Share

06. The Game

Penulis: Klandestin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-05 21:59:05

Adrienne terkekeh sinis melihat pesan singkat tersebut. Ia memutar bola mata dengan malas dan memutuskan membalasnya langsung dari ponsel sopir pribadinya itu.

“Aku tidak akan menggugurkan anak di dalam kandunganku jika aku hamil nanti. Kau tak perlu mengancam semua orang di sini, Bedebah! Kurang kerjaan sekali kau rupanya.”

Dia tidak peduli jika balasan pesannya itu berhasil membuat si sopir dan Anna semakin gugup ketakutan. Menurut Adrienne, Drew sangat lah berlebihan padahal dia sama sekali tidak memiliki pemikiran seperti itu.

“Aku jadi penasaran dengan tingkat parnonya,” celetuk Adrienne bergumam pelan.

Kemudian wanita itu menatap laki-laki berseragam serba hitam di samping Anna. “Boleh aku meminjam ponselmu?” tanya Adrienne dengan maksud.

Sopir tersebut segera menoleh pada Anna dengan satu tangan memegangi pergelangan tangan lainnya. Dia tampak ragu, tetapi kepalanya segera mengangguk saat Anna mengiyakan. “Tentu, Nyonya. Silahkan, Anda boleh memakainya.”

Adrienne membawa langkah menuju kursi panjang di dekat tapi sungai nan indah itu. Mendaratkan bokongnya di sana, ia membuka laman pencarian dan mengetik dengan cepat, “Cara mendapatkan keturunan laki-laki.”

Layar ponsel menampilkan berbagai artikel judul yang menjanjikan. Detail pun jeli Adrienne membaca satu persatu artikel tersebut tanpa terlewati. Bola matanya bergerak cepat mengikuti setiap kata demi kata yang tertuang di sana. Beberapa artikel membahas diet tertentu, posisi saat berhubungan, dan bahkan teori-teori ilmiah yang belum terbukti.

“Apakah semua ini benar terbukti? Kenapa aku ragu ya. Sebab kadang ada saja seseorang yang membuat artikel dengan asal dan berbekal katanya.” Adrienne menghela napas panjang. Wajahnya memang terlihat amat tenang, tetapi ada gelombang emosi yang tak terucapkan.

“Aku bisa melahirkan berkali-kali jika hubunganku dengannya justru lahir anak perempuan. Dunia memang selalu tak pernah adil dengan wanita. Padahal untuk menjadi seorang pewaris, wanita pun tak masalah. Dasar penganut paham patriarki, mengapa selalu memandang remeh kaum perempuan padahal otak kami juga tak kalah jenius jika terus diasah!”

“Anna!” panggil Adrienne, matanya masih terpaku pada layar, dan Anna segera menghampirinya. “Kau baca ini. Apa kau pernah mendengar metode apapun yang benar-benar berhasil untuk ini?”

Anna membaca sekilas informasi tersebut dan ia menggeleng pelan. “Maaf, Nyonya. Saya tidak tau banyak tentang hal itu. Tapi saya harap apa yang Anda cari bisa memberikan hasil yang Anda harapkan,” jawabnya dengan wajah sedikit ragu.

Adrienne melemparkan senyum skeptis. Meski begitu, ia merekam baik semua informasi yang ia baca tadi. Beberapa saat ia melamun, tiba-tiba senyum jahil tersungging di bibir Adrienne saat sesuatu di kepalanya menggoda dia untuk segera melancarkan aksi. Semakin cepat ia mengandung darah daging Drew, semakin cepat pula ia bisa lepas dari jeratan pria sinting itu. Ya, semoga!

Puas mencari informasi yang ia butuhkan, Adrienne bersama Anna kembali melanjutkan perjalanan, keliling Toronto. Hingga pukul dua siang hari, Adrienne baru menjejakkan kakinya di sangkar emas Drew yang menurut Adrienne seperti paguyuban setan, dan Drew sebagai kepala sukunya.

“Mau saya siapkan makan siang untuk Anda, Nyonya? Sejak tadi Anda belum makan,” tawar Anna.

Adrienne menatap Anna, lantas ia menggeleng. “Tidak. Nanti saja, aku tidak lapar, Anna. Kau istirahat lah. Terima kasih sudah menemaniku jalan-jalan hari ini,” balas Adrienne melemparkan senyum manis sebelum akhirnya ia melangkah menuju kamar.

Niat hati Adrienne ingin langsung membersihkan diri, tetapi ia justru dikejutkan dengan sosok yang tengah duduk di sofa dengan angkuh. Satu tangannya dibuka lebar di kepala sofa, topless hanya menggunakan boxer ketat berwarna hitam. Sedang tatapan sosok itu menghujam pada Adrienne dengan cukup sayu pun redup.

“Seorang bos memang selalu pulang lebih awal dari bawahan ya?” Sambil meletakkan jedai rambut di atas nakas, Adrienne melemparkan pertanyaan sindiran nan menohok.

Drew terkekeh mendengarnya, ia mendongak sambil menghisap kuat sebatang rokok yang terjepit di sela jari-jari besarnya.

“Aku merindukan istri sialanku, tempo jam ku mendapatkan pesan epik. Sialan sekali dia mengatakan aku bedebah. Kau tau, caci makinya membuat adrenalinku terpacu. Rasanya aku ingin sekali memakan istri sialanku itu!” sindir Drew mengalihkan pandangan pada Adrienne dan melemparkan senyum asimetris.

Detik itu juga Adrienne sadar kalau Drew menginginkan dirinya. Ia bergidik ngeri melihat tatapan sayu pria matang tersebut. Pupil mata Adrienne nyaris membulat tak percaya, untung ia dengan cepat mengendalikan dirinya.

Namun, otaknya masih bertanya, bukankah tadi pagi mereka baru saja melakukannya? Lalu kini, sebentar, Adrienne melihat jam di dinding dulu. Baru beberapa jam berlalu, Drew sudah menginginkannya lagi?

“Kau ini manusia sungguhan apa hulk?” Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutnya.

Tawa berat Drew terdengar memenuhi kamar. Ia menegakkan tubuh, menekan bara rokok pada asbak. Lalu ia berdiri dan berjalan menghampiri wanita itu. “Apa yang kau pikirkan tentangku, maka itu adalah aku, Angel,” timpal Drew di telinga Adrienne kemudian membenamkan wajah di ceruk leher istrinya tersebut sambil melingkarkan tangannya posesif. “Aku ingin datang.”

Adrienne menahan napas tatkala indra penciumannya menghirup aroma musk dari tubuh Drew. “Kau tak lelah memang?” tanya Adrienne memulai rencananya. Ia meletakkan telapak tangannya di dada lebar Drew.

Drew terhayak beberapa detik, nyaris blank merasakan lembut telapak tangan Adrienne. “Kau kerasukan?” celetuk Drew.

Adrienne terkekeh kecil. “Kau menginginkanku bukan? Bukankah sebagai seorang istri aku harus melayanimu dengan baik? Mengapa kau terkejut?” Kali ini, Adrienne mengalungkan tangan di leher Drew. Berjinjit sepenuhnya, ia mengecup singkat bibir Drew dan pria itu melotot lebar-lebar. “Dan lagi, kau menginginkan anak dariku. Maka lakukanlah. I’m yours, Mr. Hidalgo.”

Sorot mata Drew sontak tidak lagi tertolong. Begitu lah pria, jika syahwatnya telah bangkit maka kewarasannya akan hilang. Gelagat Adrienne tak dikenali Drew, sebaliknya, pria itu justru berpikir kalau ia berhasil membuat wanita candu akan dirinya. Kan bodoh!

Lalu, siang itu Adrienne mempraktikkan informasi yang telah dibacanya. Saat Drew mulai menguasai Adrienne di ranjang, ia menerapkan satu persatu tips yang dia pelajari. Adrienne harus memastikan bahwa dia benar-benar mengandung anak Drew agar ia kembali menjalani hidupnya sebagai Adrienne Maizahira, gadis liar si pelayan rumah makan.

Kecakapan Adrienne yang muncul secara tiba-tiba, tak ayal membuat Drew terpukau. Pria itu nyaris tak kuasa menahan diri. Sebagai seorang lelaki, walau bukan kali pertama ia melakukannya dengan Adrienne, Drew tetap merasakan gelenyar aneh yang membuatnya semakin terbakar.

Dari posisinya, Drew memandang redup Adrienne, tetapi matanya menunjukkan sesuatu yang tidak bisa diartikan. Ia melemparkan senyum, menunduk lalu tipis sekali Drew menjatuhkan kecupan di kening Adrienne. “Bagus! Sepertinya kau banyak belajar dari permainan kita sebelumnya, Angel. Kau semakin baik.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   57

    Malam semakin larut, Drew tak kunjung kembali ke rumah. Adrienne duduk di tepi ranjang dengan perasaan yang sulit digambarkan. Pikirannya penuh dengan berbagai macam perasaan yang saling bertubrukan. Dia merasakan kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan yang tak tertahankan. Sambil memandang keluar jendela, batinnya bertanya-tanya, “Bagaimana nasibku kedepannya?” Haruskah dia terus bertahan dalam pernikahan ini, atau tetap sesuai rencana awal, nekad pergi dengan konsekwensi yang mungkin akan lebih menyakitkan?Bagaimana mungkin dia bisa bertahan dalam pernikahan seperti ini? Semua impiannya dulu tentang masa depan bersama Drew, seolah lenyap. Dia merasa terjebak dalam perangkap yang tidak bisa dia hindari. Mencoba lari pun, tak ada jalan.“Aku tahu ini sulit, Adrienne. Tapi kamu harus ingat bahwa kamu lebih kuat dari yang kamu kira. Jangan biarkan mereka mengendalikan hidupmu. Kamu punya hak untuk bahagia dan bebas,” ucapnya dengan mata terpejam. Dia berusaha menguatkan dirinya. Dia ya

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   56.

    “Aku sudah mengatakan sejujurnya. Jika kau ingin aku cepat hamil, buat aku selalu merasa bahagia. Karena dengan meningkatnya hormon endorfin pada diriku, akan mempercepat kemungkinan pembuahan hasil!” jelas Adrienne dengan begitu percaya diri. padahal dia sendiri tidak tahu apakan itu ada hubungannya kah tidak. Dia hanya berbohong untuk meluluhkan lagi hati Drew yang malam-malam begini kembali membahas perihal anak. “Ck! Itu hanya alasan untuk menutupi ketidakmampuanmu agar cepat hamil, bukan?!” cerca Drew. “Oke, terserah! Aku sudah mengatakan yang sebenarnya!” Mereka terus saja berdebat tentang penyebab Adrienne tak kunjung hamil Keduanya sama-sama tak ingin mengalah dan justru saling menyalahkan. Hingga perdebatan itu akhirnya terhenti, saat seorang ajudan tiba-tiba menghampiri mereka berdua. “Kau! Kenapa lancang sekali masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu?!” cerca Drew yang terlihat tidak suka dengan kedatangan ajudannya. “Maaf, Sir. Ada tamu yang mencari Anda,” jawab ajudan te

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   55.

    Drew menatap pemandangan kota dari jendela kantornya dengan perasaan campur aduk. Suara hiruk-pikuk dari jalanan yang biasanya memberinya sedikit ketenangan kini justru terasa mengganggu. Segala sesuatu di luar sana terlihat normal, sementara di dalam dirinya, segala sesuatunya berantakan. Ia merasakan tekanan yang terus meningkat dari berbagai sisi: perusahaan yang sedang diguncang serangan siber, desakan dari ayahnya untuk segera memiliki anak, dan ketegangan yang terus memuncak dalam rumah tangganya dengan Adrienne.Dia tahu, untuk menjaga segalanya tetap berjalan, dia tidak bisa membiarkan emosinya menguasai dirinya. Namun, setiap kali dia berpikir tentang situasi di rumah—tentang Adrienne dan apa yang diharapkan darinya—Drew merasa seperti berada di ambang ledakan. Ini bukan hanya tentang pewaris keluarga atau mempertahankan kendali atas perusahaan. Ini adalah tentang menjaga fasad yang selama ini dia bangun; bahwa dirinya adalah pria yang memegang kendali penuh, baik dalam bis

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   54.

    Drew terdiam sejenak setelah mendengar ucapan Adrienne. Napasnya yang tadi memburu perlahan mulai mereda, namun tatapannya tetap tajam. Dia melepaskan cengkeramannya dari rahang Adrienne tanpa melepas penyatuan keduanya. “Kau pikir kau bisa mengaturku?” Suaranya rendah, tapi mengandung ancaman yang jelas.Adrienne mendorong perut Drew, mencoba menciptakan jarak sejauh mungkin dari Drew. Matanya masih dipenuhi ketakutan, tapi dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya lebih dari ini. Dia harus kuat, untuk dirinya sendiri.“Aku hanya ingin kau memilih, Drew. Aku istrimu,” katanya dengan suara serak. “Bukan alat untuk melahirkan anak saat kau mau.”Drew mendengus, semakin kesal hatinya hingga ia kembali bergerak. Memenui Adrienne sedalam mungkin dan lingkar mata Adrienne semakin memerah. “Jangan berpikir kau bisa mengatur hidupku. Anak itu harus ada, dan kau yang akan memberikannya padaku.”Adrienne menatapnya tanpa berkata apa-apa. Dia tahu percuma berdebat sekarang. Drew akan selalu men

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   53

    Keesokan harinya, Adrienne dikejutkan dengan kedatangan ayah mertuanya di mansion secara tiba-tiba. Dalton Hidalgo bertolak bersama kedua ajudan yang setia berjalan di belakangnya. Adrienne yang belum siap dengan kehadiran Dalton, langsung buru-buru memastikan penampilannya agar tak buruk sekali di hadapan paruh baya itu. Sementara Drew yang sedang berkutat dengan layar monitor dengan kepala berdenyut sakit, turut terkejut karena Dalton tidak mengabarinya sama sekali. Ia bergegas keluar menghampiri ayahnya. “Selamat datang, Dad,” sapa Drew berpelukan singkat dengan Dalton. Singkat Dalton menepuk punggung Drew. “Mana menantuku?” tanyanya. “Aku membuatnya kelelahan hingga pagi buta. Rien masih di kamar,” balas Drew dengan tenang. Seolah jawaban dari pertanyaan Dalton sudah direncanakan. Begitulah piciknya Drew. “Sopan bicara seperti itu sama orang tua?” Drew terkekeh rendah melihat mata Dalton yang memicing sinis. Ia mengajak Dalton ke ruang kerja setelah meminta maid agar menyiap

  • Jerat Gairah Pewaris Arogan   52.

    Adrienne memutuskan untuk pergi ke ruang santai dan mencoba mengalihkan perasaannya dengan hal lain. Setibanya di ruang bersantai, ia meraih remote televisi dan menyalakan layar, meskipun dia tidak benar-benar tertarik pada apa yang sedang terpampang di layar televisi kini. Dia hanya butuh sesuatu untuk membuat pikirannya tetap sibuk. Namun, suara dari televisi justru terasa samar, tidak bisa menandingi kegelisahan yang terus mengganggu pikirannya.Tak lama kemudian, suara langkah Drew terdengar mendekat. Adrienne segera berusaha mengatur ekspresinya, berusaha agar terlihat biasa saja. Drew masuk datang dengan rambut setengah basah, mengenakan kaos polo putih dan celana santai krem.“Kau di sini,” kata Drew datar sambil sesekali menatap layar ponsel.“Iya,” jawab Adrienne singkat, tanpa menoleh ke arahnya.Drew tidak banyak bicara, lalu duduk di sofa, tak jauh dari tempat Adrienne berada. Suasana di antara mereka terasa sedikit canggung, tetapi Adrienne berusaha mengabaikannya.Drew

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status