'Ukhh, tubuhku rasanya sangat kaku.'
Anna meremas selimutnya dengan kedua mata yang masih terpejam. Hawa mengantuk masih menyelimutinya setelah tubuhnya terasa sangat lelah.Tok.. tok.."Nyonya Anna, selamat pagi. Sarapannya sudah saya siapkan di bawah!"Kedua mata Anna terbuka lebar mendengar ketukan pintu tersebut. Ia langsung bangun dan terduduk di atas ranjang.Kesadaran belum terlalu memenuhi pikiran gadis itu hingga tiba-tiba ia merasakan sesuatu menyentuh punggung polosnya."Tubuh yang cantik," sanjung seseorang yang tengah menyenangkan jemarinya di kulit punggung Anna. "Kau sudah tidak malu lagi saat selimutmu terjatuh, Istri Sepuluh Bulan-ku?"Hah!!Bagai genderang dipukul di kepala Anna, sontak ia menunduk dan mendelik saat tahu selimutnya melorot dan menunjukkan bagian tubuh atasnya."Kyaaa... Arthur!" teriak Anna menarik selimutnya tinggi-tinggi dan menatap ngeri pada sosok suaminya yang entah sejak kapan dia di samping Anna, mungkin pria menyebalkan itu belum bangun sejak tadi.Pria itu tersenyum simpul, dia benar-benar pendosa yang beruntung karena memiliki tampang yang mendukung.Mengetahui wajah Anna yang pucat, selain kaget, pasti gadis itu akan marah padanya mengingat semalam."Tidak perlu sepanik itu, istirahatlah kalau kau lelah," ujar Arthur menarik lengan Anna pelan."Kenapa kau masih ada di rumah? Biasanya kau sudah pergi," cicit Anna berbaring di samping Arthur dan tidak menatapnya sama sekali."Apa kau pikir aku suami brengsek yang meninggalkan istriku setelah semalam bercinta dengan panas? Aku tidak setega itu, Istri Sepuluh Bulan-ku."Anna menggeram kesal. "Jangan pakai panggilan itu, aku tidak suka!"Wajah Anna yang merenggut membuat Arthur lagi-lagi terkekeh, Anna adalah gadis yang lucu, polos, bahkan lebih menggoda saat dia sedang marah begini. Dan Arthur merasa beruntung bisa menemukan Anna.Arthur tersenyum, dia menyibakkan selimutnya dan ternyata laki-laki itu sudah memakai piyamanya, dia curang sekali dengan membiarkan Anna tanpa sehelai benang semalaman, dirinya sendiri sudah berpakaian.Dasar Pria Iblis Menyebalkan."Segeralah mandi, dan pergi sarapan di lantai satu. Aku akan sarapan di luar," ujar Arthur berjalan ke arah lemari dan menyiapkan pakaiannya sendiri."A-Aku turun nanti saja," jawab Anna meremas selimutnya dan masih menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.Melihat kekonyolan Anna, Arthur lantas menaikkan salah satu alisnya."Kenapa? Apa kau tidak lapar? Kau tidak lelah?" tanya Arthur berjalan mendekatinya.Anna merengut begitu jemari tangan suaminya menarik dagu kecilnya hingga mereka bertatapan untuk beberapa detik. Arthur menyunggingkan seringai di bibirnya."Kalau kau tidak mau turun dan sarapan, aku akan melakukannya lagi di pagi hari, melanjutkan yang semalam."Kedua pupil mata Anna membesar seketika. Gadis itu tidak mengerti kenapa laki-laki ini begitu mengerikan."Ba-baiklah, aku akan sa-sarapan. Bajuku... Ma-mana bajuku! Ambilkan itu! Tolong!" Anna kalang kabut sendiri dan menunjuk pakaiannya yang ada di lantai pada Arthur.Dia memerintah sang suami dengan seenak jidat.Tapi kali ini, Arthur akan memenuhi keinginan istri cantiknya dan mengambilkan gaun panjang di lantai itu."Mau aku bantu sekalian memakaikannya?'" tawar Arthur tersenyum simpul."Ah, ti-tidak usah!"Persetan dengan urat malu, Anna melupakannya dan ia memakai pakaiannya cepat-cepat.Gadis itu turun dari atas ranjang pelan, rasa sakit di pangkal kakinya memang terasa, namun tak seperti dulu lagi. Anna bisa mengabaikannya.Dia berjalan cepat keluar dari dalam kamar meninggalkan Arthur sendirian. Laki-laki itu tersenyum miring dengan kekonyolan istri cantiknya di pagi hari."Menggemaskan sekali dia," gumam Arthur masih dengan berkacak pinggang menggeleng-gelengkan kepalanya keheranan.**"Nyonya Anna, perkenalkan saya Meli, dan Tuan Arthur meminta saya menemani Nyonya Anna sepanjang hari supaya Nyonya tidak bosan di sini."Seorang pelayan wanita yang masih terbilang cukup muda, dia terus membuntuti Anna saat gadis itu tengah berjalan-jalan di teras samping kediaman Arthur yang besar dan megah."Heem, di mana Pria Menyebalkan itu?" tanya Anna menoleh pada Meli."Eh? Pe-pria Jahat? Maksud Nyonya, Tuan Arthur?" tanya pelayan itu, selain merepotkan ternyata dia juga sangat menyebalkan."Siapa lagi. Dia sangat menyebalkan," cicit Anna kesal.Pelayan itu terkikik geli dengan jawaban Anna. Hal itu membuat Anna meliriknya dan sesuatu terasa mencubit hatinya untuk mengetahui tentang sosok Arthur lebih dalam lagi, pelayan-pelayan di rumah ini pasti tahu banyak tentang Arthur."Meli," panggil Anna, dia menghentikan langkahnya seketika. "Ada yang ingin aku tanyakan padamu tentang suamiku.""Tentang Tuan? Apa saja bisa Nyonya tanyakan pada saya."Pelayan ini sungguh antusias, dia juga mungkin seusia Anna atau mungkin lebih tua sedikit saja.Melihat dia yang begitu akrab dengannya, selain itu Meli juga selalu melakukan apapun yang Anna suruh, mungkin Anna akan memberikan kepercayaannya pada pelayan ini selama ia berada di sana."Nyonya Anna...""Tolong ceritakan segala hal tentang suamiku, baik itu keluarganya, atau segala hal yang kau tahu dari seorang Arthur Anderson," pinta Anna pada pelayan itu.Dan pelayan itu tertunduk, dia sepertinya tidak tahu, atau mungkin Arthur memang memintanya untuk tidak menceritakan apapun?"Nyonya, sejujurnya Nyonya akan banyak sakit hati kalau Nyonya tahu banyak hal tentang Tuan Arthur," jelas Meli tertunduk.'Sudah aku duga, dia bukan orang yang benar-benar baik!'"Apa Arthur sudah lama tinggal di sini?" Anna melangkah mendekati kursi."Emm, sekitar tiga setengah bulan atau baru empat bulanan, Nyonya."Anna kembali terdiam, tangan kecil gadis itu menyentuh perut ratanya."Apa dia memberi tahu kalian kalau aku hamil?" tanya Anna lagi."Hah?!"Pelayan perempuan itu memekik kaget, dia menatap Anna dengan seksama dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seolah-olah tidak percaya dengan apa yang Anna jelaskan dan katakan barusan ini.Benar sekali dugaan Anna, Arthur tidak akan bercerita pada siapapun. Anak dalam perutnya adalah aib bagi semua orang. Awalnya Anna berpikir begitu, tapi setelah ia berpikir kalau semua orang menganggapnya aib, bagaimana kalau anak ini sendirian nantinya? Apa Arthur bisa perhatian dengan anak ini? Bagaimana kalau Arthur menikah lagi dan membiarkan anak ini dalam hati yang lara?"Nyonya Anna hamil?" lirih Meli terpaku.Anna mengangguk mengaku. "Iya, mungkin sekitar dua sampai tiga bulanan.""Wahhh, Tuan Arthur pasti akan sangat bahagia!" Wanita itu berseri-seri.Hanya anggukan yang Anna berikan dan senyuman palsu. Hingga tiba saatnya seorang 'PRIA IBLIS MENYEBALKAN', julukan yang Anna berikan pada Arthur. Laki-laki itu muncul dan melangkah mendekatinya.Pelayan di samping Anna langsung pergi seketika.Arthur menatap Anna yang menatapnya hingga gadis itu tersenyum tipis padanya."Apa kau mulai suka tinggal di sini?" tanya laki-laki itu kini membungkukkan badannya dan mengecup pipi kiri Anna."Hem. Aku tidak tahu kau punya taman yang seluas itu, aku ingin pergi ke sana, ke sana, dan-"Ucapan Anna terhenti begitu Arthur menatap wajahnya. Jemari tangan Anna mencengkeram dress yang dia pakai.Arthur meletakkan telapak tangannya pada punggung tangan Anna."Teruslah tersenyum seperti ini, aku bisa menambahkan kontrak pernikahan kita kalau aku berubah pikiran," ujar laki-laki itu."Hah?! Be-berubah bagaiman-""Menjadi satu tahun, dua tahun, tiga tahun, atau selamanya. Aku kan yang berkuasa." Dia menjawab dengan sombong.Anna memakai dalam hati, ia benar-benar ingin menjambak rambut hitam suami tampannya ini dan berteriak di telinganya.Gadis itu memejamkan kedua matanya.'Dasar Suami Sepuluh Bulan-ku yang Jahat!'Sejak pagi, Anna sibuk berjalan-jalan dan bersenang-senang bersama Arthur. Sang suami mengenalkan ruangan-ruangan megah dan tempat indah di kediamannya. Tapi sore ini Anna merasa tidak nyaman dengan tubuhnya, terutama pada perutnya yang terasa nyeri dan sakit. Anna berdecak berulang kali dan tetap kelimpungan di atas ranjang. "A-apa yang terjadi? Kenapa perutku terasa tidak nyaman? Apa aku salah makan?" Perlahan-lahan Anna turun dari atas ranjang. Gadis itu melangkah ke lantai satu terbungkuk-bungkuk memegangi perutnya. "Arthur, di mana dia?" Anna menatap semua penjuru rumah. Sampai akhirnya Anna melihat pintu ruangan kerja Arthur yang terbuka, Anna pun melangkah mendekati pintu ruangan itu hingga ia mampu mendengar suara seseorang marah-marah dalam telepon yang tengah berbicara dengan suaminya. "Apa-apaan kau Arthur! Bisa-bisanya kau menikah tanpa sepengetahuan Mama dan Papa?! Wanita mana yang kau nikahi, Arthur!" Suara teriakan dari sambungan telepon itu membuat Arthur menjau
Saat keadaan sudah membaik, Anna pun terbangun dari tidurnya. Gadis itu terdiam menatap Arthur yang tertidur dengan posisi duduk dan bersedekap. Menatap wajah suaminya, Anna tidak mengerti kenapa laki-laki ini seolah dia kadang terlihat tega pada Anna, tapi sosoknya yang asli begitu cemas dan berteriak kepanikan kalau hal buruk terjadi pada Anna, siapa sebenarnya sosok Arthur ini?"Arthur," lirih Anna, ia mengulurkan tangannya dan hendak menyentuh wajah laki-laki itu. Ya, saat ini Anna bisa menyebut kalau Arthur, adalah lelakinya. Pergerakan tangan Anna terhenti saat ujung jemarinya menyentuh rahang laki-laki itu dengan sangat lembut. "Ada apa, Istriku?" Arthur meraih tangan Anna dan menggenggamnya. Anna sedikit terkejut begitu Arthur langsung meresponnya dengan cepat. "Emm, kau tidak tidur?" tanya gadis itu. Arthur terkekeh pelan dan menggelengkan kepalanya masih dengan kedua mata terpejam. "Aku takut kau pergi," jawabnya begitu tak masuk akal. Barulah Arthur mengembuskan na
"Bisakah kau tidak menemui dan muncul lagi di hadapan Anna?!" Arthur mengatakan hal mengejutkan itu pada Caisan, Papa kandung Anna yang kini berdiri di hadapannya, di luar ruangan Anna di rawat di rumah sakit.Wajah Caisan sedikit terkejut dengan apa yang Arthur katakan barusan, laki-laki itu terlalu membutuhkan Arthur hingga dia mengangguk dan tertawa renyah. "Ya, tentu saja kalau itu yang kau mau. Aku tidak akan datang lagi menemui Anna. Tapi Arthur, kalau bisa kau harus memaksa anak itu untuk makan dan melakukan hal yang baik untuk bayinya, agar anak kalian sehat-sehat nantinya," seru Caisan dengan tampang yang tak berdosa. Arthur tersenyum tipis. "Bukannya kau menyebut anak itu, anak haram?" tanya Arthur lagi.Arthur tidak punya pertimbangan apapun pada laki-laki tua menyedihkan di depannya ini. Ia juga tidak menimbang-nimbang rasa sungkan untuk memanggilnya dengan sebutan Papa mertua. Laki-laki itu terlalu jahat untuk Anna hingga tidak akan pantas disebut Papa. "Arthur, aku
Setelah beberapa hari sudah membaik kondisinya, Anna terbiasa tinggal bersama dengan Arthur sebagai seorang suami. Bahkan di sela kesibukan seorang Arthur, Anna tahu setiap malamnya suaminya selalu menyempatkan menatap wajahnya dan mengecup kening Anna seolah-olah dia benar-benar mencintai Anna. Seperti saat ini contohnya. Arthur mengusap pipi gembil Anna saat istrinya itu belum bangun, tapi Anna hanya pura-pura. "Tertidur pun kau tetap sangat cantik, Istriku," bisik Arthur mengecup lagi pipi hingga dagu Anna. Sudut bibir gadis itu berkedut, dia ingin tersenyum. Melihatnya, Arthur menarik gemas hidung gadis itu. "Aku tahu kau hanya pura-pura," ujar laki-laki itu. "Aku masih mengantuk, kau jangan menggangguku," seru Anna cemberut menatap suaminya. "Ya, tidurlah lagi." "Sudah tidak bisa! Kau mengangguku terus sampai mengantukku hilang, aku tidak akan bisa tidur pulas lagi!" seru Anna dengan wajah muram, masam, dan kesal. Arthur mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala istrin
Menyelidiki suami sendiri adalah kegiatan yang melelahkan, apalagi Arthur seperti sedang mempermainkannya. Anna kelelahan seharian berpikir keras memikirkan Arthur, hingga kini wanita itu tertidur pulas di sofa yang ada di balkon kamar dengan posisi terduduk. "Anna!" Suara Arthur terdengar, laki-laki itu membuka pintu kamarnya dan kosong, dia tidak menemukan istrinya. Arthur berdecak. "Ke mana dia? Apa dia mengeliling mansion lagi?" gumam Arthur. Sampai tiba akhirnya perhatian Arthur teralihkan saat melihat pintu balkon terbuka, ia berjalan keluar dan melihat Anna tertidur memeluk bantal dengan posisi terduduk. "Astaga, apa yang dia lakukan?" lirih Arthur mendekati Anna. Menatap wajahnya dari dekat, degup jantung Arthur berpacu. Bibir tipis, dagu mungil dan kulit putih bening, Arthur merasakan kesempurnaan yang Anna miliki adalah hadiah dari Tuhan untuknya. Perlahan-lahan Arthur mengangkat tubuh mungil Anna, dibawanya masuk ke dalam kamar dan ia rebahkan di atas ranjang kamarny
Anna terkejut melihat kekasih sekaligus calon istri Arthur yang datang ke rumahnya. Wanita itu sangat-sangat marah dan memaki Anna yang berdiri dalam perlindungan Arthur. "Aku berjuang banyak untuk laki-laki brengsek sepertimu, Arthur!" teriak Sonya melemparkan vas bunga ke depan Arthur dan Anna. "Semua keperluan pernikahan kita sudah aku siapkan!" Sonya menangis menggeru-geru, dengan wajah kacau. Anna yang melihat wanita itu, ia tahu bagaimana posisi menjadi Sonya, pasti juga sangat menyakitkan. Tapi pernikahan ini bukan sepenuhnya kemauan Anna, justru Arthur yang memang menginginkannya. "Berhenti bersikap seolah-olah kau adalah orang yang paling tersakiti di sini, Sonya," ucap Arthur dengan nada dingin. Tangisan Sonya langsung terhenti. "Apa maksudmu?" Wanita itu berdiri, dia melangkah mendekat hingga kini berdiri di hadapan Anna dengan air matanya yang menetes membasahi pipi mulusnya. "Dibayar berapa kau dengan calon suamiku sampai kau mau dinikahi laki-laki yang satu bulan
Saat Anna bangun dari tidurnya, gadis itu tidak mendapati Arthur di sampingnya. Anna benci situasi di mana ia selalu ingin ditemani oleh laki-laki itu. Bahkan saat Anna merasa kesepian, ia ingin mencari Arthur dan mengajaknya duduk berdua dengannya. "Aku benci saat-saat ini," gumam Anna menundukkan kepalanya lesu. Telapak tangannya mencengkram perut. "Kenapa kau juga menyukaiku Papa sambungmu itu? Padahal dia terlihat tidak tulus pada Mamamu ini." Dengan wajah sebal, Anna menyibak selimutnya dan gegas turun dari atas ranjang. Gadis itu melangkah ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Anna keluar dari dalam kamar, di depan pintu kamarnya sudah ada Meli, sang pelayan setia yang menunggunya. "Selamat pagi Nyonya Anna," sapa Meli tersenyum manis pada Anna. "Pagi juga, Pelayan Meli," balas Anna dengan sama tersenyumnya. "Oh ya, di mana Arthur?" "Tuan ada di teras paviliun depan. Tuan sedang menemui tamunya, apa Nyonya mau saya antarkan ke sana?" tawar Meli pada Anna.Anna menggelengk
Arthur menatap bosan pada tumpukan berkas di atas meja kerjanya. Tidak sekali ia mengumpat pada pekerjaan yang tidak ada usainya. Bahkan dari pagi hingga siang ini tak ada istirahatnya namun juga tak kunjung rampung. "Hufftt... Kapan ini akan selesai?" gumam laki-laki itu frustrasi. Seorang laki-laki dengan stelan tuxedo abu-abu menatapnya, ia menurunkan kaca tipis berwarna emas yang membingkai mata bermanik hazel miliknya. "Apa Tuan ada urusan lain di luar?" tanya Reko, ia bangkit dan mengambil setengah dari berkas yang menumpuk di meja Arthur. "Tidak." Arthur menjawabnya tak acuh. Reko pun mengangguk pelan, sampai pintu ruangannya terbuka. Tanpa sopan santun seorang wanita berdiri di sana. Kembali Arthur menyergah napasnya panjang. Ia menatap lekat wanita itu. "Keluarlah, Reko!" perintah Arthur. "Baik Tuan." Reko keluar dari dalam ruangan itu, menyisakan Arthur yang seorang wanita cantik berambut sepunggung dengan stelan mini dress putihnya. Sudut bibir Arthur menyungging