Share

Derita

Penulis: Amarta Bleue
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-10 10:08:05

"Tidak! Ini tidak mungkin!"

Kara Isabelle, gadis berwajah cantik itu tengah membeku menatap dua garis merah yang terpampang jelas di hadapannya.

Seharusnya hari ini Kara berada di kampus. Melaksanakan tugas barunya sebagai asisten dosen, dan menyelesaikan beberapa mata kuliahnya dengan baik agar status beasiswa penuhnya bisa segera disetujui. Namun sayang pada kenyataannya, ia malah terjebak di dalam kamar mandinya sendiri dengan sebuah hasil testpack yang amat mengejutkan.

"Ya Tuhan, harus apa aku sekarang?" lirihnya frustasi sambil memijat pelipis.

Tak pernah Kara sangka, malam panas yang sudah mati-matian ia lupakan sebulan yang lalu malah membuahkan hasil.

Sungguh, Kara belum siap menghadapi kenyataan ini. Ia menganggap semuanya telah usai, selepas dirinya berhasil kabur dari jeratan Barra. Bahkan dirinya tak pernah berusaha mencari tahu identitas jelas lelaki yang telah merenggut kesuciannya itu, karena menurutnya malam tersebut hanyalah malam pertama dan juga terakhir dirinya bertemu dengan sosok itu.

Dunia Kara yang telah hancur, kini semakin tak terbentuk lagi! Perlahan air matanya pun mulai luruh, seiiring dengan tak sanggupnya ia menahan derita.

Tokkk! Tokk! Tokk!

"Kara! Cepat buka pintunya!"

Deghh!

Tangis Kara seketika terhenti, seiring terdengarnya suara sang ibu angkat. Dengan degup jantung yang semakin tak beraturan, Kara menoleh panik ke arah pintu yang semakin berguncang. Sebisa mungkin dirinya langsung menyembunyikan hasil bukti kehamilannya lebih dulu, menyeka air matanya, dan bergerak membuka pintu.

Plakkk!

"Apa-apaan ini, Kara?! Cepat jelaskan semuanya pada Ibu!" hentak Helena—sang ibu angkat dengan satu tangan yang memegang struk belanja berlogokan apotek.

"Bu ...."

Tatapan mata Helena yang nyalang, membuat napas Kara semakin tercekat. Bibir pucatnya tak sanggup lagi melanjutkan kata-kata, karena semua hal yang telah ditutupinya telah terbongkar berkat kecerobohan yang sama sekali tak pernah ia duga.

"Untuk apa kau membeli benda itu?!" tanya Helena singkat, tanpa sudi menatap sang anak angkat yang telah bersimpuh di hadapannya.

Sesak, takut, khawatir, berbagai perasaan itulah yang kini tengah berkecamuk di dalam diri Kara. Semuanya benar-benar muncul secara bersamaan, seolah tak mau memberikannya jeda untuk berpikir barang sedetik pun.

"Cepat jelaskan semuanya, Kara! Apa itu untukmu? Apa hasilnya?!" desis Helena dengan urat-urat yang tercetak jelas di leher.

Dengan satu tarikan saja, wanita itu berhasil membuat Kara merintih kesakitan. Ia semakin menjambak kencang rambut sang anak angkat tanpa ampun, hingga lantas segera meraih dagu mungil yang sedari tadi hanya menunduk tersebut.

"Bu, maafkan aku! Aku memang membeli benda itu untukku, tapi tolong! Tolong jangan beri tahu ini ke Bapak! Aku—"

Plakkk!

"Dasar anak tidak tahu diri! Memalukan!" ujar Helena menggebu dengan tatapan yang kian membara.

"Bu, aku mohon! Aku tidak mau membuat kondisi Bapak semakin memburuk!"

Tak peduli dengan dirinya yang terus dikasari, Kara hanya berharap agar kabar ini tak sampai ke telinga ayahnya. Ia tidak mau membuat sosok itu semakin sakit, sehingga tanpa pikir panjang dirinya pun langsung bergerak bersujud tepat di hadapan sang ibu angkat.

"Aku akui kesalahanku, Bu! Aku sudah melakukan sesuatu yang sangat memalukan, sehingga sekarang aku mengandung! Akan tetapi tolong, tolong rahasiakan ini ke Bap—"

Brakkk!

"Dasar bodoh!" maki Helena kian emosi.

Masa bodoh dengan kondisi anak angkatnya yang tengah berbadan dua, ia tak mau mendengarkan lagi. Dengan tega wanita itu menendang tubuh lemas Kara sampai terjungkal ke belakang, sampai terdengar rintihan yang amat memilukan.

"Bisa-bisanya kau berkata seperti itu, disaat aku sedang bersusah-payah menjaga bapakmu yang penyakitan?!" teriak Helena semakin tak terkontrol. "Siapa ayah dari janin yang ada dikandunganmu itu? Pacarmu? Temanmu? Atau pria lain di luar sana? Cepat katakan, agar dia bisa segera bertanggung jawab!"

"Maaf, Bu. Itu ... Itu tidak bisa!" jawab Kara pasrah, dengan derai air mata yang kian menderas.

Gadis itu semakin meringkuk ketakutan, seiring dengan langkah Helena yang semakin mendekat. Kara takut dengan ibu angkatnya, akan tetapi juga tak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Ia tentu tak mau menemui Barra lagi, karena lelaki yang telah menanamkan benih di rahimnya ini sangatlah kejam dan tak mempunyai hati.

Bughh!

"Bodoh! Kalau bukan dia yang bertanggung jawab, lalu siapa lagi?! Kau pikir aku mau? Hah!" pekik Helena yang kini tak segan lagi membenturkan kepala sang anak angkat.

Setetes darah segar, mulai mengalir membasahi dahi Kara. Ia memang merasakan sakit, akan tetapi sayang seluruh derita yang dirasakan fisiknya saat ini tak sebanding dengan rasa sakit yang ada di dalam hatinya.

"Gugurkan anak itu!"

"Tapi, Bu—"

"Aku bilang gugurkan secepatnya!"

Brakkk!

"Bapak!"

Kara tersentak, tepat setelah melihat kehadiran sang ayah yang terjatuh dari kursi roda. Dengan segera ia bangkit, berusaha sebisa mungkin mengangkat sosok yang telah membesarkannya itu ke atas tempat tidur, dan membaringkannya dengan penuh hati-hati di sana dengan wajah sembab yang penuh dengan jejak air mata.

"Ra? Ka–kamu ... Ha—"

"Maaf! Maafkan Kara, Pak! Maaf, karena Kara telah melakukan kesalahan yang sangat fatal!" sambar Kara tak kuasa mendengar kenyataannya lagi.

Dengan cepat ia langsung memeluk tubuh ringkih ayahnya. Tak peduli dengan dahinya yang semakin berdarah, Kara semakin menempelkan punggung tangan sang ayah di sana. Ia memohon ampun pada sosok yang telah sangat menyayanginya itu, sampai tak begitu menyadari bahwa sosok tersebut semakin terengah dan mengembuskan napas untuk yang terakhir kalinya.

Deghh!

"Pak! Bapak! Bangun, Pak!"

Napas Kara tersendat, tak kuasa melanjutkan ucapannya lagi. Semua sudah diceknya, mulai dari deru napas, detak jantung, hingga denyut nadi. Ingin ia bertanya pada sang ibu angkat, guna menyakinkan bahwa yang telah dilihatnya saat ini hanyalah sekelebat dari bayangan buruk. Namun sayang, rasanya itu tidak mungkin.

"Enggak! Bapak pasti hanya pingsan saja 'kan?" gumam gadis itu akhirnya, dengan bibir yang semakin bergetar.

Sebisa mungkin Kara menampik kenyataan yang amat mengiris hatinya. Ia masih belum menerima kepergian sang ayah yang sangat tiba-tiba. Hingga perlahan, tangan lemasnya pun bergerak mengusap wajah yang sudah tak berekspresi itu.

"Sekarang kamu lihat 'kan? Ini akibat dari perbuatan memalukanmu itu!" desis Helena dengan menatap nanar ke arah tubuh tak bernyawa sang suami.

"Bu, maaf! Tapi Bapak masih bisa bangun lagi kok! Bapak cuma—"

"Sudah cukup, Kara! Sudahi omong kosongmu itu dan segera pergi dari rumah ini! Percuma saja kau menangis meratapi kematian bapakmu, karena kau sendirilah yang sudah membuat bapakmu seperti ini! Kau sudah membunuhnya! Dan sampai kapan pun, aku tidak akan pernah sudi melihatmu lagi! Kau hanya jadi beban keluarga, yang mempermalukan keluargamu sendiri!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Semma Sunna
sangat bermutu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Keajaiban

    "Maaf kalau kehadiranku di sini mengejutkanmu, Kara. Akan tetapi Barra memintaku untuk menjagamu di sini sesaat, dia sedang menemui Arka yang kebetulan baru saja sadar," tutur Avaline pelan hingga membuat Kara mengerjap sesaat.Yang di hadapannya ini, benar Avaline ibu kandungnya Barra bukan? Kenapa wanita itu bisa tiba-tiba berubah selembut ini padanya? Apakah ini sebuah keajaiban? Atau malah hanya sebuah mimpi? "Bu ...."Kara tak sempat menyelesaikan kata-katanya, berkat pelukan Avaline yang sangat tiba-tiba. Jujur, ia sungguh tidak tahu telah melewati hal penting apa selama pingsan tadi. Dirinya masih tak menyangka, terlebih ibu kandungnya Barra tersebut bisa memeluknya dengan sangat erat seperti ini."Barra sudah menceritakan semuanya padaku, Kara! Tolong maafkan semua sikap tidak pantasku padamu! Aku benar-benar sudah sangat menyesal, karena telah menganggapmu yang tidak-tidak dan membuatmu serta cucuku sendiri menderita!" ucap Avaline langsung dengan kian memeluk erat wanita mu

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Sama-sama Tersiksa

    "Apa? Ayah kandungnya?"Orang tuanya Clarissa berikut para tamu yang lain langsung kompak bergumam, dengan dua netra yang membulat. Suara riuh desas-desus pun kian terdengar di telinga Avaline. Wanita itu seketika merasa malu, hingga kembali berusaha mendorong tubuh Kara."Tunggu, Mom! Jadi Arka kecelakaan, Kara?" Barra segera mencegah, dengan menatap ke arah bundanya Arka tersebut dengan penuh serius dan khawatir."Iya, Barra. Dia sudah ditemukan oleh salah satu anak buah Jack, tetapi...." Kara tak sanggup melanjutkan bercerita, karena kini perasaannya kembali hancur ketika mengingat Jack yang telah berupaya mencelakai anaknya.Sementara Avaline, ia kian panik tak karuan ketika mendapati tatapan tajam dari kedua calon besannya. Ia seolah bingung ingin beralasan apa, hingga akhirnya hanya bisa berusaha menarik Kara dan membuat wanita itu menjauh dari anaknya."Sudah cukup semua karanganmu hari ini, Kara! Barra dan Clarissa akan menikah! Jadi—""Aku ikut bersama Kara!" potong Barra mem

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Antara Hidup dan Mati

    "Apa? Jadi stok darah di rumah sakit ini habis?"Tubuh Kara kian bergetar lemas, mendengar kenyataan yang lagi-lagi sangat menyiksa dirinya. Dengan sekuat tenaga, ia mencoba untuk tetap terlihat tegar. Namun sayang nyatanya tak bisa, apalagi kondisi anaknya saat ini semakin memburuk dengan membutuhkan donor darah yang sangat sulit untuk dicari."Maaf, Bu. Kami pihak rumah sakit juga sudah berusaha mencari, tetapi memang benar-benar sedang habis. Apalagi darah yang dibutuhkan oleh anak ibu cukup langka. Kami di sini jarang menemuinya, sehingga mungkin ibu bisa menghubungi kebarat terdekat yang mempunyai golongan darah yang sama."Kara terdiam mendengar penuturan tersebut. Ia tentu tak mempunyai kerabat lain, terkecuali Barra yang memang sudah jelas memiliki darah yang sama dengan anaknya. Yang jadi pertanyaannya, apakah ia bisa meminta tolong pada pria tersebut? Bukankah pada hari ini pria itu akan menikah dengan Clarissa?"Bagaimana, Bu? Apakah ada?" Sang dokter kembali bertanya, hin

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Pria Gila

    Degghh!Tubuh Kara seketika semakin lemas mendengarnya. Jadi, penderitaannya selama ini disebabkan dari orang terdekatnya sendiri? Bahkan dulu saja Kara tak berani mencurigai siapa pun dari salah satu teman-temannya, ia hanya menganggap malam itu dirinya sedang mengalami kesialan. Namun, siapa sangka jika pada kenyataannya yang terjadi malah sebaliknya? Semuanya ternyata sudah direncanakan dengan rapi. Bahkan dirinya selama ini tidak pernah menyadari kejanggalan tersebut, karena saking terlarutnya dalam keterpurukan."Aku benar-benar tidak menyangka kau bisa melakukan hal seburuk itu padaku, Jack!" ucap Kara akhirnya dengan berkali-kali mencoba menarik pasokan oksigen yang ada di sekitar.Jujur, napas wanita itu benar-benar sesak saat ini! Kara kembali tak kuasa dengan kenyataan yang baru saja diketahuinya, hingga dirinya kembali menatap sang anak yang sedang terbaring tak berdaya dengan beberapa bercak darah di tubuhnya."Aku tidak ingin melihat keberadaanmu di sini lagi, Jack! Mula

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Busuk yang Terbongkar

    "Bagaimana? Apa semuanya sudah bersih?"Sayup-sayup suara itu terdengar, hingga membuat Kara berusaha membuka dua netranya yang sedari tadi tertutup rapat.Dengan pandangan yang masih buram, wanita tersebut mencoba menatap sekeliling mencari siapa yang telah berbicara. Namun sayang pada kenyataannya tak ada siapa pun di sekitarnya saat ini, hingga membuat dirinya menghela napas kemudian."Bagus! Kalau begitu nanti hubungi aku lagi!"Setelahnya, Kara tak mendengar suara apa-apa kembali. Sekelilingnya menjadi sunyi, hingga kini ia beralih menatap setiap dinding rumah sakit dan sebuah bangku kosong yang ada di sampingnya."Apa tadi aku sudah pingsan?" Wanita itu bergumam pelan, sambil berupaya bangkit dari tempat tidurnya.Dengan kepala yang masih sangat pening, Kara mencoba mengingat lagi bagaimana cara dirinya bisa berada di rumah sakit. Ia benar-benar bingung karena tetiba terbangun di tempat ini. Hingga beberapa saat kemudian napasnya terasa sesak, seiring dengan munculnya beberapa k

  • Jerat Pesona Ayah Anakku   Tidak! Ini Tidak Mungkin!

    Klikk!Sambungan telepon itu tiba-tiba langsung diputuskan sepihak begitu saja oleh Clarissa. Padahal masih ada banyak kata-kata yang Kara ingin sampaikan. Setidaknya ia ingin menitipkan pesan pada Barra melalui wanita itu, meski sebenarnya dirinya juga tak terlalu yakin akan langsung disampaikan nanti atau tidak.Tingg![Lihatlah, Kara. Bukankah Barra benar-benar menyayangiku?]Degghh!Hati Kara seketika terasa perih, melihat sebuah foto yang tiba-tiba dikirimkan oleh Clarissa. Di gambar itu terlihat dengan jelas bahwa wanita tersebut sedang memamerkan sebuah liontin baru. Dan tak hanya itu saja, Clarissa juga terlihat dengan senangnya bersandar pada Barra tepat di atas ranjang dengan gaun malamnya yang sangat tipis hingga tak benar-benar mampu menutupi setiap lekuk tubuhnya.Jadi, seperti inikah Barra yang sebenarnya? Pria itu ternyata hanya gemar mengumbar janji manis, tanpa pernah berniat untuk sungguh-sungguh?Ah, lagi-lagi Kara menyesal karena telah mengubah anggapannya pada Bar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status