Share

3: Selesainya Masa Iddah Nyonya Ulfa

Nyonya Ulfa masih melanjutkan. Aku jadi lupa tugas untuk mengemasi barang-barangnya, mobil yang akan ditumpangi Nyonya Ulfa untuk pulang ke keluarganya akan datang setengah jam lagi. "Setelah memakai pakaianku—bukan pakaianmu lagi yang diambilkan Abizar—aku menyusul langkahnya. Mungkin kamu tidak pernah tahu ini, di tengah malam saat dia meninggalkanku sendirian di kamar pengantin dia berdiri menghadap pintu kamarmu yang terkunci, mungkin kamu sudah tidur. Lalu dia duduk di depan pintu, bersender di sana, terlelap di pintu kamarmu."

Nyonya Ulfa meringis, "satu jam aku membeku, melihatnya yang bersikap demikian. Setelah tersadar, aku membangunkannya. Dia terlihat nyenyak, meskipun tidur di lantai bersenderkan pintu. Marah saat aku membangunkannya, tapi setelah bangun dia akhirnya pergi tapi meskipun sudah berganti-ganti tempat—di sofa, kamar tamu, semua kamar di rumah ini, semua sofa di rumah ini—dia tidak bisa tidur sama sekali."

"Paginya, aku ditalak. Begitu saja. Tidak sama halnya seperti saat menikahiku, saat menalakku dia tidak merasa menyesal sama sekali. Jujur, Mawar. Aku sangat sakit hati."

Aku kehilangan kata-kata, tak ada kalimat tepat di kepalaku untuk menghiburnya. Apalagi di curahan hatinya, sepertinya aku terdakwa di sini. Dalang dari masalah yang menimpanya.

"Semuanya sudah terlanjur terjadi, sekalipun aku menolak diceraikan, aku tetap mantan istrinya. Di masa iddah ini, aku berusaha untuk mencuri hatinya lagi untuk merujukku, tapi dia seperti tidak berminat sama sekali. Di rumah ini saja, aku seperti tidak dianggap ada."

Nyonya Ulfa ikut memasukkan barang-barangnya ke dalam koper. Memasukkannya sembarangan, secara acak, tidak melipat atau menatanya terlebih dahulu. Setelah kopernya penuh, semua barangnya dimasukkkan, dia menutupnya dan menarik rasleting. "Aku akan langsung menunggu di depan, sepertinya tuanmu tidak membutuhkan ucapan selamat tinggal dariku 'kan?"

* * *

”Tuan?”

            Aku memanggilnya pelan. Dia menoleh sinis, “apa?” Nadanya nyaris sama seperti menggeram, sebelah tangannya sibuk menggores isi dokumen. Ingin fokus dengan pekerjaannya, aku malah menganggu konsentrasinya.

            “Nyonya Ulfa sudah menunggu di depan, Anda tidak mau menemuinya sebentar, mengucapkan selamat tinggal sebelum beliau dipulangkan ke rumahnya.”

            Tuan Abizar mendelik tidak suka, “tidak usah.”

            “Benar tidak usah, Tuan?”

            “Iya, tidak usah.”

            Aku hanya menghela napas, dengusanku ternyata disadari olehnya yang menatapku dingin. Aku pura-pura tidak melihat.

            Punggungku merunduk, “kalau begitu saya pamit Tuan untuk ke depan, menemani Nyonya Ulfa.”

            Badannya langsung tegap, bertanya sinis. “Kamu lebih memilih menemani wanita itu dari pada menemaniku, di sini siapa yang tuanmu?”

            Aku mengalah, berdiri di tempat untuk menungguinya. Setelah menggores beberapa lembar dokumen, perintahnya terdengar. “Pergilah, temani Ulfa sampai keluarganya menjemput. Setelah itu, kembali lagi di sini, aku menunggu.”

            “Benar, Tuan?”

            Saat aku mengulangi kalimatnya, beliau meringis kesal. “Benar,” jawabnya lalu mengarahkan mata keluar dari ruangan. “Apa perlu kuulangi?”

            Salam penghormatan untuknya sekali lagi, aku pamit undur diri dan pergi ke muka rumah. Dimana Nyonya Ulfa ada di sana, menunggu jemputannya datang. Sesuai janji, sekitar 10 menit lagi.

“Tuanmu benar-benar tidak mau mengantarku, ya? Atau setidaknya, mengucapkan ‘selamat tinggal’ untuk terakhir kali?”

Aku hanya mengangguk merasa bersalah. “Aku sudah memintanya, tapi beliau menolak ….”

            “Kamu seharusnya tidak usah memintanya, jika kamu meminta dia perhatian padaku, dia akan semakin tidak suka padaku.”

            Aku mengerjap, “kenapa begitu?”

            Helaan napas Nyonya Ulfa terdengar. “Setidaknya itu yang kualami semenjak tinggal di rumah ini, sehari sebagai istri sahnya. Tiga bulan sebagai calon mantan istrinya.”

          

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status