"Untuk apa kita di sini? Membuang waktu saja," gerutu Astin.
Astin merasa Marlin telah membuang waktunya malam ini. Marlin memaksanya pergi ke cafe tanpa alasan yang jelas. Padahal kehidupan cafe bukanlah suasana yang disenangi. Sangat jarang Astin datang dan nongkrong di cafe, apalagi tidak ada tujuan yang jelas."Sesekali hibur dirimu!" ucap Marlin sembari menyodorkan cangkir berisi kopi pada Astin."Aku tidak butuh hiburan semacam ini, Marlin. Hanya mengotori mataku saja."Marlin tersenyum mendengar jawaban Astin."Bagaimana kalau salah satu orang yang kamu cari ada di sini?" Tubuh Marlin condong mendekati Astin.Mata Astin membulat tajam menatap Marlin.Marlin sendiri tersenyum tipis melihat Asin tidak dapat berkata-kata lagi dan tidak lagi menyalahkan dirinya. Keduanya kembali menikmati minuman yang telah mereka pesan."Lihat!" ucap Marlin menunjuk ke arah kanan menggunakan sorot mata.Astin langsung menoleh mengikuti arah pandang Marlin."Bukankah kamu ingin tau tentang wanita malam itu?" Akhirnya Marlin menunjukkan alasan membawa Astin ke cafe.Mata Astin menatap lekat wanita yang ditunjukkan Marlin.Ya, wanita itu sama persis dengan wanita yang dilihatnya malam itu. Meski malam itu wajahnya dalam kegelapan, namun mata elangnya dapat mengenali hanya dengan sekali pandang. Bedanya, malam ini wajah wanita itu terpoles dengan sangat cantik dan anggun, berbeda dengan wajah natural malam itu. Meski begitu, Astin yakin dia adalah wanita yang sama.Wanita itu bernama Karely Adilene. Karely mengenakan dress di atas lutut yang menunjukkan kaki jenjangnya yang indah. Dia terlihat seperti wanita cantik pada umumnya. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai dengan ujung curly. Tidak seperti malam itu, diikat ekor kuda dengan ujung lurus."Bukankah katamu mereka polisi?" Astin merasa penampilan Karely malam ini tidak menunjukkan identitasnya sebagai anggota polisi."Bagaimana kalau dia anggota khusus? Apa penampilannya masih meragukan informasi yang aku beri?"Astin terdiam memikirkan perkataan Marlin, hingga beberapa saat setuju dengan pendapat itu."Apa semakin tertarik ingin mengenalnya?" goda Marlin."Jangan gila!" Astin memutar duduknya dan kembali menghadap meja, menenguk kopi beberapa kali. "Jangan berpikir macam-macam!"Dalam hidupnya, Astin tidak pernah memiliki keinginan untuk mengenal wanita, apalagi sampai tertarik dan mendekati dengan tujuan cinta. Satu-satunya wanita yang dekat dengannya hanya Nancy karena dia dokter dalam Giustizia, juga Yoselin, wanita yang selama ini merawat dan membesarkannya.Dengan kaki jenjang bak burung bangau yang indah dengan tepi dress menutupi setengah di atas lutut, Karely lebih terlihat anggun melintasi meja tempat Astin dan Marlin duduk. Wanita itu tampak berkelas."Wanita sempurna!" puji Marlin dengan suara lirih mengagumi kecantikan dan tubuh indah Karely.Pujian ini diucapkan bukan tanpa alasan dan bukan hanya keluar dari bibirnya sendiri. Namun, pujian ini sengaja diucapkan untuk memancing reaksi Astin. Sayangnya, ketua Giustizia itu sama sekali tidak memberikan reaksi yang berarti. Astin malah sibuk mengisi gelasnya kembali.Karely duduk sendirian menikmati matcha green tea latte. Tangannya rajin mengaduk, menggerakkan ujung sedotan dalam gelas. Sesaat bibirnya tersenyum tipis saat matanya melihat ke arah meja Astin dan Marlin."Dia tersenyum padamu," ucap Marlin kembali menggoda Astin."Kamu terlalu percaya diri," sahut Astin cuek, dingin. Bahkan mengalihkan pandangnya ke arah lain.Sebenarnya, tanpa Marlin mengatakan pun, dia sudah bisa melihat bila Karely tersenyum padanya. Meski terkesan cuek dan masa bodoh, namun sebenarnya sejak kedatangan wanita itu, Astin diam-diam memperhatikannya."Tampan juga pria itu," ucap Karely menggumam sendiri.Karely bangkit dari duduk hendak mendekati Astin dan Marlin, namun ...."Oh, no!" serunya kaget.Seketika langkahnya terhenti saat sebuah cairan dingin merasuk ke dalam pakaian bagian atas tubuhnya."Oh, Nona. Maafkan aku," ucap pria yang dengan sengaja menumpahkan minuman pada area dada Karely.Tangan nakal pria itu meraih beberapa tisu dari meja di sebelah mereka berdiri. Tanpa melihat mata melotot Karely, tangan pria itu langsung menyentuh bagian tubuh terlarangnya dengan berpura-pura mengeringkan dengan tisu.Satu ... dua ....Karely mulai menghitung sembari mengatur napas marahnya. Matanya masih fokus pada wajah laki-laki buaya yang dengan santai menikmati kulit mulusnya."Apa sudah cukup puas, Tuan?" ucapnya penuh penekanan menahan rasa marah yang telah membuat darahnya mendidih."Kulitmu sangat mulus, Nona. Kau cantik," bisik pria genit itu mendekatkan wajah pada wajah mulus Karely.Aliran darah Karely berdesir di setiap pembuluh arteri dan vena dalam tubuhnya menuju ubun-ubun dan siap untuk menyembur. Sesaat Karely memejamkan mata menahan semburan amarah yang hampir tak terbendung."Siapa nama Anda, Tuan? Katakan padaku agar aku lebih bisa mengingatnya!" tanyanya setelah membuka mata dan memberi sedikit senyum penuh arti.Karely bukan tidak tau siapa pria itu. Dia hanya pura-pura tidak mengetahui saja."Alard."Ya, Alard. Salah satu pria yang menjadi target operasinya selama ini. Saat ini Karely diam-diam sedang menyelidiki dan mengumpulkan informasi tentang pria itu karena diduga pria itu adalah salah satu penyuplai senjata rakitan yang dijual bebas."Tuan Alard, tolong singkirkan tangan Anda dari tubuhku!" Sebenarnya Karely tidak ingin membuat masalah dengan pria itu sebelum dugaannya terbukti."Bagaimana kalau kamu temani aku minum malam ini, Nona?"Alard tidak menghiraukan mimik wajah Karely yang memberinya peringatan. Sebaliknya, pria itu malah semakin nakal dan menggoda. Bahkan telah berani mencubit ujung dagu Karely."Maaf, Tuan Alard yang terhormat. Sebaiknya singkirkan tangan Anda dari tubuhku!" Karely kembali memberi peringatan. Kali ini masih dengan suara lirih dibuat sesabar mungkin.Bukan karena dia takut pada pria itu. Karely hanya tidak mau identitas dan penyamarannya malam ini terbongkar bila dia membuat keributan. Bisa saja di antara pengunjung cafe ada yang mengenalinya.Bukannya pergi atau minta maaf, Alard malah semakin kurang ajar. Tangan pria itu semakin berani menyentuh kulit pundak Karely yang mulus.Plak!Kesabaran Karely menghilang sehingga melayangkan tamparan keras pada wajah Alard. Niat awal untuk berdamai sirna sudah. Karely melupakan tujuannya karena merasa harga dirinya sebagai wanita telah diinjak-injak."Jangan pernah melecehkan wanita, Tuan Alard!" serunya marah."Oh ... kamu berani menamparku? Dasar wanita jalang!" balas Alard tidak terima mendapat tamparan keras Karely. Pria itu mencengkeram dagu Karely.Karena Alard semakin mendesak, Karely tidak bisa hanya diam saja. Bermodal ketangkasan yang dimiliki, dengan cepat dapat melepaskan tangan pria itu, lalu mendorongnya kuat hingga tubuh Alard terhempas beberapa langkah ke belakang."Nyalimu besar juga, Nona. Sepertinya akan lebih menyenangkan bila kamu lakukan di atas ranjang bersamaku, Nona cantik." Rupanya Alard tidak menyerah. Pria itu dengan cepat berdiri tegak dan kembali melangkah mendekati Karely.Mendengar perkataan Alard, darah Karely semakin mendidih. Pria itu telah menghina dan merendahkan harga dirinya.Baru juga ingin memberi pelajaran, tiba-tiba Alard mengangkat tangan memberi kode. Mata Karely membulat sempurna melihat beberapa pria berdiri dan mulai berjalan ke arahnya dengan tatapan bengis."Masih mau jual mahal dan sok galak, Gadis cantik?" Alard menyeringai menang."Kamu!" Karely mundur beberapa langkah. Bukan takut, dia hanya butuh ruang untuk bersiap.Sayangnya, tanpa diduga saat kakinya melangkah mundur, ternyata di belakang pun ada dua pria yang sudah berdiri dan langsung mengunci kedua lengannya."Lepaskan aku!"Karely berusaha memberontak melepaskan diri. Sayang, cengkeraman tangan kedua pria itu terlalu kuat sehingga sulit baginya untuk melepaskan diri."Aku sudah memberimu tawaran baik-baik, Nona. Sayang kamu menolak dan memilih cara ini," ucap Alard"Lepaskan wanita itu, Tuan!"Bukan hanya perhatian Alard yang berpindah dan kaget mendengar perintah itu, Karely yang sedang berusaha melepaskan diri pun ikut mengarahkan mata pada pemilik suara. Dia tidak menyangka ada pengunjung cafe yang berani ikut campur dan beurusan dengan Alard, makanya Karely terkejut.Alard menyeringai sombong dan angkuh."Mau jadi pahlawan untuk wanita ini?" Alard meremehkan.Astin tertawa kecil. Meski Alard memasang wajah galak, bengis dan bossy, juga beberapa pria siap dengan tinju mengepal, Asin tetap berdiri dengan tenang. Sedangkan Marlin tetap duduk dengan tenang memperhatikan. Meski begitu, dia juga telah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi bila keselamatan Astin terancam."Bukan pahlawan, Tuan. Mana berani aku melawan Anda?" Astin berlagak bodoh dan polos berjalan mendekati Alard."Tuan, orang seperti Anda memperlakukan wanita dengan kasar, rasanya hanya akan merusak reputasi Anda saja," ucap Astin menepuk pundak Alard, tapi ekor matany
"Bagaimana pria itu? Apa sudah kamu bereskan?""Sesuai dengan perintahmu," jawab Marlin menyambut kedatangan Astin di markas mereka.Setelah semalam terjadi keributan di cafe dan Astin membiarkan Karely pergi begitu saja, baru siang ini dia datang mengunjungi markas. Bahkan dalam kepalanya tidak ada lagi nama Karely. Dia tidak lagi memikirkan untuk mengenal wanita itu."Tuan."Semua orang membungkuk saat Astin berjalan memasuki rumah besar dikelilingi tembok tinggi setelah seseorang membuka pintu mobil dan berjalan keluar. Pintu pagarnya pun terbuat dari bahan yang tangguh dan tertutup rapat dengan penjagaan ketat. "Apa dia sudah buka mulut?" tanyanya sembari terus berjalan."Sepertinya pria ini memilih mati.""Kita lihat, setelah bertemu denganku, apakah dia masih tutup mulut," ucapnya dengan seringai kejam"Sepertinya orang ini hanya tikus kecil saja," ucap Marlin terus berjalan beriringan dengan Astin.Astin menghentikan langkah, lalu membagi pandang pada beberapa pria di belakang
"Ada apa ke sini?" "Apa aku tidak boleh datang menemuimu?" Nancy menanggapi dengan santai, lalu merebahkan diri di atas sofa.Respon Astin dingin saat Nancy datang ke rumah menemuinya tanpa dia undang. Padahal rencananya hari ini dia ingin istirahat. Bukan hanya istirahat dari pengejar tikus-tikus pengganggu saja, melainkan istirahat juga dari aktifitas pekerjaan kantornya.Astin hanya melihatnya menggunakan ekor mata. Dia masih tetap duduk malas bergeming."Aku sedang turun jaga, makanya aku ke sini," jawab Nancy melakukan hal yang sama, menjawab dengan malas dan santai."Kenapa tidak istirahat? Bukankah pekerjaan sebagai dokter bedah cukup melelahkan?" Kali ini mata dan pandangan Astin penuh ke arah Nancy.Terdengar tawa kecil dari bibir mungil Nancy. Wanita cantik itu berprofesi sebagai dokter bedah di sebuah rumah sakit yang cukup besar di kota. Saat waktu senggang atau setelah selesai dengan tugasnya, Nancy akan lebih banyak menghabiskan waktu di marka
"Marlin, kamu yakin mereka akan melakukan transaksi di tempat seramai ini?" Astin mengedarkan pandang ke sekitar.Dia merasa tidak yakin ada transaksi gelap dalam keramaian, di sekitar pasar swalayan. Terlebih saat itu adalah siang hari, di mana banyak orang melakukan aktifitas.Mendengar pertanyaan Astin dan juga melihat keramaian tempat itu, tiba-tiba Marlin pun merasa tidak yakin. Hanya saja info yang dia dapat tidak akan salah."Aku rasa ada tempat rahasia yang mereka gunakan untuk melakukan transaksi itu. Mungkin juga mereka memilih tempat ramai untuk meminimalisir kecurigaan polisi," ucap Marlin sembari terus mengedarkan pandang juga."Tapi sejak tadi kita berada di sini, aku tidak melihat ada gerak-gerik mencurigakan di antara pengunjung pasar."Sudah hampir satu jam mereka menunggu sembari menikmati secangkir kopi di sebuah kedai. Keduanya terus waspada. Mata mereka terus mengawasi, tidak pernah berhenti mencari pergerakan mencurigakan di sekitar.Bar
"Tuan, awas!" Karely berteriak pada Astin ketika melihat salah satu dari dua pria itu menghunus pisau ke arah Astin hendak menikam perutnya. Karena teriakan inilah, Astin yang sedang bertarung dengan pria satunya kaget dan langsung menghindar. Namun naas, gerakannya kurang gesit sehingga pisau itu berhasil menggores lengannya."Tuan!" Marlin terkejut dan khawatir melihat lengan Astin terluka.Marlin yang sejak tadi was-was memperhatikan Astin melakukan perlawanan terhadap dua perampok demi menyelamatkan Karely dan ibunya, akhirnya angkat suara. Sebenarnya sejak tadi dia ingin membantu, tapi Astin telah melarang dan menyuruhnya diam tanpa ikut campur.Langkah Marlin kembali terhenti saat Astin memberinya tatapan penuh arti untuk tetap diam."Polisi!" teriak Marlin. Meski Astin melarangnya membantu, Marlin tidak bisa membiarkannya terluka.Teriakan ini bukan omong kosong saja. Teriakan Marlin disusul suara sirine mobil polisi dan beberapa polisi berlari ke ara
"Tante, aku bisa tidur di sofa," ucap Astin merasa tidak enak hati melihat wajah tidak rela Karely."Apa yang kamu katakan?" Teresa menunjukkan wajah marah atas perkataan Astin.Perbincangan keduanya membuat Karely menghentikan langkah dan membagi pandang ke arah mereka secara bergantian. "Karely!"Karely menghela napas mendalam dan menghempaskan panjang, lalu melanjutkan langkahnya. Ada rasa tidak ikhlas membiarkan Astin menempati kamar yang selama ini dijaga dan tidak dibiarkan orang lain masuk.Karely membuka pintu dengan rasa enggan. Berdiri di ambang pintu dengan mata beredar memperhatikan setiap ruang dan sudut. Lagi-lagi dadanya terasa sesak, napasnya melambat dan berat."Maaf, aku harus membiarkan orang lain masuk dan tinggal di sini beberapa hari," ucapnya sembari melangkah masuk.Karena kamar itu akan digunakan oleh orang lain, dia harus membereskan barang-barang yang seharusnya tidak boleh dilihat orang lain, termasuk Astin."Untuk sementa
"Pakaian ini?" Astin mengangkat salah satu kaos yang diberikan Karely padanya, membentangkan untuk memperhatikan. Ukuran, model dan kualitas bukanlah merupakan kaos yang biasa atau murah. Bisa dikatakan kaos bermerek yang memiliki harga tinggi. Astin bukan tidak tau pakaian bermerek karena dia pun menggunakan pakaian bermerek juga.Sedangkan Karely, dia masih terdiam dengan tatapan menunggu apa yang akan dikatakan Astin tentang pakaian itu. Sungguh, dalam hati ada rasa tidak ikhlas memberikan pakaian itu pada pria lain, termasuk Astin. Rasanya sebuah luka kembali mengangga dalam hati. Sebuah kenangan kembali terkuak dan melintas dalam kepalanya."Bila kamu keberatan, aku tidak akan memakainya," ucap Astin kembali melipat pakaian yang tadi dia bentangkan, lalu membalas tatapan Karely. "Ini terlalu mahal untukku," sambungnya.Salah satu sudut bibir Karely berkedut dan tertarik."Harganya tidak bisa dibandingkan dengan pakaianmu," sahut Karely mencebik.Dia bukan wanita bodoh yang tidak
"Nancy, apa dia baik-baik saja?" Nancy menoleh melihat lekat Astin dengan tatapa penuh tanya."Siapa dia? Kenapa kamu sangat khawatir seperti ini?" "Katakan saja, bagaimana keadaannya!"Setelah melihat Karely pingsan, Astin segera membawanya ke dalam kamar dan membaringkan di tempat tidur. Dia juga telah berusaha membangunkan dengan cara memberi minyak kayu putih pada ujung hidung Karely dan juga memijitnya, tapi Karely tidak juga bangun. Hal ini membuatnya khawatir sehingga memanggil Nancy untuk datang dan memeriksanya.Nancy berdiri setelah memeriksa kondisi Karely, lalu mendekati Astin. Namun Astin menjauhinya dan berjalan mendekati tempat tidur, lalu duduk memperhatikan wajah Karely. Hal ini membuat Nancy membeku."Astin."Astin menoleh dan melihatnya. Tanpa mengatakan apa pun dan tanpa bertanya, tatapan Nancy meminta penjelasan darinya tentang siapa Karely dan apa hubungan mereka."Apa dia wanita yang pernah kalian bicarakan?" "Ya," jawab Astin singkat.Nancy menarik napas dala