Share

Ikatan Batin

Penulis: Planet Zamzan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-20 18:13:52

"Pak, hari ini jam satu siang ada jadwal mengunjungi yayasan Bunga Dahlia yang akan kita beli." Jason menerima berkas yang diberikan oleh Yolanda. Setelah memeriksanya sekilas, dia mengangguk. 

Jam satu siang dia bertolak ke sebuah yayasan yang menaungi beberapa tingkatan sekolah. Dari PAUD hingga sekolah menengah. Perusahaannya akan membeli yayasan itu, dan akan merenovasinya menjadi sekolah elite. Di mulai dari melakukan survey ke sekolah menengah, dan terakhir Jason masuk ke sekolah PAUD. 

"Om!" Saat berbicara dengan kepala yayasan, dia dikejutkan oleh suara panggilan dari arah kelas. Saat menoleh, seorang anak laki-laki berpipi gembul berlarian ke arahnya. Tentu saja Jason terkejut melihat anak itu. Apalagi saat anak itu tanpa ragu memeluknya. 

"Kamu bersekolah di sini?" tanya Jason seraya menyejajarkan posisi badannya dengan anak itu.

"Iya, Om." 

Perempuan paruh baya yang tadi sedang bicara dengan Jason segera menarik tangan anak itu agar menjauh dari Jason. Dia merasa tidak enak karena anak itu berani memeluk sang CEO yang akan membeli yayasannya. 

"Tidak apa-apa, Bu. Saya sudah pernah bertemu dengan anak ini." Jason memegang kedua bahu bocah lelaki itu. "Nama kamu siapa?" tanyanya kemudian.

"Haiden, Om." Haiden menjawab dengan logat cadelnya yang menggemaskan. Saking menggemaskannya, Jason yang tidak biasa dekat dengan anak-anak saja tidak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipi Haiden. Dia menyukai anak ini. Tiba-tiba saja dia memiliki ide untuk mengajak anak itu jalan-jalan. 

"Apa kamu mau ikut om jalan-jalan?" tawarnya pada Haiden. 

"Mau, Om!' Jason tersenyum gembira. Kemudian dia menoleh ke arah ketua yayasan. 

"Jam berapa anak ini biasa dijemput oleh orang tuanya?" tanya Jason. 

"Jam empat sore, Pak."

"Aku akan mengajak anak ini jalan-jalan. Jam empat nanti dia sudah ada di sini," ucapnya membuat sang ketua yayasan heran. Namun tentu saja dia tidak bisa menolak keinginan Jason.

Haiden dengan ceria menggandeng tangan Jason dan mengikuti langkah pria itu menuju mobil mewah yang terparkir di depan gedung sekolah. Seorang supir membukakan pintu belakang lalu Jason membantu Haiden naik. 

"Boleh aku panggil om, Om Baik Hati?" Jason menaikkan alisnya mendengar ucapan anak balita yang kosa katanya cukup banyak dan tertata rapi. Haiden memang anak yang cerdas. Mungkin kedua orang tuanya juga orang-orang cerdas. Semakin lama menghabiskan waktu bersama Haiden, Jason merasakan ikatan yang erat dengan anak itu. Dia mengajak anak itu ke pusat permainan di mal, lalu jalan-jalan sambil makan es krim di taman. 

Cuaca cerah dan hangat seolah menyambut mereka saat mereka tiba di taman. Tangan mungil Haiden berpegangan erat pada tangan besar Jason, dan mata kecilnya penuh semangat saat melihat sekitarnya. Haiden memandangi sekeliling dengan mata cokelatnya yang berkilau. Mata cokelat yang baru Jason sadari, mirip dengan matanya. 

"Om Baik Hati, tamannya bagus," ucapnya penuh kekaguman.

Jason tertawa lembut. "Iya, Haiden, taman ini memang bagus. Apa yang ingin kamu lakukan pertama kali?"

Haiden berpikir sejenak, seolah mempertimbangkan pilihan yang sangat serius. "Ayo kita naik ayunan!" serunya sambil menunjuk ke area bermain. Mereka menuju ayunan, dan Haiden melompat dengan sukacita saat Jason mendorong ayunan itu lebih tinggi. Terlihat seakan-akan Haiden bisa menyentuh langit dengan ujung jari-jarinya.

Setelah bermain di ayunan, mereka berjalan ke gerai es krim yang berwarna-warni. Haiden memandang berbagai pilihan rasa dengan wajah bingung. Jason membantu dengan memberinya beberapa saran, dan akhirnya Haiden memilih rasa strawberry.

Saat mereka duduk di bangku taman dengan es krim di tangan, Jason mencoba memecahkan keheningan. "Jadi, Haiden, apa yang kamu suka lakukan di sekolah?"

Haiden menjilat es krimnya dengan cepat, lalu menjawab sambil merenung, "Aku suka menggambar dan mewarnai. Kata Miss Sarah gambarku bagus."

Jason tersenyum bangga. "Itu suena bagus, Haiden. Seniman kecil yang hebat pasti akan melakukan hal besar suatu hari nanti."

Haiden menatap Jason dengan serius. "Kalau om, apa yang om lakukan?" 

Jason memikirkan jawaban yang sederhana untuk seorang anak berusia empat tahun. "Aku bekerja untuk sebuah perusahaan yang mencoba membantu orang-orang. Kami ingin membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik."

Haiden mengangguk, seakan-akan dia benar-benar memahami apa yang Jason lakukan. "Om Baik Hati pahlawan?"

Jason tersenyum dan mengusap kepala Haiden lembut. "Aku tidak tahu apakah aku adalah pahlawan, tetapi aku berusaha melakukan yang terbaik untuk membantu orang lain."

Haiden menyelesaikan es krimnya, lalu menyeka mulutnya dengan tisu. Dia lalu melihat Jason dengan ekspresi penuh kekaguman. "Om, aku suka main sama om. Om memang baik hati."

Jason merasa hangat di hatinya. Melihat mata cokelat mungil itu yang penuh dengan penghargaan membuatnya merasa terhubung dengan Haiden. "Terima kasih, Haiden. Aku juga suka bermain denganmu. Kita akan sering melakukannya lagi, ya? Kamu mau?"

Haiden mengangguk antusias. "Mau banget, Om!" Bocah itu kegirangan. 

Mereka berdua melanjutkan hari mereka di taman, dan di dalam hati Jason, dia merasa bahwa dia telah menemukan ikatan batin yang istimewa dengan anak kecil yang cerdas ini. Sebuah rasa sayang yang muncul pertama kali melihat ke dalam mata Haiden. Jason tidak mengerti kenapa dia dipertemukan dengan anak itu dan merasakan kehangatan dalam hatinya. 

"Haiden, coba lihat sini," pinta Jason pada Haiden untuk melihat ke arahnya.

"Apa, Om?" 

"Apa kamu tahu kalau wajah kita mirip?" Haiden memperhatikan wajah Jason dengan seksama. Kemudian tangan kecilnya meraba hidung pria itu. 

"Hidung," kekeh Haiden. Kemudian dia meraba hidung mungilnya. 

"Mata kita juga sama. Sini, biar aku tunjukan." Jason mengambil ponsel di saku kemejanya, lalu menggulirnya mencari kamera untuk berfoto selfi berdua. "Lihat?" 

Haiden mengangguk-angguk. "Berarti om ayahku?" tanya bocah mungil itu dengan polosnya. 

Jason tertawa renyah. "Memangnya ayahmu ke mana?"

"Kata mama, papaku sudah di sana." Haiden menunjuk ke arah langit. Hati Jason mencelos mendengar ucapan Haiden. Diraihnya pundak anak itu dan dia peluk dengan erat. Tak terasa bibirnya bergerak menciumi ujung kepala Haiden. Bocah laki-laki itu pun membalas pelukan Jason dengan melingkarkan lengan kecinya di pinggang Jason. 

Jason memeluk Haiden cukup lama, seakan-akan tidak ingin melepaskan anak itu. Dia merasakan kerinduan yang dia sendiri tidak tahu dari mana datangnya. Padahal sebelumnya dia belum pernah bertemu dengan anak itu. 

Sebelum jam empat sore, Jason mengantarkan Haiden kembali ke sekolahnya. Lima belas menit sebelum Nila menjemput Haiden. 

Nila keheranan melihat putranya senyum-senyum sendiri sepanjang perjalanan di taksi yang mengantar mereka pulang. "Kamu kenapa, Sayang?" tanyanya.

"Aku punya teman baru, Mama."

"Oh ya? Siapa namanya?"

"Om Baik Hati," jawab Haiden seraya mengulas senyum lebar.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Pena_Cinta81
nak, itu ayahmu bukan om pahlawan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jerat Obsesi Presdir Tampan   Berbeda

    “Tolong! Tolong! Ziva takut! Papa! Kakak!” Haiden sontak terbangun karena racauan Adiknya, tidak hanya Haiden, Jason dan Nila juga langsung masuk ke kamar.“Adikmu kenapa? Terus kamu kenapa tidur di sini?” tanya Nila.“Ziva demam Ma, tadinya aku mau turun ambil kompres tapi tanganku dipeluk, niatku tunggu dia tenang, ternyata malah ketiduran. Terus ini tadi terbangun gara-gara Ziva mengigau,” jelas Haiden.“Astaga, ya sudah, Mama ambilkan kompres dulu di bawah.” Nila langsung turun dan mengambil alat kompres untuk putrinya.Sementara Jason naik ke sisi lain kasur dan mengecek kondisi putrinya. Jika sakit begini Ziva akan sangat manja pada Papa dan Kakaknya. Nila benar-benar menciptakan saingannya sendiri, terbukti dari seberapa manja Ziva kepada para laki-laki di keluarga ini.Jason memberi ruang untuk Nila mengompres Ziva, sehingga posisinya Nila dan Ziva di tengah-tengah Jason dan Haiden. Setelah selesai mengompres Ziva dan memastikan suhu tubuhnya berangsur-angsur turun, ketiganya

  • Jerat Obsesi Presdir Tampan   Demam

    Setelah kepergian Papa dan Kakaknya barulah Ziva bisa bernafas lega. Gadis itu lalu segera masuk ke dalam mobil, dan di susul oleh Kafka.“Untung aku buka pesanmu saat di lampu merah. Memangnya kenapa tidak mau terus terang?” “Kak Kafka nggak sadar juga? Masa setelah lihat reaksi mereka, Kakak masih nggak paham? Kakak sama Papaku itu posesif banget! Dari kecil baru Kakak cowok pertama yang jemput aku keluar, teman mainku semuanya perempuan. Kakakku punya kontak mereka semua, berbohong pun rasanya sia-sia. Pamit kerja kelompok aja respons mereka sudah begitu, bagaimana kalau tadi Kak Kafka terus terang? Sudah jelas aku tidak akan bisa keluar sama sekali Kak. Papa dan Kakakku bahkan bisa menjaga aku di kamar seharian penuh, persetan dengan janji temu mereka,” jelas Ziva.“Sebegitunya?” tanya Kafka tidak habis pikir.“Iya! Udah ayo berangkat Kak, kalau macet bagaimana?” tukas Ziva.“Ya sudah.” Kafka kemudian melajukan mobilnya menuju tujuan mereka. Sepanjang perjalanan Ziva sangat akti

  • Jerat Obsesi Presdir Tampan   Pantai

    Minggu pagi ini, Nila cukup heran dengan anak-anaknya yang sudah bangun di waktu se pagi ini. Mungkin untuk Haiden itu hal yang wajar, tapi Ziva? Gadis itu bahkan bisa terlelap hingga sore hari jika hari libur seperti ini, alih-alih pergi keluar bersama teman-temannya.Itulah mengapa Haiden kerap memanggilnya putri tidur. Karena kesehariannya memang tidur, tidur, dan tidur. Betapa terkejutnya Nila dan Jason saat sang putri tidur sudah bangun dan mandi di pagi hari.“Dalam rangka apa ini? Kok tuan putrinya Papa pagi-pagi sudah rapi?” Jason merangkul Ziva yang sudah rapi, rambutnya digerai dan dihiasi bandana merah muda.“Ziva ada kerja kelompok Pa,” balas gadis itu.“Alah! Biasanya juga mau ada bencana alam tetap aja tidur. Jujur aja Dek, dalam rangka apa kamu begini?” tanya Haiden yang baru turun dari lantai dua.“Serius!” sergah Ziva dengan wajah kesal.“Mau naik apa? Mobilmu Kakak pakai jalan sama Kak Anna. Mobil Kakak di bengkel, kalau pakai motor nggak enak, pulang malam soalnya,”

  • Jerat Obsesi Presdir Tampan   Sastra Inggris

    Pagi-pagi sekali para orang tua berangka ke bandara dengan menggunakan taksi. Mereka akan pergi ke Surabaya selama tiga hari dua malam. Jadi, selama itu Haiden bertanggung jawab penuh atas adik-adiknya. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi, Haiden lalu membangunkan Haira lebih dulu. Pria itu menggedor-gedor kamar Haira, setelah lama tidak ada jawaban akhirnya pria itu masuk.Percuma saja membangunkan Haira dengan cara normal, satu-satunya cara adalah melakukan hal di luar nalar seperti ....“Anjing, ini apaan sih? Ganggu banget senter? Senter apaan warna hijau? Biasanya juga kalau nggak kuning ya putih. Ini kalau pecah begini, bisa di lem nggak ya? Ini juga, tongkat buat bantu menyeberangi jalan? Buang aja mendingan, nanti kalau Ziva tanya pura-pura nggak tau aja.”“KAKAK!” Haira menatap nyalang ke arah kakaknya yang duduk di meja rias dengan santai. Koleksi lightstick nya juga masih pada tempatnya.“Akhirnya ketemu juga, cara ampuh membangunkan putri tidur kita yang

  • Jerat Obsesi Presdir Tampan   Tumbuh

    Setelah memutuskan pindah ke pulau Dewata Bali dua belas tahun yang lalu. Kini keempat anak itu sudah beranjak dewasa.Haiden Wirabraja sembilan belas tahun, Mahasiswa semester dua. Haira Ziva Wirabraja empat belas tahun, kelas tiga SMP. Zain Bagaskara tiga belas tahun, kelas dua SMP. Zaira Azura Bagaskara dua belas tahun, kelas satu SMP.Haira, Zain, dan Zaira bersekolah di tempat yang sama. Biasanya Zain dan Zaira akan berangkat bersama Roland dan Jason pergi ke kantor. Sementara Haira akan diantar oleh Haiden. Pria itu memang sangat over protektif pada Haira. Itu semua karena tingkah Haira yang benar-benar sangat centil. Kerap kali Haiden menghadiri panggilan orang tua Haira karena gadis itu menggunakan alat-alat kecantikan di sekolah. Bahkan saat jam olahraga, gadis itu tidak segan membawa pengering rambut karena Haira selalu keramas saat merasa tubuhnya gatal dan berkeringat.Kadang kala karena Haira menggunakan cat kukku, memoles wajahnya dengan make up, menggunakan sepatu puti

  • Jerat Obsesi Presdir Tampan   Tamara Melahirkan

    “Akh!” Tamara yang merasakan perutnya sangat keram, engap, dan mules sontak menjambak rambut Roland yang terlelap di sebelahnya.“Mas! Perutku! Perutku sakit Mas!” “Aduh, sakit Ra,” keluh Roland saat rambutnya ditarik kuat oleh Tamara.Pria itu kemudian bangun dan langsung menggendong Tamara lalu membawanya ke mobil. Saat melihat Bayu yang sedang berjaga di depan rumah Jason, pria itu segera berteriak.“Bay! Kemari tolong saya!” Bayu segera mendekat lalu menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, “Ada apa? Tolong apa?” “Istri saya mau melahirkan, tolong sopiri kami ke rumah sakit,” ujar Roland.Bayu segera naik dan langsung menyopiri Roland ke rumah sakit. Saking paniknya, pria itu sampai lupa meminta izin para Nila.“AAAAAAAA! AYO CEPETAN! PERUTKU SAKIT! INGIN BUANG AIR BESAR RASANYA!”“SAKIT MAS! SAKIT!”“I-iya Ra, ini kepala saya juga sakit kalau kamu jambak begini,” keluh Roland.“Dijambak aja sudah mengeluh! Sini bertukar! Hamil aja kamu, biar tahu rasanya!”Tamara lalu menarik r

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status