Share

Bab 6

Author: Dama Mei
last update Last Updated: 2022-06-09 00:36:40

Karin berusaha keras untuk menjauh dari Katon, namun cengkeraman lelaki itu lebih kuat dari apapun. Bahkan tubuh Karin tidak bisa bergerak dan hanya bisa pasrah  Katon sendiri sepertinya enggan untuk melepaskan Karin dan ingin Karin tetap duduk dipangkuannya. Dia memandangi gadis itu lamat-lamat hingga membuat Karin jengah.

"Bisa nggak kau lepaskan aku?" suruh Karin.

"Nggak."

"Apa maumu?"

"Aku sedang meneliti calon istriku."

Diam-diam Karin mencuri pandang pada mata hijau zamrud milik Katon yang indah. Dia amati struktur wajah Katon, begitu tegas dan dingin. Tidak ada yang membedakannya dengan warga Alfansa biasa, kecuali warna matanya yang bisa berubah.

"Kenapa kau memilihku?"

"Kenapa kau tanya itu lagi?"

"Karena aku ingin tahu. Kau tak mungkin memilihku begitu saja, pasti ada alasan dibalik semuanya."

Katon tersenyum, "Terkadang kami memang memilih calon pengantin kami secara acak. Makanya ada beberapa calon pengantin yang berakhir mati karena ditolak oleh kami."

"Kau memilihku secara acak?"

Katon terdiam dengan sedikit menundukkan kepalanya. Saat Karin perhatikan, bola matanya telah berubah hitam legam.

"Kau marah?"

"Aku, Katon Bagaskara, tidak mungkin memilih istriku secara acak," ucap Katon tegas. "Tapi kau tak perlu tahu kenapa."

Dia melepaskan tubuh Karin dan beranjak berdiri. Sepersekian detik ada perasaan kecewa dari Karin karena Katon telah melepaskan Karin dari pangkuannya. Mata Katon mendelik mengawasi Karin, dengan senyum tipis yang dingin dan penuh maksud.

"Kau kecewa?"

"Kau membaca pikiranku?!" protes Karin tak terima bercampur malu. Dia tak menyangka Katon akan membaca isi hatinya secara gamblang.

"Tapi aku harus pergi. Sampai jumpa lagi," Katon berjalan menuju pintu kamar Karin.

"Sampai kapan?" tanya Karin tanpa diduga.

"Entahlah. Jangan menungguku. Cukup persiapkan saja dirimu untuk pernikahan kita nanti," jawab Katon. "Namun perlu kuingatkan, cobaanmu disini akan lebih berat. Kau harus bertahan."

"Apa maksudmu?"

"Kau akan tahu," jawab Katon singkat sembari tak lupa melempar senyum tipis nan misterius. Dan kali ini dia benar-benar pergi, meninggalkan Karin yang di lubuk hatinya yang terdalam masih ingin Katon berada disini.

* * *

Karin berjalan melewati koridor sekolah saat dia mulai menyadari jika para siswa mulai berbicara di belakangnya. Saat Karin melintas, mereka berbisik-bisik dengan tatapan tajam ke arahnya, seakan Karin baru saja terlibat skandal yang tak termaafkan. Apakah ini yang dimaksud Katon dengan cobaan?

"Karin!" panggil Tanya yang berlari menuju arah Karin. Senyumnya sangat lebar pagi ini.

"Mana Erna?" tanyanya.

"Nggak tahu. Gedung asrama kita nggak sama."

"Karin Nevada?" tegur seorang siswa bertubuh jangkung dengan kacamata. Dia membawa sebuah bingkisan dengan paper bag warna coklat.

"Iya."

"Aku Aldo, ketua OSIS di sekolah ini," Dia menawari Karin untuk berjabat tangan.

"Disini juga ada OSIS?" tanya Karin terkagum-kagum.

"Well, ya," Aldo menjawab ragu. "Memang kenapa?"

"Nggak," Karin menggeleng kuat karena dia dengan cepat menyadari jika Aldo adalah salah satu bangsawan iblis.

"Ini ada titipan untuk kamu dari Katon.," Aldo menyerahkan bingkisan itu pada Karin.

"Ini apa?" Karin mengamati bingkisan itu di setiap sudut untuk menebak isinya.

"Sepertinya ponsel?" tebak Tanya.

"Yap. Katon memberimu ponsel supaya kalian bisa mudah berkomunikasi."

Karin lagi-lagi terkagum karena tak menyangka kehidupannya di Alfansa sama saja dengan disini. Aldo menawari Karin untuk membuka bingkisan itu dan mengatur ponsel baru Karin supaya bisa langsung dipakai.

"Ngomong-ngomong, kamu yang ngaku jadi pengantin Katon kan?" tanya Aldo pada Tanya dengan muka datar tanpa rasa bersalah.

Tanya yang semula wajahnya penuh senyum berubah kecut dan merah karena malu. Dia gelagapan hingga salah tingkah.

"Nggak malu ya temenan sama Karin?" seloroh Aldo lagi tanpa beban.

"Aldo, stop. Aku yang nyuruh dia temanan sama aku," pinta Karin.

"Oke, maaf ya Rin," Aldo kembali fokus pada ponsel baru milik Karin sambil sesekali melirik Tanya.

"Siapa calon pengantinmu?" tanya Aldo sekali lagi pada Tanya. 

"Apa pedulimu?"

Aldo angkat bahu, "Aku cuma penasaran kenapa kamu malu mengakuinya."

"Kalau kamu siapa Do?" seloroh Karin nimbrung.

"Nggak punya. Aku masih menikmati kebebasan dan memang itulah enaknya jadi bangsawan biasa sepertiku. Kita tak punya beban untuk segera mencari calon pengantin."

"Do... aku boleh ngomong sesuatu nggak?" Terbata-bata Karin bertanya pada Aldo.

"Kenapa?" Aldo masih sibuk mengutak-atik ponsel Karin. Dia adalah salah satu murid yang merangkap sebagai asisten Katon. James dan Aldo menjadi satu-satunya orang kepercayaan Katon.

"Kamu mau nggak ... "

"Nggak!" Belum sempat Karin menyelesaikan kalimatnya, Aldo dengan cepat menyela.

"Aku tahu kamu bakal nyuruh aku kenalan dengan dia kan?" Kepala Aldo menunjuk pada sosok Erna yang berjalan cepat menuju ke arah Karin.

Karin hanya bisa nyengir karena mungkin satu sekolah sudah tahu jika mereka berdua bersahabat. Persahabatan yang sangat konyol, antara calon pengantin Katon yang notabene sosok paling disegani dengan calon pengantin yang ditolak pasangannya.

"Ada apa Rin?" tanya Erna setelah dia mendekat. Erna menatap Karin dan Aldo bergantian.

"Kenapa kamu disini?" tanyanya.

"Nggak lihat apa?" Aldo ketus, sembari melanjutkan kesibukannya mengatur ponsel Karin.

"Kasihan banget yang bakal jadi calon pengantinmu," gerutu Erna.

"Dan untungnya aku nggak nyari," Setelah beres, Aldo segera menyerahkan ponsel itu dan bergegas pergi. Dia hanya pamit pada Karin dan tak menghiraukan Erna maupun Tanya. Mereka berdua menggerutu dongkol pada sikap Aldo yang memang terkenal culas pada siapapun.

Karin mengamati ponsel barunya yang entah bagaimana, telah terpasang wallpaper wajah Katon disana. Sepertinya Aldo sengaja mengerjai Karin atau memang disuruh oleh Katon. Dalam hati Karin mengomel, namun tersirat senyum tipis di bibirnya.

"Gila ya, kenapa dia iseng banget naruh foto Katon di wallpaper ponselmu?!" seru Erna, membuyarkan lamunan singkat Karin yang indah.

"Masa sih?" Tanya ikut nimbrung ingin melihat wallpaper itu.

Karin segera memasukkan ponselnya ke saku, "Mungkin Katon yang nyuruh dia."

"Nggak nyangka Katon senarsis itu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta Si Iblis Tampan   Epilog

    Segalanya telah berubah. Dan harus berubah. Karin tak perlu diingatkan akan hal itu, karena dia cukup tahu diri. Segala kengerian yang terjadi dua hari yang lalu, membuatnya sadar jika hidupnya tak akan pernah tenang di sini. Menjadi pengantin bangsawan iblis tertinggi memang bukan pilihannya, namun Karin tahu, dia tak bisa menghindari takdirnya sendiri.Dan hari ini adalah hari terakhir baginya. Bukan hari terakhir untuk hidup, tapi hari terakhirnya untuk belajar di sekolah Sofia, karena Katon tak ingin hal mengerikan itu terjadi lagi, meski Stefani kini sudah menghilang selamanya.“Aku janji, aku tidak lama,” Karin mengacungkan jari kelingkingnya.Katon tampak menolak. “Aku tetap harus ikut,”“Aku harus menyerahkan surat ini pada kepala sekolah,”“Ya. Dan aku ikut,”“Tak perlu, Katon,”“Kenapa?” tanya Katon curiga. “Apa kamu mau menemui seseorang lagi?”Karin buru-buru menggeleng. Namun dia juga tak hendak menjawab. Ekspresinya kikuk, nampak bingung menyusun kata-kata.Katon pun men

  • Jerat Cinta Si Iblis Tampan   Bab 57

    “Siapapun yang menyakiti Erna, akan mati malam ini … “ Ancaman Hendery tak perlu digaungkan dua kali, karena dalam satu helaan nafasnya yang menderu dan murka itu saja, sudah membuat ciut nyali siapapun yang mendengar.Salah seorang siswi telah menjadi korban, kini terkulai mati kaku dengan luka tusukan belati di jantung. Semua mulai mundur. Kemudian Hendery melempar kembali belatinya ke siswi lain, yang dari pikirannya bisa Hendery baca, jika dia menjadi salah satu yang merundung Erna.Dua orang mati begitu saja, tanpa mengucapkan kalimat terakhir, atau setidaknya mohon pengampunan. Sementara tubuh Erna sudah babak belur dipukuli, tapi Hendery justru melirik Erna sekilas, dan mulai sibuk dengan aksinya sendiri.Di sisi lain, Karin yang lemas dan kedinginan mulai meringkuk menghangatkan tubuhnya ke dalam dekapan Katon, yang seakan enggan untuk melepas pelukan.“Maafkan aku, karena tak bisa melindungimu,” Katon tampak amat menyesal, sekali lagi mengelus rambut Karin dan makin memelukny

  • Jerat Cinta Si Iblis Tampan   Bab 56

    “Berhenti menghasutku!! Aku tidak akan luluh kali ini,” sergah Erna, kesal luar biasa setelah mendengar pengakuan Hendery.“Kapan aku pernah menghasutmu? Kamu sendiri yang bersedia menolong Karin di hutan terlarang,” Hendery balik bertanya. “Aku memberitahumu, karena jika sampai Katon tahu ini semua ulahmu, dia tak akan membiarkanmu hidup,”“Memang aku sebentar lagi mati,” dalih Erna, sama sekali tak terpengaruh. Klik! Dia memutus sambungan, tak peduli jika Hendery masih punya seribu topik yang ingin dia pakai untuk membujuk Erna agar berhenti. Tapi satu hal yang pasti, ketika Erna mengarahkan matanya ke tempat Karin, temannya itu sudah tak ada di tempat. Justru Tanya tiba-tiba muncul dengan raut puas di depan Erna.“Harus kuakui, ternyata kamu ada gunanya juga,” komentar Tanya, tersenyum licik sekaligus meremehkan.“Dimana Karin?”“Justru itu aku ke sini karena ingin mengajakmu menemuinya,” sahut Tanya, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan telinga Erna. “Stefani sudah memasang segel

  • Jerat Cinta Si Iblis Tampan   Bab 55

    “Er, Erna!” panggil Aldo, hendak berlari menghampiri Erna, sebelum gadis itu berlari sekencang kilat.Kini Aldo telah sampai di dekat Tanya. Tatapan matanya mendelik, penuh murka.“Apa yang sudah kamu katakan padanya?” hardik Aldo.Tanya gelagapan. “Aku hanya bicara jujur,”“Bukan hakmu untuk mengatakan padanya,” cela Aldo. “Kalau sampai terjadi apa-apa pada Karin, kamu yang akan kukejar lebih dulu,” Ancaman Aldo yang tak pernah peduli pada gosip apapun di sekolah, membuat Tanya sedikit gentar. Bahkan setelah menjadi pelindung Karin, Aldo tak pernah marah pada siapapun.***Brakk!!Erna menendang, membanting dan merusak apapun di depannya. Dia meraung, berteriak, tak peduli menjadi bahan tontonan teman-teman sekelas Edo. Sementara Edo, lelaki itu duduk diam dan pasrah di bangkunya sendiri, tak berkutik meski bangku-bangku di sekitarnya telah roboh oleh amukan Erna.“Kenapa? Hah! Kenapa harus Karin?” teriak Erna. “Dia istri petinggi di sini, dan dia SAHABATKU,” Erna menjerit, meronta m

  • Jerat Cinta Si Iblis Tampan   Bab 54

    Erna memutuskan untuk tak masuk ke sekolah keesokan harinya, karena kondisinya yang masih penuh luka dan tak tahan jika harus mendengarkan gosip serta cemoohan dari para siswi, karena berita perkelahiannya dengan Stefani telah tersebar luas ke seluruh penjuru sekolah Sofia.Setelah disembuhkan oleh Hendery, meskipun lukanya telah menutup dan tak mengalami pendarahan, namun bekasnya tetap saja belum mengering seratus persen, sehingga dia harus membalut kedua lengannya dengan perban. Erna tak ingin memberi bahan bagi para siswi tukang gosip di sekolah, dengan kemunculannya. Maka dia memilih untuk istirahat di dalam kamar, untuk sehari saja.“Er, boleh aku masuk?” Erna sampai hampir melompat, karena tak percaya telah mendengar suara Karin, begitu jelas dari balik pintu kamarnya. Dia lalu balik berteriak, meminta Karin untuk masuk karena tidak dikunci. Maka Karin pun segera membuka pintu, muncul dengan raut khawatir bersama Aldo di belakangnya.“Kukira kamu sendirian, Rin,” ujar Erna, se

  • Jerat Cinta Si Iblis Tampan   Bab 53

    “Kenapa dia harus salah paham?” Wajah Hendery mulai tak enak setelah mendengar ucapan Erna.“Sekarang kami berkencan, sesuai rencana awal kita,” jelas Erna. “Kamu tahu sisa waktuku hanya 5 bulan lagi. Aku tak bisa menyia-nyiakan kesempatan ini,”Hendery melipat tangan ke depan dada, berjalan perlahan mendekati Erna.“Dan kenapa dia harus salah paham?” ulang Hendery. “Tak ada yang terjadi pada kita, kan?”Erna mengangguk cepat. Dia kira, Hendery akan menolak karena tak ingin hubungannya dengan Erna merenggang, tapi ternyata, itu semua hanya dalam kepala Erna. Hendery sama sekali tak peduli.***Karin mulai gerah dengan tatapan orang-orang di sekitarnya, yang terus saja menatap tajam ke arah Karin, kapanpun mereka ada kesempatan. Hari ini, Aldo dan Rama sengaja tak datang untuk menjaga Karin, karena Karin merasa sedikit tidak nyaman dengan pengawasan dua orang itu. Belajar dari pengalaman Erna, Karin tak ingin ada orang lain lagi yang iri padanya hanya karena dia memiliki dua bangsawan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status