Bab 2
“Apaan sih, Ki. Laki gue udah nungguin itu di depan. Mau ngapain lagi?” Tanpa menjawab pertanyaan Nindia, Kinan terus menarik lengan sahabatnya ini. “Tukang tagih nungguin gue, Nind.” Dua wanita ini menatap ke arah parkiran. “Tuh liat ada yang duduk di atas motor gue, mereka udah nungguin gue,” ujar Kinan, terlihat jelas raut khawatir di wajah gadis ini. “Tapi lo pulang aja deh gue tunggu di sini sampe mereka pergi.” Nindia menghela nafas, menatap Kinan, “Nggak apa-apa gue tinggal?” Kinan mengangguk, raut resah terpancar jelas di wajah gadis cantik yang nasibnya begitu buruk ini. “Lo punya uang nggak?” Kinan menggeleng. “Kan besok baru gajian. Uang gue pas-pasan sampai hari ini.” “Ya ampun.” Nindi merogoh tas mengambil dompet, lalu memberikan selembar uang berwarna merah. “Nih, lo pulang naik ojek aja.” Netra Kinan berkaca menatap Nindia, dia mengangguk lemah. “Gue tunggu dulu aja, siapa tau mereka nggak lama di situ,” ujar Kinan duduk di sofa tempat para tamu menunggu temu janji. “Ya udah, gue pulang dulu, laki gue udah di depan.” Kinan menatap Nindia lesu, beruntung dia punya Nindia sahabatnya yang bisa dimintai pertolongan dari dulu hingga kini. Kinan menatap selembar uang di tangannya, gajinya tiap bulan habis hanya untuk membayar tagihan Lisa. Bahkan hari ini Kinan tak memegang uang sepeserpun setelah membeli makan siang tadi. Niatnya malam ini dia akan menahan lapar hingga besok gajian. Hufttt. Kinan melepas kasar sesak di dada. Ingin dia mengeluh dan bersandar tapi pada siapa kekasih saja tak punya. Orang tua!! Kesedihan Kinan semakin menjadi karna mengingat orang tuanya. Beberapa lama menunggu tapi kedua orang itu anteng duduk di dekat motor Kinan. Hingga Kinan lelah menunggu dan kantor sudah semakin sepi. Kinan menghampiri petugas keamanan di dekat pintu lobi. “Pak. Saya titip motor di sini sampe besok aman kan, ya!” “Memangnya kenapa motornya, Mbak Kinan? Mogok?” tanya Si satpam yang sudah mengenal Kinan. Karna keramahan gadis energik ini pada setiap wajah yang dia temui. “Nggak, Pak. Saya di jemput temen, janjian di depan,” alasan Kinan. “Oh. Ya sudah, nanti saya amankan. Kebetulan saya jaga malam.” “Makasih Pak. Ini kunci motornya.” Kinan menyerahkan kunci motor miliknya pada si Satpam. “Saya pamit, Pak. Terimakasih.” Kinan pergi setelah mendapatkan anggukan dari si Satpam. Kinan berjalan tergesa lewat pintu kecil di belakang gedung demi menghindari dua orang yang menunggunya. “Alhamdulillah, Terimakasih, Pak.” Gadis cantik berperawakan tinggi semampai ini turun dari boncengan, ojek online, lalu menyerahkan ongkosnya. Dia merasa lega kali ini bisa lolos dari kejaran para penagih hutang itu. Kinan mengambil kunci rumah di dalam tas. Batinnya penuh syukur akhirnya bisa masuk ke dalam rumah yang membuatnya aman. Tetapi pintu belum juga tertutup rapat sebuah tangan mengganjal pintu. Netra Kinan terbelalak mendapati siapa yang berada di depan pintu. “Seret dia!!” Seorang wanita menunjuk Kinanti dengan raut marah. “Ampun Tan.” Kaki Kinan mundur ke belakang. “Nggak ada ampun lagi buat kamu.” “Tap-“ Belum Kinan bicara dua bodyguard yang tadi berada di atas motor Kinan merangsek memegangi tangan Kinan. “Tunggu, Tan. Aku telpon temen dulu, sumpah Tan kali ini pasti aku bisa cicil utangnya.” “No.” Wanita bergincu merah menyala itu menggoyangkan jari telunjuk. “Harus kamu lunasi.” “Saya usahain, Tan.” Kinan meraih tas dengan tangan bergetar. Di tekannya nomor Angga. Hingga panggilan ke 3 baru ponsel di angkat. “Hallo.” Suara berat menyapa pendengaran Kinan. “Pak, saya butuh pertolongan bapak sekarang juga, saya tunggu di rumah saya.” Kinan to the poin pada masalah, tetapi. Tut. Tut. Tut. Kinan menatap ponsel. “Ya ... di matiin.” Kinan kembali mendial tombol panggil tapi tetiba ponsel Angga di luar jangkauan. “Gimana?” wanita yang Kinan tau adalah seorang mucikari ini menatap Kinan remeh, asap rokok mengepul dari bibir meronanya. “Sebentar Tan. Tunggu setengah jam, temenku mau dateng, cuma rumahnya agak jauh.’ Kinan berusaha mengundur waktu dengan membuat alasan. “Oke buat kamu apa yang nggak, tapiii!! Kalo kamu nipu lagi!! lihat saja gadis cantik.” Carla tertawa sumbang. Dia menatap Kinan ambisius. “Cantik, energik, menjual,” batin Carla. “Kamu bakal jadi mesin uangku.” Keadaan hening, berkali-kali Kinan menatap jam di ponsel. Pesan yang Kinan kirim pun ceklis satu. “Duh, Pak Arngga kamu mau nolong nggak sihhh? Kenapa ponselnya tau-tau mati!!” keringat dingin mulai membasahi pakaian gadis cantik ini. Carla berkali-kali menatap Kinan yang gelisah. “Lima menit lagi. Kalo sampai nggak ada yang datang kamu milik saya sumur hidup kamu.” Carla mengkode dua bodyguard. Dua orang itu mengangguk mengerti maksud kode mata Carla. Hinga akhirnya. “Oke. Sudah 30 menit.” Carla melihat jam di pergelangan tangannya, dia berdiri menatap Kinan dengan seringaian licik. “Tan. Jangan, saya mohon, kasih saya kesempatan lagi!” Kinan bersimpuh di kaki Carla, berharap dia terenyuh. “No, orang seperti kalian hanya bisanya janji-janji saja, Hans.” Carla mengkode pria bernama Hans dengan kedipan mata. Hans mendekat, menempelkan sapu tangan ke hidung Kinanti yang menangis memeluk kaki Carla. Tanpa menunggu lama gadis ini terkulai lemah. “Angkat.” Suruh Carla. Seorang bodyguard keluar rumah membuka pintu mobil dan seorang lagi mengangkat Kinanti yang kini sudah tak sadarkan diri.Gadis ini menjalani perawatan tubuh lagi hari ini, semua kuku di potong habis, rambut di pangkas lalu di beri curly, make up tipis di wajah semakin membuat Kinanti terlihat sempurna.Angga memerintahkan pelayan menyiapkan Kinanti nanti malam, malam ini Angga akan melakukan hal yang sudah lama ia nantikan. Kinanti gadis yang pernah dia cinta juga gadis yang ia benci hingga saat ini. Ia berharap setelah malam ini ia bisa mencintai Kinanti lagi dan Kinanti bisa menerimanya bukan karna ada hitam di atas kertas.“Non, Anda cantik banget. Apalagi bajunya cocok dan pas." Ningsih memuji.Bibir Kinanti tersungging melihat pantulan tubuhnya, memang cantik, tapi ... Ya Allah hati tenang lah sedikit, berdoalah semoga ini adalah akhir dari segala penderitaan. Doa Kinanti di dalam hati, wajahnya berubah sendu.“Non.” Suara Ningsih pelan. “Ini baju di pake setelah makan malam nanti.” Netra Ningsih mengerling menunjukkan pakaian kurang bahan di tangannya.Wajah Kinanti bersemu merah melihat pakaia
Bibir lelaki ini menyeringai lalu mendekatkan wajah. “Aku tau semua tentang kamu, bahkan isi hatimu?” “Ya Tuhan, udah balik lagi ke setelah awal. Mana Angga yang barusan begitu hangat dan terlihat mencintai??” monolog Kinanti.Sudur bibir lelaki ini tersungging. “Aku mencintaimu dengan caraku,” ujar Angga pelan, tapi membuat bulu kuduk Kinanti meremang.Mencintai dengan caranya? Ya Tuhan, jangan-jangan Pak Angga ini udah jadi psikopat karna kejadian dulu, sebentar baik sebentar jahat, hati Kinanti terus berbicara.Akhirnya mobil sampai di halaman rumah, Kinanti keluar dari mobil langsung menuju kamarnya tak peduli lagi pada keberadaan lelaki yang selalu mempermainkan perasaannya. Belum dia masuk ke dalam kamar tangannya di tarik Angga. “Malam ini kamu masih lolos, tapi besok malam jangan harap.” Lagi-lagi lelaki ini tersenyum penuh ejekan pada Kinanti.Gigi Kinanti di katupkan rapat, kesal. Tapi tak berani membalas. Angga masih menatap Kinanti remeh, dia tau gadis ini sudah sangat k
Suara rendah dan penghinaan Angga membuat darah Kinanti bergejolak.“Anda tak berhak menghina saya, Pak.” Kinanti membalas tatapan tajam Angga.“Munafik.” Bibir Angga mencibir, lelaki ini ingin mencium bibir yang sudah begitu dekat tetapi suara ketukan kaca mobil menyelamatkan bibir Kinanti.“Papah.” Sambut gadis kecil ini ketika Angga membuka pintu mobil.Lelaki ini tersenyum tulus pada gadis kecilnya, berbeda sekali ketika menatap Kinanti penuh dendam dan entah apa, Kinanti tak pernah bisa menebak isi hati Angga lewat tatapan matanya.Angga ingin menggendong Kayla. Tetapi gadis ini tak mau, dia berlari kecil mengitari mobil menggandeng tangan Kinanti, bibir gadis ini melengkung, hatinya menghangat, tapi juga bertanya. Bagaiman kalau dia tau bahwa wanita ini adalah seorang pelakor?“Papah, ayo gandeng.”Kinanti gerogi ketika tangan Angga menggandeng tangannya. “Nanti jangan panggil, Pak. Di sini kamu istriku, jangan terlihat kaku, aku bilang pada kakekku kalau kita saling cinta.”Kin
Bab 7Netra mereka bertemu kali ini Kinan dengan berani menatap manik hitam lekat yang berada tepat di atas tubuhnya. Terpancar jelas kesedihan di mata Kinanti tetapi Angga tak peduli, egonya terlalu tinggi untuk merasakan kesedihan gadis ini.Cairan bening menetes di ujung kelopak mata Kinan. Jemari lelaki yang sedang di penuhi oleh rasa cemburu ini mengusap lembut tetesan bening, hati yang tadi begitu berkobar sedikit meredup. Tetiba muncul rasa kasih di sana.“Tenang lah, aku akan melakukannya dengan baik, bukankah kamu sudah sering melakukannya?”Kinan mendorong dada Angga keras, tapi tetap saja tak membuat lelaki ini bergeming. Jelas sekali terpancar kemarahan di netra Kinan. Tetapi Angga hanya tersenyum miring.Lelaki ini mendekatkan wajah kembali mencumbui gadis di bawahnya. “Tadi aku bertemu, Bram.”Kinanti membeku, dadanya merasa di hantam Godam besar. “Tapi aku belum pernah melakukan apapun dengan Bram. Oke, kalau kamu memang tak percaya, maka silahkan membuktikan, aku siap.
Bab 6Mobil melaju membelah jalanan. Angga hanya diam tak merespon celotehan Kayla. Tangannya terkepal memikirkan Kinan pernah berhubungan dengan Bram. Siapa yang tak tau Bram. Lelaki penikmat selangkangan, tak ada wanita yang tak di ‘pakai’ oleh Bram jika sudah menyandang status pacarnya.Angga berusaha meredakan gejolak di dada. Apakah dia sanggup menerima Kinanti jika gadis ini sudah pernah meyerahkan kehormatannya pada lelaki lain?Apakah dia merelakan benihnya membuahi janin Kinanti jika wanita itu sudah ternoda?? Isi kepala Angga berisik dengan hal-hal yang diapikir wanita harus memiliki kesucian.Hingga akhirnya mobil tiba di depan rumah yang lebih megah dari rumah Angga. “Ayo turun.”Kayla turun dan berlari ke arah Anwar yang sedang menikmati teh di halaman sambil membaca majalah bisnis.“Kek. Aku langsung berangkat,” ucap Angga setelah mencium tangan Anwar.“Ajak istrimu ke sini nanti malam, kita adakan pertemuan keluarga. Kakek ingin mengenalnya.”“Iya Kek.”Lelaki ini perg
Bab 5Pintu di buka pelan, Angga berjalan perlahan menuju ranjang. Di tatapnya Kinanti yang tertidur pulas di sana, terlihat gurat kelelahan dan kekhwatiran di wajah gadis ayu ini. Angga menjulurkan tangan, menyibak rambut yang menutupi wajah. Iris legamnya terus menatap wajah Kinanti.Jemari kokoh lelaki ini menelusuri pipi hingga rahang, tapi sepertinya Kinanti tak merasakannya, dia terlihat begitu damai di alam mimpinya. Setelah puas mengamati wajah gadis cantik ini, Angga keluar dari kamar. Pintu kamar terdengar menutup perlahan, Kinan membuka mata pelan. Dia menghembuskan nafas lega, setidaknya malam ini dia aman. Kembali Kinanti melanjutkan tidur, walaupun banyak pertanyaan di benaknya.Kumandang adzan subuh membangunkan tubuh yang terasa segar pagi ini. Gadis ini segera bangun mandi lalu melakukan solat subuh.Setelah itu dia keluar dari dalam kamar. Mulut Kinanti ternganga melihat luar kamarnya. “ini rumah apa istana?” batin Kinan. “Jadi Angga sekaya ini? gue baru tau.” Kaki