, senyuman Anna langsung merekah seketika.

"Masakan Mama memang paling enak," sanjung gadis itu dengan wajah merona berseri-seri.

Alea pun tersenyum dengan sanjungan putri kesayangannya, namun karena tanpa sengaja pandangannya teralih pada Arthur yang tengah menatapi Anna yang sedang makan.

Tatapan mata yang tenang dan teduh, laki-laki itu begitu terlihat tulus. Namun siapa yang tidak mengenal Arthur Anderson di dalam dunia bisnis antar negara di Eropa, dia terkenal akan kepopulerannya dan juga mempunyai julukan Pria Tampan Licik yang Lembut.

"Mama ke belakang sebentar," pamit Alea saat menyadari Arthur ingin memperhatikan Anna lebih lama lagi.

Anna sibuk memakan sup daging kesukaannya, namun tiba-tiba kunyahannya terhenti saat dia menoleh bertemu pandang dengan sang suami.

Lantas gadis itu menunduk.

"Apa lagi yang kau pikirkan? Ayo cepat habiskan makanmu, istriku," bujuk Arthur, dia mendekati Anna.

Anna menatap semangkuk sup yang masih hangat. Pikirannya kembali mengingat betapa Arthur membelanya di depan sang Papa.

"Kenapa kau tadi memarahi Papaku? Kau ingin membelaku?" tanya Anna dengan polos dia menatap Arthur.

Helaan napas berasal dari bibir laki-laki itu dan dia enggan menjawab pertanyaan Anna yang terdengar tidak penting untuknya. Arthur meraih mangkuk di hadapan Anna dan menyuapi istrinya yang cerewet ini.

"Buka mulutmu," pintanya.

Anna membuka mulut, barulah Arthur tersenyum puas.

"Dengar Istriku, pertama-tama aku tidak membelamu sama sekali. Yang kedua, karena pernikahan sepuluh bulan ini maka aku akan memperlakukanmu seperti seorang putri yang akan aku jaga. Dan yang terakhir, tentu saja karena kau sedang hamil anakku, kalau kau bersedih sudah jelas anak itu akan terganggu di dalam perutmu. Aku tidak ingin hal buruk terjadi padanya, kau jangan besar kepala."

Penjelasan yang cukup jelas dan menyakitkan. Benar, Anna terlalu percaya diri untuk ingin mengetahui apa tadi Arthur membelanya. Segala kebaikan ini. Mengantarkan ia pulang sekedar untuk makan, membelanya, dan menyuapinya detik ini. Hanya karena anak yang ada di dalam perutnya, Anna tidak pantas keras kepala.

Air mata gadis itu menetes. Anna pun menepis pelan tangan Arthur saat hendak menyuapinya.

"Aku sudah kenyang," ujarnya menolak.

"Dan aku tidak suka dibohongi, Anna. Apa kau mau hari ini menjadi hari terakhirmu pulang ke rumah ini?" ancam Arthur ketika Anna menolak melanjutkan makannya.

Tatapan mata Anna menjadi begitu sedih, tapi dengan setia pria itu tetap menyuapinya.

"Aku bisa makan sendiri, kau tidak usah menyuapiku. Diamlah di sampingku saja," ujar Anna merebut piring di tangan Arthur.

"No, jangan melawanku!" tegasnya.

"Pria menyebalkan!" desis Anna kesal.

Bibir Arthur terukir senyuman. "Tapi aku tetap suamimu, Stesianna Anderson."

Dari lantai dua, Alea menatap putrinya yang malang. Wanita itu tahu kalau Anna tidak bahagia dengan pernikahannya. Sebaik apapun Arthur, dia tetaplah pembuat onar yang tidak akan bisa Alea percayai bisa seratus persen menjaga Anna, buktinya kini Anna menangis.

**

Setelah pulang dari kediaman orang tuannya, sesampainya di rumah Arthur, gadis itu langsung berjalan ke dalam kamar.

Anna membiarkan penerangan kamarnya mati dan gelap. Hingga pintu kamar kembali terbuka saat Arthur masuk ke dalam sana.

"Arthur," lirih Anna memanggil pria itu tanpa menoleh sedikitpun.

"Hem?" Arthur menjawabnya dengan gumaman kecil.

"Bisakah malam ini aku tidur sendiri? Sekali ini saja aku meminta."

"Tidak. Aku akan tidur bersamamu, kau sudah menggagalkan malam pertama kita, Anna!" seru laki-laki itu melirik Anna.

Anna beranjak dari duduknya, ia melangkah dan berdiri tepat di hadapan suaminya. Bahkan Anna sampai mendongak saat ingin menatap Arthur dan tidak ada jarak sama sekali kedekatan mereka berdua.

Iris mata yang bergetar memohon, apakah seorang Anderson sangat menjijikkan hingga gadis ini bersikeras inginnya dia tidur sendiri?

"Ingat aturan permainannya, Tuan Putri," bisik Arthur, kali ini telapak tangannya membingkai di satu pipi Anna.

"A-apa artinya aku bagimu dalam pernikahan ini?" tanya Anna tiba-tiba. "Apa sekedar kau ingin menyelamatkan aku dari Papaku yang abusive, kau ingin mendapatkan bayiku, atau... Atau kau memang laki-laki yang malam itu-"

Kedua mata melebar, kata-kata dan isak tangisannya kembali tertelan begitu saja saat Arthur menarik tengkuk leher Anna dan mengecup bibirnya.

Kedua tangan kekarnya yang masih berbalut lengan panjang kemeja itu merengkuh tubuh kecil Anna dan menggiringnya ke ranjang tanpa melepaskan tautan bibir mereka.

"Arthur..." Anna menekan dada kekar laki-laki itu, namun percuma saat Anna tidak bertenaga sama sekali. "Maafkan aku, Arthur berhenti!"

Kegelian menyerang Anna bertubi-tubi, ia mencengkeram kedua pergelangan tangan Anna dia atas kepala gadis itu.

Anna tidak bisa melawannya sama sekali, ia hanya memejamkan kedua matanya kuat-kuat tiap bibir tipis laki-laki itu menyentuh kulit lehernya.

"Arthur, lapaskan tanganku... Sakit," cicit Anna merintih.

Arthur mengabulkannya. Pria itu tersenyum tipis mengungkungnya, Anna merapatkan jemari kedua tangannya di depan dada. Matanya terbuka kala Arthur menatapnya dengan intens dan hangat.

"Kau sangat cantik, Stesianna," pujinya dengan nada pelan dan lembut. "Akan lebih cantik lagi saat..."

Ucapannya dia pelankan, Arthur melepaskan satu kancing teratas dress yang Anna pakai dan turun lagi.

"Saat gaun ini tak lagi melekat di tubuhmu, kau akan jauh lebih cantik, Istriku..."

"A-apa yang kau lakukan-"

Sia-sia Anna memprotesnya saat kata-katanya kembali tertelan begitu laki-laki itu mengecup bibirnya lagi.

"Aku menginginkanmu istriku, malam ini juga," bisik Arthur menarik lepaskan gaun panjang yang Anna pakai.

"Arthur, tidak aakhh..." Anna meremas punggung laki-laki itu saat permainan yang sesungguhnya Arthur mulai.

Kenyataannya Anna tidak mampu melawannya, sial sekali ia malah terbuai dengan permainan yang Arthur ciptakan dalam tempo yang lembut.

Dan malam ini Stesianna Hyerdi, kini kalah dari seorang Arthur Anderson.

Beberapa jam kemudian.

Arthur menyergah napasnya panjang, dan pelan menyunggar rambut hitamnya ke belakang. Dia duduk bersandar di atas ranjang dan menoleh menyelimuti Anna yang terlelap dengan tubuh polosnya.

Sejenak Arthur membiarkan jemarinya mengusap pipi putih nan lembut milik istrinya.

"Dia masih sama seperti malam waktu itu, suara lembutnya malam ini memanggil namaku dan membuatku candu... Oh sial!" Arthur menepuk keningnya.

Laki-laki itu ikut berbaring dan menarik pundak Anna dibawa dalam dekapan hangatnya. Dengan mesra Arthur menyembunyikan wajah cantik Anna dalam ceruk lehernya yang hangat.

Ia membenamkan wajahnya di bahu polos Anna yang tak lagi putih mulus.

'Maafkan aku berdusta padamu, Anna. Aku tak hanya menginginkan bayi itu, tapi aku mulai tamak dan aku... Aku sangat menginginkanmu, selamanya di sampingku.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status