"Lepaskan wanita itu, Tuan!"
Bukan hanya perhatian Alard yang berpindah dan kaget mendengar perintah itu, Karely yang sedang berusaha melepaskan diri pun ikut mengarahkan mata pada pemilik suara. Dia tidak menyangka ada pengunjung cafe yang berani ikut campur dan beurusan dengan Alard, makanya Karely terkejut.Alard menyeringai sombong dan angkuh."Mau jadi pahlawan untuk wanita ini?" Alard meremehkan.Astin tertawa kecil. Meski Alard memasang wajah galak, bengis dan bossy, juga beberapa pria siap dengan tinju mengepal, Asin tetap berdiri dengan tenang. Sedangkan Marlin tetap duduk dengan tenang memperhatikan. Meski begitu, dia juga telah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi bila keselamatan Astin terancam."Bukan pahlawan, Tuan. Mana berani aku melawan Anda?"Astin berlagak bodoh dan polos berjalan mendekati Alard."Tuan, orang seperti Anda memperlakukan wanita dengan kasar, rasanya hanya akan merusak reputasi Anda saja," ucap Astin menepuk pundak Alard, tapi ekor matanya melirik Karely. "Lagi pula yang aku dengar, wanita ini mengindap penyakit HIV," sambungnya lagi. Kali ini wajahnya tepat di samping telinga Alard.Tampak dengan jelas Alard menunjukkan rasa kaget dengan menjauhkan diri dari Alard. Bahkan matanya membulat menatap Astin. Beberapa saat kemudian bola mata bulat itu beralih melihat Karely.'Sial!' Karely memaki dalam hati.Bukan hanya Alard saja yang kaget mendengar perkataan Astin tentang penyakit HIV, Karely yang menjadi obyek tuduha pun dibuat shock dan marah. Hanya saja dia tidak dapat berbuat apa-apa selain memaki Astin dalam hati dan berjanji akan melakukan perhitungan pada pria itu setelah dia bebas.Melihat wajah masam dan tatapan marah Karely, Astin tersenyum tipis.Astin pikir caranya ini berhasil mempengaruhi Alard sehingga mau melepaskan Karely. Sayang, dugaannya salah. Setelah beberapa saat larut dalam rasa kaget, tiba-tiba Alard tertawa dengan keras hingga suaranya membahan dan membuat pengunjung pun semakin memperhatikan mereka."Kamu pikir aku bodoh, Anak muda?" ucap Alard dalam tawa. "Kamu pikir aku akan percaya padamu? Jangan harap!" sambungnya. Wajah Alard kembali terlihat bengis.Astin berdecih kecil karena usaha pertamanya gagal. Sekali lagi ekor matanya melirik Karely. Kali ini apa yang dipikirkan dan dirasakan Karely sama dengan apa yang dirasakan Astin. Ketidakpercayaan Alard membuat keduanya sedikit berdamai."Oh." Astin kembali mendekati Alard. "Tuan, mungkin Anda tidak percaya padaku tentang wanita itu, tapi lihatlah! Semua orang melihat Anda. Pikirkan tentang reputasi Anda! Tidak menuntut kemungkinan di antara mereka ada awak media yang secara diam-diam mengambil foto Anda," sambung Astin menggunakan cara lain untuk mengelabuhi Alard.Astin mengarahkan pandangnya pada Marlin dan memberinya isyarat tipis."Hei, aku akan meremukkan ponselmu jika berani melakukannya!" seru Alard pada Marlin ketika Marlin mengutak-atik ponselnya.Alard berjalan mendekati Marlin dan langsung merebut ponselnya."Kau cari mati?""Tuan, aku tidak melakukan apa-apa." Marlin bermain peran sesuai dengan perintah Astin. "Tolong berikan ponsel itu padaku! Istriku sedang hamil besar," sambungnya bersandiwara."Aku akan meremukkan benda sialan ini."Alard mengangkat benda pipih itu dan siap membanting untuk menghancurkannya. Untung sebelum semua itu dilakukan, benda pipih itu berdering."Tuan, itu pasti istriku," ucap Marlin.Alard melihat layar. Dan benar, ada panggilan masuk dengan nama seorang wanita 'Nancy'."Dia pasti memintaku pulang," ucap Marlin lagi mencoba meyakinkan Alard.Ternyata sandiwara Marlin berhasil meluluhkan hati Alard dan mengembalikan ponselnya."Halo, istriku." Marlin menjawab panggilan dengan suara jelas sembari menjauh. "Apa? Kamu mau melahirkan?" Lagi-lagi suara itu disengaja sembari berlalu dan keluar dari tempat itu.Alard kembali menghadap Astin dan Karely."Menyingkirlah kalau masih mau hidup!""Tuan, Anda yakin mengusirku dan tidak mau melepaskan wanita ini?" Astin masih berlagak melakukan negosiasi.Pertanyaan ini sebenarnya bukan hanya negosiasi kosong saja. Astin sengaja mengulur waktu sembari menunggu kabar dari Marlin. Sebenarnya, tanpa bantuan Marlin dan anak buahnya, dia dapat dengan mudah menyingkirkan pria itu. Hanya saja Astin tidak mau membuat masalah dan akhirnya merugikan diri sendiri."Bagaimana kalau kami temani Anda minum?" Astin kembali melirik Karely berharap gadis itu bisa bekerjasama dengannya.Mata Karely sempat melotot mendengar usul Astin. Namun ...."Aku setuju," sahutnya mengembangkan senyum palsu. "Bagaimana kalau kami temani Anda minum malam ini?" sambungnya.Alard tampak berpikir sembari mengedarkan bola mata pada Astin dan Karely. Sepertinya ide Astin berhasil menggoyahkan pria itu."Di sana!"Belum juga Alard menyetujui usulan Aslin, tiba-tiba dari arah pintu cafe, beberapa pria bertopeng berhambur masuk dan mulai melakukan penyerangan terhadap anak buah Alard sehingga terjadi keributan."Habisi mereka!" teriak Alard berpikir pria bertopeng itu ada di pihak Astin dan Karely.Astin jelas saja tidak membiarkan kesempatan itu hilang begitu saja. Cepat-cepat tangannya menghalau dua pria yang mengunci Karely dan membebaskan gadis itu."Awas!" teriak Astin menarik tubuh Karely saat seorang pria mengayunkan kursi ke arah Karely."Terima kasih, Tuan," ucap Karely. Tubuhnya mengikuti arah tarikan dan gerakan Astin melakukan perlawanan untuk melindunginya.Karely bukan tidak pandai menjaga diri dan melawan, malam ini dia hanya ingin menjadi penonton saja. Bahkan ingin menjadi wanita lemah yang harus dilindungi dan membiarkan Astin bergerak lincah melawan anak buah Alard."Ups!"Karely menutup mulut dengan tangan ketika salah satu anak buah Alard jatuh karena tersandung kakinya saat ingin menghantam Astin dari arah belakang."Maaf, aku tidak sengaja," sambungnya ketika pria itu menatapnya bengis.Di tengah kesibukannya meladeni anak buah Alard, Astin mengarahkan pandang pada Karely. Melihat seorang pria mendekati dan hendak menyerang, Astin segera memberikan tendangan pada musuh dan segera berlari ke arah Karely."Lari!"Karely terkejut, tiba-tiba Astin menarik tangannya dan mengajak kabur dari tempat itu. Dia pikir Astin akan melakukan perlawanan hingga musuh tumbang dan menyerah, namun sayangnya tidak. Astin malah membawanya kabur dan keluar dari cafe."Hei, bagaimana mereka?" seru Karely. Meski tangan ditarik Astin dan langkahnya mengikuti pria itu, tapi mata Karely masih tidak lepas dari anak buah Alard.Sayangnya, seruan karely tidak mempengaruhi langkah Astin membawanya pergi dari tempat itu. Bahkan dia membawa Karely berlari menempuh jarak yang cukup jauh."Hah .... Apa mereka mengikuti kita?"Astin menghentikan langkah mereka, membungkuk dengan napas ngos-ngosan. Begitupun dengan Karely. Rupanya mengimbangi langkah seribu Astin cukup menguras energi. Bahkan napasnya hampir habis."Aku rasa tidak lagi," jawab Karely di antara napas menderu.Astin menoleh untuk melihat Karely. Tatapannya kali ini berbeda dengan saat di cafe. Tatapannya lebih dingin. Bahkan saat mata keduanya saling beradu, tatapan itu tidak berubah. Namun sebaliknya, Astin mengalihkan pandang ke arah lain. Saat itu juga sebuah mobil hitam mendekati mereka dan berhenti di dekat Astin."Apa perlu aku mengantarmu, Nona?" tanya Marlin dari dalam mobil."Di belakang ada taksi. Sebaiknya segera pulang sebelum mereka menemukanmu!" ucap Astin tidak memberi kesempatan untuk Karely menjawab pertanyaan Marlin, lalu masuk dan menutup pintu.Karely mengecap kesal karena pria itu sok jual mahal dan terlalu cuek."Hei, siapa namamu?" Karely berteriak saat mobil Astin mulai merangkak meninggalkannya.Sayangnya, teriakan ini tidak dihiraukan oleh Astin. Bahkan kaca jendela pun sudah tertutup rapat."Kenapa tidak mengantarnya pulang? Bukankah dengan begitu kita tau di mana rumah wanita itu?" ucap Marlin heran melihat sikap dingin Astin pada Karely. Padahal tujuan pertama mereka datang ke cafe karena ingin mengetahui siapa wanita itu."Sejak kapan aku mengejar wanita?"“Marlin, kita cari tempat makan sebelum pulang,” ucap Astin ketika mereka telah berada di dalam mobil.“Bolehkah aku memintamu langsung mengantar aku pulang saja? Aku sangat lelah,” ucap Karely.Karely sebenarnya buka wanita lemah. Bahkan saat dia harus lembur bekerja dan tidak tidur semalaman saja, dia masih bisa terlihat segar dan kuat. Kali ini, melakukan sesi foto prewedding ternyata membuatnya merasa lelah dan tidak bertenaga. Mungkin bukan karena kehabisan tenaga, melainkan pikiran dan hatinya yang lelah. Bukan juga karena Astin. Ada hal lain yang tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata dan pada siapa pun juga. Perlahan Astin memutar leher menoleh dan memperhatikan Karely dengan seksama. Melihat wajah lelah dan redup Karely, dia pun merasa iba dan kasihan. Ada rasa bersalah juga karena telah mmebuat Karely harus mengulang foto berkali-kali karena dia.“Aku akan mengantarmu pulang, tapi kita makan dulu sebelum pulang,” jawab Astin.Karely membalas tatapan Astin.“Aku rasa tidak p
"Tuan, letakkan tangan Anda pada pinggang nona Karely!" minta fotograper pada Astin.Beberapa kali fotograper meminta Astin bergaya natural, namun terlihat lebih mesra. Sayangnya, setiap kali diarahkan, Astin terlihat sangat kaku dan canggung. Bahkan tampak enggan melakukannya. Alhasil, dia pun harus menuntun tangan Astin dan meletakkan pada tubuh Karely sesuai dengan gaya yang diinginkan agar terlihat lebih mesra sebagai pasangan kekasih."Begini?" tanya Astin.Astin tampak sangat gugup dan canggung. Ini kali pertama dia sangat dekat dengan seorang wanita. Astin tidak pernah memegang pinggang wanita, apalagi bersikap mesra seperti sekarang ini. Jelas saja hal ini membuat dadanya berdebar hebat dan jantungnya berdegub sangat cepat. Bahkan tubuh Astin sampai gemetar."Lebih dekat lagi!" mintanya lagi saat Astin mulai memegang pinggang ramping Karely.Astin sedikit melangkah maju mendekatkan diri pada Karely sesuai dengan perintah fotograper. Seiring langkahnya mendekat, saat itu juga d
"Karely?" Astin kaget melihat Karely masih belum mengenakan pakaian pengantinnya.Karely sendiri juga kaget melihat pintu terbuka dan tiba-tiba Astin telah berdiri melihatnya, sedangkan dia sendiri baru mau beranjak dari duduk setelah bersedih karena mengingat kenangan bersama Ben, tunangannya."Karely, ada apa? Apa gaunnya tidak kamu sukai?" Astin melihat ada yang aneh dari Karely. Meski dia belum mengenalnya secara penuh, namun wajah murung Karely tidak bisa menipunya. Dia pikir karena Karely tidak menyukai model gaun yang dipilih oleh Yoselin."Oh, tidak. Aku menyukainya."Cepat-cepat Karely menampik pemikiran Astin. Dia juga segera berjalan mendekati salah satu gaun yang akan dia coba.Astin mengernyitkan kedua ujung alis, tidak mudah percaya mendengar jawaban Karely. Bagi mata Astin yang sudah terbiasa membaca hal kecil dari gestur tubuh musuh dan juga aura wajah, cara Karely menghindar sangat mudah terbaca."Aku hanya bingung, gaun mana yang harus
"Kenapa kamu tidak membiarkan aku menghajar pria brengsek itu?" Astin menatap tajam Karely.Karely semakin bingung. Dia tidak mengerti apa yang dikatakan Astin."Kamu mengenalnya?" Karely tidak bisa menahan untuk tidak bertanya. Dia ingin tau alasan Astin tiba-tiba memukul Deo, bahkan ingin menghajarnya. Tidak mungkin alasannya adalah cemburu karena dia tau dengan jelas Astin tidak mungkin memiliki perasaan padanya. Meskipun mereka akan menikah, apa yang dilakukan Astin tidak masuk akal.Astin membalas tatapan Karely. Cukup lama pandangan mereka saling beradu hingga akhirnya Astin menyugar wajahnya sendiri menggunakan kedua tangan sembari menghela napas panjang."Maafkan aku," ucapnya lirih, lalu berjalan dan duduk dengan kepala menunduk meredam emosi.Astin mulai bisa menguasai dirinya. Dia sendiri tidak tau kenapa tiba-tiba merasa marah melihat seorang pria tiba-tiba ingin memeluk Karely. Mungkin bila wajah dan ekspresi Karely biasa saja atau senang saat p
“Masuklah terlebih dahulu! Aku ada urusan sebentar, nanti aku akan menyusulmu," ucap Karely saat Astin mengajaknya keluar dari mobil.Astin terdiam menatapnya lekat dan menghentikan gerakan tubuhnya yang siap untuk keluar."Ingat! Kita ini calon suami-istri, jadi bersikaplah sedikit romantis dan manis padaku! Aku tidak mau orang tau kalau kita hanya sandiwara. Pernikahan kita pernikahan sungguhan, meski kontrak," balas Astin tidak suka mendengar perkataan Karely.Karely tertawa kecil mendengar perkataan Astin yang memintanya bersikap romantis dan manis."Ada yang lucu?" tanya Astin.Tawa Karely semakin terlihat jelas."Kamu yang lucu," jawabnya, lalu menghentikan tawa."Aku?" Astin menampakkan wajah binggung."Ya, kamu yang lucu. Sangat lucu!"Astin semakin bingung. Bahkan sesaat kemudian menunjukkan wajah sedikit kesal."Kamu menyuruh aku bersikap romantis dan manis? Bukankah dari kemarin kamu sendiri yang bersikap datar dan cuek padaku? Kena
“Tante, nanti kalau Tante tidak ikut dengan kami, terus aku harus bertanya pada siapa untuk mengetahui apakah gaun pengantin itu cocok untukku atau tidak?"“Ada Astin. Dia bisa memberi penilaian. Dia juga yang akan memberimu pujian.” Yoselin melemparkan pandang pada Astin.“Aku tidak yakin dengan seleranya, Tante,” ucapnya memberi lirikan remeh pada Astin.Tatapan Karely disambut dengan tatapan menyepelekan dan tajam oleh Astin."Kalau begitu, kamu tidak perlu bertanya padaku. Asal kamu tidak sedang tidur, bukankah seleramu lebih bagus, Nona?" sahut Astin menatap kesal atas sikap Karely yang meremehkan seleranya. "Kecuali bila kamu dalam keadaan tidur, aku tidak yakin," sambungnya memberikan sindiran. Bahkan terhias senyum tipis pada bibir Astin.Karely langsung terdiam. Sindiran yang diberikan Astin mengingatkan tentang kejadian semalam. Semalam kalau bukan karena Astin meninggalkannya untuk menjawab panggilan telepon dan membiarkan sendirian di ruangan sepi itu, tidak mungkin Karel