Beranda / Romansa / Jerat Pesona Ayah Anakku / Malaikat Kecil yang Sempat Tak Diharapkan

Share

Malaikat Kecil yang Sempat Tak Diharapkan

Penulis: Amarta Bleue
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-11 13:17:13

"Bunda! Ayo, Bunda! Bangun!"

Seutas senyum sumringah seketika tercipta di wajah cantik Kara, berkat sosok mungil yang telah membangunkannya pagi ini. Tak sabar ia segera memeluk dan membubuhi beberapa kecupan singkat pada sosok kecil yang amat menggemaskan itu, hingga membuat sosok berambut ikal tersebut bergerak memundurkan diri dan memanyunkan bibirnya dengan lucu.

"Bunda belum mandi! Bunda enggak boleh cium cium Arka!" protes anak kecil itu dengan pipi tembamnya yang semakin menggembung.

"Kalau bunda belum mandi, memangnya Arka sudah mandi?"

"Ya belum dong, Bunda! Arka 'kan mandinya nanti, tunggu dimandiin sama Bunda. Kata Bunda, Arka masih kecil. Nanti kalau Arka mandi sendiri, airnya berubah jadi sabun!"

Kara kembali tertawa gemas melihat tingkah malaikat kecil yang sempat tak diharapkannya. Tak pernah ia sangka sosok yang sempat tiga tahun lalu dibencinya, kini malah memberikannya sebuah kebahagiaan sederhana yang sanggup membuatnya bertahan sampai saat ini.

"Bunda! Ih, kok Bunda melamun sih? Ayo, Bunda! Kita harus siap-siap! Kita 'kan mau ke pasar, Bunda!"

***

Dengan langkah terburu-buru Kara menyusuri pasar dengan Arka yang berada di gendongannya. Walau masih berusia 23 tahun, akan tetapi kecekatannya dalam berbelanja sekaligus mengurus anak memang patut diacungi jempol. Ia cukup handal mengurus semuanya sendiri karena memang inilah salah satu kegiatan rutinnya selain membuat dan menjual roti, setelah terpaksa tak meneruskan kuliah dan menghindar dari semua orang-orang yang pernah dikenalnya.

"Eh, ada Arka! Sama bundanya aja ke sini? Ayahnya ke mana?" tanya seorang penjual yang memang sudah kenal dengan anak semata wayang Kara.

"Ayah Arka lagi kerja, Bibi. Bunda bilang, ayah lagi cari uang yang banyak untuk Arka sekolah nanti!" jawab anak kecil tersebut dengan polos, hingga membuat Kara tersenyum singkat sebelum kembali melanjutkan aktivitas belanjanya.

"Memangnya ayahnya Arka kerja apa? Kok, kayaknya bibi enggak pernah lihat? Ayahnya Arka pelaut ya?"

Kedua netra bulat Arka mengerjap setelahnya. Ia menatap bingung ke arah sang ibunda. "Bunda, pelaut itu apa? Ayah pelaut buk—"

"Bu, ini semua totalnya berapa ya?"

"Oh, cuma 55 ribu saja kok. Kebetulan saya masih pakai stok yang lama," jawab sang pedagang yang langsung dengan cekatan mengambil plastik lain.

Kara terpaksa mengabaikan pertanyaan Arka dengan terus fokus berjalan keluar dari area pasar. Ia tentu tak ingin menciptakan kebohongan yang baru, karena hal tersebut hanyalah akan semakin menambah rasa sakit yang belum pernah sembuh di hatinya.

"Arka mau permen? Atau es krim?" tawar Kara untuk menutupi rasa bersalahnya.

"Enggak, Bunda. Arka cuma mau tau kapan Ayah bisa pulang? Memangnya kerjaan Ayah enggak pernah selesai ya, sampai Ayah enggak pernah bareng-bareng sama kita di sini?"

Deghh!

Sungguh demi apa pun, Kara pikir ia bisa terhindar dari pertanyaan semacam ini. Namun sayang, semakin lama Arka semakin beranjak besar dan pintar. Sehingga anak lelakinya itu semakin kritis dan terus berusaha mencari jawaban yang jelas, sampai semua rasa ingin tahunya terselesaikan.

"Arka, Sayang. Coba Arka ingat kata-kata bunda waktu itu, bunda pernah bilang 'kan kalau tempat kerja ayah jauh?" tutur Kara seraya menunduk dan berusaha menahan getaran di bibirnya.

"Iya, Bunda. Tapi memangnya Ayah enggak bisa pulang sebentar aja ya untuk ketemu kita? Arka cuma mau lihat Ayah, Bunda! Arka enggak pernah lihat Ayah, sementara anak-anak yang lain sering main sama ayahnya." Sosok mungil itu kini menatap aspal jalanan yang tengah dipijaknya, dengan kedua netra yang sudah mendung dan beberapa bulir air mata yang sudah terjatuh.

Tidak pernah Kara sangka sebelumnya, semua kata-kata itu bisa lolos dengan mudah dari bibir mungil anaknya. Entah sejak kapan semua hal tersebut telah dipendam oleh Arka akan tetapi yang jelas saat ini dirinya bisa melihat dengan jelas raut kekecewaan dan kesedihan yang terpancar dari sana.

"Arka, Sayang. Peluk bunda, yuk? Maaf, karena bunda enggak bisa jawab semua pertanyaan Arka," kata Kara yang akhirnya juga tak bisa menahan tangisnya lagi.

Walau masih dengan wajah murungnya, akan tetapi sosok mungil itu tetap mendekat dan memeluk tubuh sang ibunda. Kara dan Arka pun akhirnya saling memeluk satu sama lain, dengan emosi yang berkecamuk di dalam hati. Tak dapat dipungkiri, keduanya memang selalu mudah rapuh jika telah membahas permasalahan ini.

"Kalau memang Ayah masih sibuk kerja, enggak apa-apa Bunda. Bunda enggak usah nangis lagi ya? Arka selalu ada di sini kok sama Bunda! Arka masih mau nemenin dan bantuin Bunda setiap hari, sampai nanti Ayah pulang dan gantian jagain Bunda!"

Tangis anak kecil itu seketika saja surut dengan mudahnya. Entah apa yang sudah dipikirkannya saat ini, akan tetapi yang jelas hal tersebut malah semakin membuat hati Kara perih. Tak pernah terkira olehnya, sosok mungil yang masih berusia tiga tahun itu bisa bersikap layaknya orang dewasa seperti ini.

"Maaf ya, Nak? Maaf, karena ayah belum bisa menemuimu," lirih Kara dengan pelan sambil menatap manik coklat sang buah hati.

Kara mengigit kuat-kuat bibirnya. Ia kembali mengeratkan pelukan, agar segala pilu yang tengah dirasakannya tak dapat disaksikan oleh sang anak. Dirinya tentu tak akan tega memberi tahu Arka, jika sebenarnya sosok yang selama ini disebutnya sebagai ayah itu tidak pernah mengetahui keberadaannya sebagai seorang anak.

"Iya, Bunda. Maafin Arka juga ya? Maaf karena pertanyaan Arka tadi buat Bunda sedih!"

Dengan beberapa jari mungilnya, Arka bergerak menghapus beberapa tetes air mata yang sudah membasahi wajah sang ibunda. Bahkan dirinya sampai rela berjinjit, demi bisa mensejajarkan kepalanya dengan sosok yang telah melahirkannya tersebut.

"Tidak apa-apa, Sayang," sahut Kara tersenyum sambil kembali memeluk tubuh mungil itu.

Tak dapat Kara pungkiri, dekapan Arka memang ampuh membuat hatinya kembali kuat. Walau sekeras apa pun kejadian yang telah membuat dirinya hancur, Arka selalu saja bisa membuatnya tenang dan bersemangat untuk menjalani hidup.

"Love you, Bunda!"

"Love you too, Sweetheart!"

Sekali lagi Kara mendekap erat tubuh mungil Arka. Ia harap anak lelakinya itu bisa kuat dalam menjalani semua kenyataan yang cukup berat ini. Hingga tiba-tiba saja telepon genggamnya berdering, dan langsung membuatnya mundur menciptakan jarak ketika melihat nama sang pemilik kontrakan di layar ponselnya.

"Baik, Bu. Saya mohon kelonggaran waktunya. Iya, Bu. Pasti saya akan usahakan secepat mungkin!"

Dengan susah payah Kara membasahi tenggorokannya. Ia berusaha tenang, sebelum kembali menjumpai Arka. Berkali-kali dirinya menarik napas, agar pikiran kalutnya segera usai. Sampai akhirnya tiba-tiba saja detak jantung seolah terhenti, ketika sama sekali tak menemukan keberadaan sang buah hati di sekelilingnya.

"Arka! Arka! Kamu di mana, Sayang?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Keajaiban

    "Maaf kalau kehadiranku di sini mengejutkanmu, Kara. Akan tetapi Barra memintaku untuk menjagamu di sini sesaat, dia sedang menemui Arka yang kebetulan baru saja sadar," tutur Avaline pelan hingga membuat Kara mengerjap sesaat.Yang di hadapannya ini, benar Avaline ibu kandungnya Barra bukan? Kenapa wanita itu bisa tiba-tiba berubah selembut ini padanya? Apakah ini sebuah keajaiban? Atau malah hanya sebuah mimpi? "Bu ...."Kara tak sempat menyelesaikan kata-katanya, berkat pelukan Avaline yang sangat tiba-tiba. Jujur, ia sungguh tidak tahu telah melewati hal penting apa selama pingsan tadi. Dirinya masih tak menyangka, terlebih ibu kandungnya Barra tersebut bisa memeluknya dengan sangat erat seperti ini."Barra sudah menceritakan semuanya padaku, Kara! Tolong maafkan semua sikap tidak pantasku padamu! Aku benar-benar sudah sangat menyesal, karena telah menganggapmu yang tidak-tidak dan membuatmu serta cucuku sendiri menderita!" ucap Avaline langsung dengan kian memeluk erat wanita mu

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Sama-sama Tersiksa

    "Apa? Ayah kandungnya?"Orang tuanya Clarissa berikut para tamu yang lain langsung kompak bergumam, dengan dua netra yang membulat. Suara riuh desas-desus pun kian terdengar di telinga Avaline. Wanita itu seketika merasa malu, hingga kembali berusaha mendorong tubuh Kara."Tunggu, Mom! Jadi Arka kecelakaan, Kara?" Barra segera mencegah, dengan menatap ke arah bundanya Arka tersebut dengan penuh serius dan khawatir."Iya, Barra. Dia sudah ditemukan oleh salah satu anak buah Jack, tetapi...." Kara tak sanggup melanjutkan bercerita, karena kini perasaannya kembali hancur ketika mengingat Jack yang telah berupaya mencelakai anaknya.Sementara Avaline, ia kian panik tak karuan ketika mendapati tatapan tajam dari kedua calon besannya. Ia seolah bingung ingin beralasan apa, hingga akhirnya hanya bisa berusaha menarik Kara dan membuat wanita itu menjauh dari anaknya."Sudah cukup semua karanganmu hari ini, Kara! Barra dan Clarissa akan menikah! Jadi—""Aku ikut bersama Kara!" potong Barra mem

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Antara Hidup dan Mati

    "Apa? Jadi stok darah di rumah sakit ini habis?"Tubuh Kara kian bergetar lemas, mendengar kenyataan yang lagi-lagi sangat menyiksa dirinya. Dengan sekuat tenaga, ia mencoba untuk tetap terlihat tegar. Namun sayang nyatanya tak bisa, apalagi kondisi anaknya saat ini semakin memburuk dengan membutuhkan donor darah yang sangat sulit untuk dicari."Maaf, Bu. Kami pihak rumah sakit juga sudah berusaha mencari, tetapi memang benar-benar sedang habis. Apalagi darah yang dibutuhkan oleh anak ibu cukup langka. Kami di sini jarang menemuinya, sehingga mungkin ibu bisa menghubungi kebarat terdekat yang mempunyai golongan darah yang sama."Kara terdiam mendengar penuturan tersebut. Ia tentu tak mempunyai kerabat lain, terkecuali Barra yang memang sudah jelas memiliki darah yang sama dengan anaknya. Yang jadi pertanyaannya, apakah ia bisa meminta tolong pada pria tersebut? Bukankah pada hari ini pria itu akan menikah dengan Clarissa?"Bagaimana, Bu? Apakah ada?" Sang dokter kembali bertanya, hin

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Pria Gila

    Degghh!Tubuh Kara seketika semakin lemas mendengarnya. Jadi, penderitaannya selama ini disebabkan dari orang terdekatnya sendiri? Bahkan dulu saja Kara tak berani mencurigai siapa pun dari salah satu teman-temannya, ia hanya menganggap malam itu dirinya sedang mengalami kesialan. Namun, siapa sangka jika pada kenyataannya yang terjadi malah sebaliknya? Semuanya ternyata sudah direncanakan dengan rapi. Bahkan dirinya selama ini tidak pernah menyadari kejanggalan tersebut, karena saking terlarutnya dalam keterpurukan."Aku benar-benar tidak menyangka kau bisa melakukan hal seburuk itu padaku, Jack!" ucap Kara akhirnya dengan berkali-kali mencoba menarik pasokan oksigen yang ada di sekitar.Jujur, napas wanita itu benar-benar sesak saat ini! Kara kembali tak kuasa dengan kenyataan yang baru saja diketahuinya, hingga dirinya kembali menatap sang anak yang sedang terbaring tak berdaya dengan beberapa bercak darah di tubuhnya."Aku tidak ingin melihat keberadaanmu di sini lagi, Jack! Mula

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Busuk yang Terbongkar

    "Bagaimana? Apa semuanya sudah bersih?"Sayup-sayup suara itu terdengar, hingga membuat Kara berusaha membuka dua netranya yang sedari tadi tertutup rapat.Dengan pandangan yang masih buram, wanita tersebut mencoba menatap sekeliling mencari siapa yang telah berbicara. Namun sayang pada kenyataannya tak ada siapa pun di sekitarnya saat ini, hingga membuat dirinya menghela napas kemudian."Bagus! Kalau begitu nanti hubungi aku lagi!"Setelahnya, Kara tak mendengar suara apa-apa kembali. Sekelilingnya menjadi sunyi, hingga kini ia beralih menatap setiap dinding rumah sakit dan sebuah bangku kosong yang ada di sampingnya."Apa tadi aku sudah pingsan?" Wanita itu bergumam pelan, sambil berupaya bangkit dari tempat tidurnya.Dengan kepala yang masih sangat pening, Kara mencoba mengingat lagi bagaimana cara dirinya bisa berada di rumah sakit. Ia benar-benar bingung karena tetiba terbangun di tempat ini. Hingga beberapa saat kemudian napasnya terasa sesak, seiring dengan munculnya beberapa k

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Tidak! Ini Tidak Mungkin!

    Klikk!Sambungan telepon itu tiba-tiba langsung diputuskan sepihak begitu saja oleh Clarissa. Padahal masih ada banyak kata-kata yang Kara ingin sampaikan. Setidaknya ia ingin menitipkan pesan pada Barra melalui wanita itu, meski sebenarnya dirinya juga tak terlalu yakin akan langsung disampaikan nanti atau tidak.Tingg![Lihatlah, Kara. Bukankah Barra benar-benar menyayangiku?]Degghh!Hati Kara seketika terasa perih, melihat sebuah foto yang tiba-tiba dikirimkan oleh Clarissa. Di gambar itu terlihat dengan jelas bahwa wanita tersebut sedang memamerkan sebuah liontin baru. Dan tak hanya itu saja, Clarissa juga terlihat dengan senangnya bersandar pada Barra tepat di atas ranjang dengan gaun malamnya yang sangat tipis hingga tak benar-benar mampu menutupi setiap lekuk tubuhnya.Jadi, seperti inikah Barra yang sebenarnya? Pria itu ternyata hanya gemar mengumbar janji manis, tanpa pernah berniat untuk sungguh-sungguh?Ah, lagi-lagi Kara menyesal karena telah mengubah anggapannya pada Bar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status