Bab 3
Brak. Tiga orang di dalam rumah terkejut mendengar pintu dibuka keras. “Berhenti.” Suara Bas seorang pria menghentikan langkah tiga orang yang hendak keluar rumah. “Siapa kamu, jangan ikut campur, minggir.” Carla mengibas tangan. “Saya calon suaminya, saya akan melunasi semua hutangnya.” “Sekarang dia milik saya. Ada harga yang harus Anda keluarkan untuk membebaskannya.” “Berapa?” Angga melangkah maju mendekati Carla. Carla menatap Angga penuh selidik, mengeluarkan kertas dari dalam tas, lalu menyerahkan pada Angga. Netra Angga terbelalak. “Hutangnya hanya 50juta sekarang jadi 500 juta?” “Nggak usah banyak omong, kalo nggak mau bayar minggir!! gadis ini cantik, aku bisa dapat uang lebih dari 500 juta.” “Oke, aku bayar. Datang ke kantorku besok, sekarang aku tak bawa uang cash.” “Apa jaminannya kamu nggak akan kabur?” “Kamu nggak kenal saya?” Angga mengambil kartu nama di balik Jaz, lalu menyerahkan pada Carla. “Oh jadi Anda Pak Angga yang sering jadi bahan perbincangan para pebisnis? Saya kira Pak Angga ini sudah Tua. Sekali-kali datanglah ke tempat saya, kami menyediakan segala kesenangan untuk para lelaki.” Tangan Carla menyentuh dada bidang Angga, belum juga bergerak tangan Angga menangkap jemari Carla. “Saya tak suka di sentuh wanita.” Angga membuang kasar tangan Carla. Bibir Carla tersungging, dengusan keluar dari bibirnya. “Oke, Pak Angga, Tunggu saya besok jam 10 di kantor Anda.” Mata Carla mengerling nakal pada Angga. “Taruh dia, ayo kita pulang.” Setelah semua pergi, Angga berdiri menatap wajah Kinanti yang tertidur lelap di sofa. * Matahari pagi bersinar cerah. Mata Kinan mengerjap, sontak dia kaget. “Ya Allah telat solat subuh.” Tapi dia sedikit linglung merasa ini bukan kamarnya. Dia berusaha mengingat, sontak dia menutup mulut dengan kedua tangan. Netranya membola tajam. “Ya Allah pasti aku udah di bawa Mamih Carla. Gimana ini!!” Kinan merapatkan tubuh ke pintu berusaha mencuri dengar keadaan di luar kamar lalu beralih menuju pintu balkon, menatap sekitar dan sepi. Gadis ini berusaha menaiki pembatas balkon, menapak pada pinggiran pagar dan berupaya turun ke bawah. Netranya fokus menatap tapakan kecil di pinggiran balkon. Hingga sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya dan dengan tangkas mengangkatnya kembali ke atas balkon. “Ahh ... Lepas!!” teriak Kinan. “Ampun Mih, ampun. Aku nggak mau di jual!!” Kinan membabi buta memukuli orang yang menariknya naik kembali ke tempat semula. “Berhenti!!” Suara berat Angga menghentikan kebrutalan tangan dan kaki Kinanti. Gadis ini menelan ludah. “Pak, tolongin saya. Saya nggak mau di jual di lokalisasi ini.” “Hmm ...” Angga bangun mengibas-ngibas pakaiannya. Kepalanya menengok, menatap lelaki di belakangnya. Si asisten mendekat memberikan kertas pada Kinanti. “Silahkan tanda tangan, Nona. Maka semua urusan Anda akan beres.” “S-saya sekarang ada di mana, Pak?” tanya Kinan hati-hati. “Sekarang ada di rumah saya, tapi kalau kamu tak mau menandatangani kertas itu, terpaksa saya antar ke tempat Carla.” Suara Angga terdengar jelas dan serius. Kinan menunduk, membaca isi kertas yang ternyata kontrak kerjasama yang di tawarkan Angga kemarin. Gadis ini menatap takut pada Angga. “Pak poin yang ini saya minta di tiadakan.” Netra Angga melirik kertas. “Buat apa saya bayar mahal kalau tak bisa di nikmati.” Glek. Kinan menelan ludah. “Ya iya Pak, tapi tunda dulu.” Angga enggan menatap wajah gadis di hadapannnya. “Cepat tanda tangan kalau setuju, saya banyak kerjaan, lagi pula kamu harus kerja, ingat!! saya tidak suka karyawan telat.” “Kinan mencari-cari jam. Ini udah jam 7,y waktu kamu 1 jam lagi harus sudah sampai kantor,” ujar Angga duduk di kursi dekat jendela, menatap Kinan intimidasi. Kinan menatap Angga dan asistennya bergantian. “Ya Allah, nggak ada jalan lain kah?” batin gadis ini meminta tolong pada Tuhan yang sering kali perintahnya dia lalaikan. “Satu menit lagi.” Angga bangun dari duduk menatap jam pergelangan tangan lalu menatap gadis yang masih terduduk di lantai, karna belum ada reaksi dari Kinan Angga berjalan menuju pintu. Pikiran Kinan buntu, sudah tak bisa lagi berfikir. Sepertinya sudah tak ada lagi jalan keluar selain ini. Dengan gemertar tangannya segera menanda tangani kertas di genggamannya. “Pak, tunggu, ini sudah saya tanda tangani.” Bibir Angga tersungging lelaki ini kembali melanjutkan langkah tanpa menengok kembali. Si asisten mengambil kertas di tangan Kinan. “Urus semuanya, malam nanti aku sudah mau bersamanya.” Bibir Kinan menganga. “Dasar Bos mesum, gila, mengambil kesempatan dalam kesempitan,” rutuk Kinan dalam hati. “Udah punya bini juga masih aja gatel lirik-lirik perempuan lain, dasar redflag, manipulatif, sakit jiwa.” Kinan tak bisa berhenti memaki Angga, tapi hanya dalam hati, gadis ini meninju dan menendang angin setelah pintu tertutup. Setelah Angga keluar beberapa pelayan wanita masuk. “Non, kami di suruh melakukan perawatan tubuh untuk Anda.” “Tapi saya harus ke kantor, bisa-bisa kehilangan pekerjaan kalau nggak ngantor.” “Tadi Pak Angga pesan, Anda di beri cuti nikah selama 1 minggu.” Asisten Angga muncul di pintu kamar. “Eh, buset. Bos koplak, niat bener dia mau ngerjain gue malam ini.” lagi-lagi Kinan merutuki Angga.Gadis ini menjalani perawatan tubuh lagi hari ini, semua kuku di potong habis, rambut di pangkas lalu di beri curly, make up tipis di wajah semakin membuat Kinanti terlihat sempurna.Angga memerintahkan pelayan menyiapkan Kinanti nanti malam, malam ini Angga akan melakukan hal yang sudah lama ia nantikan. Kinanti gadis yang pernah dia cinta juga gadis yang ia benci hingga saat ini. Ia berharap setelah malam ini ia bisa mencintai Kinanti lagi dan Kinanti bisa menerimanya bukan karna ada hitam di atas kertas.“Non, Anda cantik banget. Apalagi bajunya cocok dan pas." Ningsih memuji.Bibir Kinanti tersungging melihat pantulan tubuhnya, memang cantik, tapi ... Ya Allah hati tenang lah sedikit, berdoalah semoga ini adalah akhir dari segala penderitaan. Doa Kinanti di dalam hati, wajahnya berubah sendu.“Non.” Suara Ningsih pelan. “Ini baju di pake setelah makan malam nanti.” Netra Ningsih mengerling menunjukkan pakaian kurang bahan di tangannya.Wajah Kinanti bersemu merah melihat pakaia
Bibir lelaki ini menyeringai lalu mendekatkan wajah. “Aku tau semua tentang kamu, bahkan isi hatimu?” “Ya Tuhan, udah balik lagi ke setelah awal. Mana Angga yang barusan begitu hangat dan terlihat mencintai??” monolog Kinanti.Sudur bibir lelaki ini tersungging. “Aku mencintaimu dengan caraku,” ujar Angga pelan, tapi membuat bulu kuduk Kinanti meremang.Mencintai dengan caranya? Ya Tuhan, jangan-jangan Pak Angga ini udah jadi psikopat karna kejadian dulu, sebentar baik sebentar jahat, hati Kinanti terus berbicara.Akhirnya mobil sampai di halaman rumah, Kinanti keluar dari mobil langsung menuju kamarnya tak peduli lagi pada keberadaan lelaki yang selalu mempermainkan perasaannya. Belum dia masuk ke dalam kamar tangannya di tarik Angga. “Malam ini kamu masih lolos, tapi besok malam jangan harap.” Lagi-lagi lelaki ini tersenyum penuh ejekan pada Kinanti.Gigi Kinanti di katupkan rapat, kesal. Tapi tak berani membalas. Angga masih menatap Kinanti remeh, dia tau gadis ini sudah sangat k
Suara rendah dan penghinaan Angga membuat darah Kinanti bergejolak.“Anda tak berhak menghina saya, Pak.” Kinanti membalas tatapan tajam Angga.“Munafik.” Bibir Angga mencibir, lelaki ini ingin mencium bibir yang sudah begitu dekat tetapi suara ketukan kaca mobil menyelamatkan bibir Kinanti.“Papah.” Sambut gadis kecil ini ketika Angga membuka pintu mobil.Lelaki ini tersenyum tulus pada gadis kecilnya, berbeda sekali ketika menatap Kinanti penuh dendam dan entah apa, Kinanti tak pernah bisa menebak isi hati Angga lewat tatapan matanya.Angga ingin menggendong Kayla. Tetapi gadis ini tak mau, dia berlari kecil mengitari mobil menggandeng tangan Kinanti, bibir gadis ini melengkung, hatinya menghangat, tapi juga bertanya. Bagaiman kalau dia tau bahwa wanita ini adalah seorang pelakor?“Papah, ayo gandeng.”Kinanti gerogi ketika tangan Angga menggandeng tangannya. “Nanti jangan panggil, Pak. Di sini kamu istriku, jangan terlihat kaku, aku bilang pada kakekku kalau kita saling cinta.”Kin
Bab 7Netra mereka bertemu kali ini Kinan dengan berani menatap manik hitam lekat yang berada tepat di atas tubuhnya. Terpancar jelas kesedihan di mata Kinanti tetapi Angga tak peduli, egonya terlalu tinggi untuk merasakan kesedihan gadis ini.Cairan bening menetes di ujung kelopak mata Kinan. Jemari lelaki yang sedang di penuhi oleh rasa cemburu ini mengusap lembut tetesan bening, hati yang tadi begitu berkobar sedikit meredup. Tetiba muncul rasa kasih di sana.“Tenang lah, aku akan melakukannya dengan baik, bukankah kamu sudah sering melakukannya?”Kinan mendorong dada Angga keras, tapi tetap saja tak membuat lelaki ini bergeming. Jelas sekali terpancar kemarahan di netra Kinan. Tetapi Angga hanya tersenyum miring.Lelaki ini mendekatkan wajah kembali mencumbui gadis di bawahnya. “Tadi aku bertemu, Bram.”Kinanti membeku, dadanya merasa di hantam Godam besar. “Tapi aku belum pernah melakukan apapun dengan Bram. Oke, kalau kamu memang tak percaya, maka silahkan membuktikan, aku siap.
Bab 6Mobil melaju membelah jalanan. Angga hanya diam tak merespon celotehan Kayla. Tangannya terkepal memikirkan Kinan pernah berhubungan dengan Bram. Siapa yang tak tau Bram. Lelaki penikmat selangkangan, tak ada wanita yang tak di ‘pakai’ oleh Bram jika sudah menyandang status pacarnya.Angga berusaha meredakan gejolak di dada. Apakah dia sanggup menerima Kinanti jika gadis ini sudah pernah meyerahkan kehormatannya pada lelaki lain?Apakah dia merelakan benihnya membuahi janin Kinanti jika wanita itu sudah ternoda?? Isi kepala Angga berisik dengan hal-hal yang diapikir wanita harus memiliki kesucian.Hingga akhirnya mobil tiba di depan rumah yang lebih megah dari rumah Angga. “Ayo turun.”Kayla turun dan berlari ke arah Anwar yang sedang menikmati teh di halaman sambil membaca majalah bisnis.“Kek. Aku langsung berangkat,” ucap Angga setelah mencium tangan Anwar.“Ajak istrimu ke sini nanti malam, kita adakan pertemuan keluarga. Kakek ingin mengenalnya.”“Iya Kek.”Lelaki ini perg
Bab 5Pintu di buka pelan, Angga berjalan perlahan menuju ranjang. Di tatapnya Kinanti yang tertidur pulas di sana, terlihat gurat kelelahan dan kekhwatiran di wajah gadis ayu ini. Angga menjulurkan tangan, menyibak rambut yang menutupi wajah. Iris legamnya terus menatap wajah Kinanti.Jemari kokoh lelaki ini menelusuri pipi hingga rahang, tapi sepertinya Kinanti tak merasakannya, dia terlihat begitu damai di alam mimpinya. Setelah puas mengamati wajah gadis cantik ini, Angga keluar dari kamar. Pintu kamar terdengar menutup perlahan, Kinan membuka mata pelan. Dia menghembuskan nafas lega, setidaknya malam ini dia aman. Kembali Kinanti melanjutkan tidur, walaupun banyak pertanyaan di benaknya.Kumandang adzan subuh membangunkan tubuh yang terasa segar pagi ini. Gadis ini segera bangun mandi lalu melakukan solat subuh.Setelah itu dia keluar dari dalam kamar. Mulut Kinanti ternganga melihat luar kamarnya. “ini rumah apa istana?” batin Kinan. “Jadi Angga sekaya ini? gue baru tau.” Kaki