Share

Rasa Kemanusiaan Belaka

Arjuna melirik Kejora yang duduk di kursi penumpang di sampingnya, gadis itu tampak seperti menahan tangis.

Kristal bening mengucur deras namun bibir Kejora mengatup, kedua tangannya yang berada di atas pangkuan bergetar hebat.

“Kejora ... apa kamu terluka?” Arjuna bertanya dengan nada lembut.

Kejora menggelengkan kepala. Arjuna meraih tissue yang kemudian ia berikan kepada Kejora.

Satu tangannya yang lain memegang kemudi dan mata Arjuna bergerak cepat menatap jalan kemudian Kejora secara bergantian.

Beberapa saat tangan Arjuna menggantung namun akhirnya tangan bergetar Kejora terangkat juga menerima tissue tersebut.

Kening Arjuna tidak berhenti berkerut hingga mobilnya keluar dari jalan tol, membelokan kemudi untuk memarkirkan mobilnya di minimarket.

Tanpa banyak bicara Arjuna keluar dari mobil dan beberapa saat kemudian masuk kembali dengan botol air mineral di tangannya.

“Minumlah ... .” Arjuna menyodorkan botol air mineral tersebut namun Kejora diam saja.

Tangannya masih bergetar hebat dan air matanya belum berhenti mengalir.

Arjuna jadi bingung harus bagaimana, kondisi seperti ini baru pertama kali dihadapinya.

Jika saja Kejora gadis yang dicintainya mungkin Arjuna akan memeluk Kejora agar gadis itu tenang.

Tapi memeluk Kejora saat ini sama saja memberikan harapan untuknya sementara ia telah berniat akan menjelaskan kepada Kejora jika tidak ada cinta dihatinya yang bisa ia berikan kepada Kejora.

Berharap Kejora berhenti menjadi gadis murahan yang mengejar-ngejarnya setengah mati seperti yang ia lakukan beberapa hari terakhir.

Meski sejujurnya Arjuna merasa iba dengan apa yang telah Kejora lalui, emosinya saja belum hilang sampai saat ini dan jika bisa, ingin rasanya Arjuna langsung menghabisi para berandal itu hingga pemakaman yang menjadi tujuan akhir mereka.

Arjuna meraih tangan Kejora, menggenggamnya sebentar bermaksud menghentikan getarannya kemudian memposisikan tangan Kejora memegang botol air mineral dengan kedua tangan.

Kejora masih diam, Arjuna juga enggan bertanya lebih banyak, mengerti dengan kondisi kejiwaan Kejora yang masih syok.

Perlahan Arjuna membawa kedua tangan Kejora yang memegang botol mendekat ke mulutnya.

Wajah kejora yang tadi tertutup rambut karena terus menunduk kini harus menengadah menenggak air dari dalam botol.

Tidak ada wajah ceria dan tengil seperti biasa yang ada raut ketakutan bahkan wajah Kejora masih pucat pasi padahal kejadian itu sudah satu jam berlalu.

Arjuna mengembuskan napas kasar, memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Antara membawa Kejora ke apartemennya atau membawa gadis itu ke rumahnya karena di sana ada sang Mommy yang mungkin bisa menenangkan Kejora.

Sepertinya Arjuna masih punya hati untuk tidak meninggalkan Kejora sendirian di apartemen dengan kondisi seperti ini.

“Kejora ... aku akan membawamu ke rumahku ... di sana ada Mommy yang akan menjagamu,” ujar Arjuna memberi tau.

“Kejora harus pulang ke apartemen ... ganti baju, Kejora besok harus kuliah, Bang ... dan siangnya Kejora ada janji sama orang untuk pindahan ... Kejora pulang aja,” Kejora melirih.

Meskipun Kejora syok tapi ternyata ia masih memikirkan tanggung jawabnya, di dalam hati Arjuna salut karena mental Kejora tidak seperti mental anak manja pada umumnya.

“Bang ... jangan bilang Uncle sama Aunty tentang kejadian ini ya, nanti mereka cerita sama Ayah dan Bunda ... Trus Kejora pasti dibalikin ke Indonesia,” sambung Kejora lalu menelan saliva.

“Trus ... nanti Kejora enggak bisa ketemu Abang lagi, hiks ... hiks ... hiks ... .” Tangis Kejora pecah padahal berjam-jam lamanya berhasil ia tahan.

Hanya karena takut tidak bisa berjumpa lagi dengan Arjunanya, Kejora tidak mampu menahan tangis.

Arjuna menggelengkan kepala, ia harus segera bicara dengan Kejora tentang paksaan gadis itu yang menjadikannya seorang kekasih karena tampaknya Kejora menganggap dirinya sebagai seorang kekasih yang sebenarnya.

Tentunya tidak sekarang Arjuna bicara dengan Kejora, mungkin nanti ketika Kejora sudah lebih tenang.

Arjuna memakai seatbelt, menyalakan mesin mobil kemudian menginjak pedal gasnya tanpa menanggapi ucapan Kejora tadi.

“Beritau aku dimana apartemenmu,” kata Arjuna terdengar dingin.

Dengan bantuan navigasi dari Kejora akhirnya Arjuna sampai di basement apartemen gadis itu.

Kejora merasa terobati hatinya karena jika Arjuna memarkirkan mobilnya di basement berarti pria itu akan mengantarnya hingga unit apartemen dan mungkin menemaninya.

Tapi Kejora masih belum bisa merubah raut syok di wajahnya.

Saat ini lututnya saja terasa lemas dan sulit untuk melangkah.

Beruntung tidak lama pintu lift terbuka dan Arjuna masih setia menemaninya meski memberi jarak.

Bagi Kejora ini adalah suatu peningkatan dalam hubungan mereka yang patut ia syukuri.

Tapi tidak dengan Arjuna yang memang hanya berdasarkan rasa kemanusiaan saja melakukan semua ini terlebih Kejora adalah anak dari saudara angkat ibunya yang berarti Kejora adalah sepupu angkatnya.

Saking lemasnya, Kejora nyaris tersungkur ke depan beruntung dengan sigap Arjuna meraih tubuh Kejora.

Kejora refleks meronta hingga dekapan Arjuan terlepas dan pria itu mundur selangkah.

Ia teringat dengan sentuhan para berandalan tadi, rasanya sentuhan Arjuna adalah sentuhan para berandal yang hendak melecehkannya.

Arjuna tertegun sesaat, rasa ibanya bertambah dua kali lipat. Ia yakin jika kejadian tadi telah menyerang mental Kejora lebih dalam.

“So ... sorry,” sesal Kejora.

“It’s oke, ayo aku antar sampai apartemen.”

Kejora mengangguk, berjalan di depan menuntun Arjuna.

Kejora menekan beberapa digit angka di sisi bingkai pintu kemudian terbukalah benda tersebut.

Langkahnya cepat masuk lebih jauh ke dalam apartemen melewati pintu yang Arjuna yakini sebagai pintu kamar.

Beberapa saat Arjuna mematung dan bingung harus melakukan apa sampai akhirnya ia teringat jika Kejora pasti lapar.

Ia memesan makanan dan berniat untuk memastikan Kejora makan dulu baru lah ia akan pulang.

Tapi sudah satu jam lebih Kejora di kamar mandi, makanan pun sudah tersaji di meja makan dan nyaris dingin.

Arjuna memberanikan diri mengetuk pintu kamar mandi yang berada di dalam kamar Kejora.

“Kejora ... apa kamu baik-baik saja?”

Suara Arjuna yang sedikit kencang menghentak telinga Kejora membuat ia sadar jika Arjuna masih berada di apartemennya.

Ia terlalu fokus menggosok tubuhnya dengan sabun di dalam bathub untuk menghilangkan bekas sentuhan yang ditinggalkan para berandalan itu di tubuhnya.

Tanpa terasa, air mata pun kembali mengalir. “I ... ya, sebentar ...,” jawab Kejora parau dan cukup membuat Arjuna mengerti jika Kejora sedang menangis di dalam sana.

Arjuna masih mematung di depan pintu ketika Kejora keluar dari kamar mandi dan hal itu membuat Kejora mundur satu langkah, ia terkejut.

Refleks menarik setiap sisi bathrobenya di depan dada seolah dengan begitu tidak ada satu pun yang bisa membuka bathrobe tersebut.

“I ... itu, makanannya sudah dingin.” Arjuna terbata kemudian keluar dari kamar Kejora.

Cantik adalah satu kata yang tadi sempat terlintas dalam benaknya ketika melihat Kejora keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan bathrobe dan ujung-ujung rambut nakalnya yang keluar dari ikatan meneteskan air mengenai leher Kejora yang jenjang.

“Abang beli makan malam buat Kejora?” teriak Kejora dari dalam kamar.

“Yup!” balas sang Arjuna membuat senyum terbit di bibir Kejora.

“Ah ... si Abang ternyata perhatian,” gumam Kejora kemudian masuk ke dalam walk in closet untuk memakai baju tidur.

Beberapa saat kemudian Kejora keluar dengan stelan piyama celana pendek bermotif princess disney.

Bando pita berbahan bulu melingkar di kepalanya untuk menahan rambut, tidak lupa sendal boneka membalut kaki Kejora.

Arjuna mengerjap melihat Kejora yang tampak menggemaskan tersenyum kepadanya.

“Are you okay?” Arjuna bertanya tatkala Kejora telah duduk di kursi meja makan.

Tampang sendu penuh ketakutan yang tercetak di wajah Kejora tadi seakan luruh bersama kotoran di tubuhnya ketika ia membilasnya di kamar mandi.

Kejora yang sebelumnya telah kembali tapi tetap saja tidak bisa membohongi Arjuna karena senyum Kejora tidak sampai ke matanya yang sembab.

Kejora mengangguk menanggapi pertanyaan Arjuna.

“Abang enggak makan?” tanya Kejora santai. “Mau Kejora suapin?” ekspresi tengil itu kembali namun dingin dan hambar, justru Arjuna merasa prihatin.

“Makanlah ... aku sudah makan tadi selama menunggumu di kamar mandi,” kata Arjuna berdusta.

“Bohong! Kejora enggak liat ada piring kotor atau bukusan lain di tong sampah ... kita berdua yuk, Bang ... Kejora enggak akan habis ini, udah malem ... Kejora lagi diet.” Kejora menyuapkan satu sendok ke mulutnya kemudian menggeser piring ke depan Arjuna.

“Ambil sendok lagi, Bang ... takutnya Abang jijik makan dari sendok bekas Kejora.”

Arjuna mengernyit. “Tumben waras.” Hatinya berkata demikian, pasalnya tadi siang ketika makan bersama keluarga—Kejora memberikannya suapan dari sendok bekas gadis itu.

Apa kejadian di pengisian bahan bakar tadi telah membuat Kejora terguncang hingga otaknya kini telah berada di tempat yang seharusnya?

Sekali ini saja Arjuna akan menurut agar Kejora mau makan, ia sedang tidak ingin berdebat atau menerima alasan lain karena hari semakin malam dan ia harus pulang.

Piring itu bergerak ke sana kemari, setiap satu suap Kejora mendorongnya begitu pula dengan Arjuna sampai akhirnya isi piring tersebut habis tanpa sisa.

“Bang, pulangnya nanti ya kalau Kejora udah tidur.”

Entah akal-akalan Kejora atau memang ia masih trauma dengan kejadian tadi tapi suara di dalam hati Arjuna berteriak agar kepalanya mengangguk menyetujui keinginan Kejora.

Meski begitu, raut enggan menghiasi wajah Arjuna yang kemudian duduk di sofa ruang televisi tanpa mengatakan sepatah katapun setelah ia memberi anggukan sebagai persetujuan.

Kejora masuk ke dalam kamarnya membuat Arjuna lega, ia akan menunggu sekitar tiga puluh menit kemudian pergi dari sana.

Alih-alih tidur di dalam kamar, Kejora malah membawa bantal dan selimutnya kemudian duduk di sofa tepat di samping Arjuna.

Sedikit membungkuk menarik sesuatu dari bawah sofa hingga kaki Arjuna terangkat ke atas.

Ternyata sofa tersebut didesain khusus menjadi sofa bed yang bisa diisi oleh dua orang.

“Ini bantal buat Abang, kalau dingin ... Abang boleh masuk ke dalam selimut.” Kejora tersenyum manis setelah berkata demikian.

Terang-terangan Arjuna berdecak, menunjukan ketidak setujuannya. “Aku tidak akan menginap!” tegasnya sambil melempar bantal ke sofa lain.

“It’s oke ... sapa tau Abang berubah pikiran, Kejora ijinin Abang nginep di sini ... tapi hanya sampai pelukan aja ya Bang ... enggak boleh macem-macem, kita belum nikah.”

Si jutek itu enggan menanggapi, mengalihkan tatapan pada televisi, melipat tangannya di dada setelah bersandar nyaman pada sofa dengan kaki lurus berselonjor.

Arjuna bisa saja pergi tapi ia meyakinkan dirinya jika tetap tinggal demi rasa kemanusiaan setelah apa yang menimpa Kejora.

Kejora berbaring miring menatap Arjunanya dari samping dan demi apapun, ingin rasanya Kejora bergelayut manja di lengan berotot milik sang Arjuna.

Keberadaan Arjuna membuat Kejora merasa aman, perlahan matanya terpejam hingga kesadaran Kejora memasuki alam mimpi.

Film yang sedang ditonton Arjuna tanpa terasa telah berakhir, beberapa lama ia tenggelam menikmati alur cerita dan baru menyadari jika ternyata masih berada di dalam apartemen seorang gadis.

Pandangan Arjuna terpaku pada Kejora yang tampak pulas di sampingnya, begitu damai dan ... cantik.

Arjuna menggeleng samar, lagi-lagi kata itu terlintas dalam benaknya dan ia tidak terima.

Ia beranjak untuk pulang, kakinya sudah turun ke sisi sofa namun urung ketika Kejora tampak gelisah dalam tidurnya.

Kepala gadis itu menggeleng ke kiri dan kanan dengan kening berkerut dan peluh membanjiri.

Arjuna semakin yakin jika Kejora mengalami trauma, tangannya menarik tissue dari atas meja untuk mengeringkan peluh di kening Kejora.

Semakin lama Kejora semakin gelisah, terdengar isakan dari bibirnya.

Arjuna tidak ingin Kejora terjaga karena akan semakin lama lagi ia pulang, ia harus menunggu Kejora terlelap kembali, setidaknya itu yang ia sugestikan dalam pikirannya hingga akhirnya ia memutuskan memeluk Kejora, mengusap kepalanya pelan.

Apa yang dilakukan Arjuna berhasil, Kejora berhenti menggerakan kepalanya, napasnya juga kembali teratur namun sialnya Arjuna malah ikut memejamkan mata, memasuki alam mimpi dengan Kejora berada dalam pelukannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status