Share

Bab 5

last update Huling Na-update: 2025-03-25 21:05:31

Pukul 17.00 wib,

setelah minum obat dan istirahat yang cukup, Maudy merasa tubuhnya mulai membaik, bahkan sekarang ia sudah sibuk memasak untuk dirinya sendiri.

“Untungnya isi kulkas penuh, jadi aku gak perlu belanja.”

Sebenarnya menjadi istri Arya cukup menguntungkan, ia tidak perlu kerja keras untuk mencari uang, namun rasa bersalah pada Kakak madunya terus menghantui pikirannya.

Saat Maudy sedang sibuk membuat ayam goreng mentega, juga tumis kangkung, Maudy terlonjak kaget saat merasakan ada yang menggelung rambutnya yang tergerai bebas.

“Astaghfirullah hal adzim, Mas... Kamu ngagetin aku tau,” Bagaimana tidak kaget, ia tinggal di apartemen ini sendiri, jadi saat merasakan ada yang memainkan rambutnya, Maudy langsung kaget.

“Kalau lagi masak itu rambutnya di ikat, biar gak ganggu,” Maudy melepas dasinya, lalu mengikatkan dasi itu pada rambut panjang Maudy, “Kamu ngapain masak sih, emang kamu udah mendingan??” Tanya Arya, khawatir.

Maudy mengangguk pelan, tak berani menatap mata pria di hadapannya itu. Entah kenapa rasanya begitu canggung walaupun sudah pernah tidur bersama.

Arya mencoba mengecek suhu tubuh Maudy dengan meletakkan telapak tangan di kening wanita itu, “Syukurlah kalau panasnya udah turun.”

“Maudy mau angkat ayamnya dulu, Mas.” Padahal bisa saja masakan itu ditinggal, namun Maudy memang menggunakan kesempatan ini untuk menghindar sementara waktu.

“Ya, silahkan,” Jawab Arya, berjalan menuju meja makan.

Maudy yang merasa di tatap Arya dibalik meja meja makan, jantung Maudy seketika berdetak tak karuan. Ia mencoba menghilangkan rasa grogi agar tidak terlihat salah tingkah.

Setelah itu, Maudy membuatkan teh hangat untuk Arya, lalu membawanya ke meja tersebut, “Di minum dulu, Mas.” Ucapnya setelah meletakkan cangkir tersebut di hadapan Arya.

“Hem,” Arya hanya berdehem.

“Kondisi istrimu gimana, Mas?” Tanya Maudy, ingin tahu.

“Baik,” Jawab Arya, meskipun kondisi Jasmine masih terus memprihatinkan, “Namanya Jasmine... Jadi kamu cukup panggil nama, bukan hanya istriku. Karena bagaimanapun kamu juga istriku.”

Maudy cukup terharu. Arya kini mengakuinya sebagai istri? Walaupun istri simpanan.

“I-lya, Mas.” Jawab Maudy, lagi-lagi tak menoleh pada Arya.

Arya menatap Maudy, “Kamu beneran udah sembuh, kan?” Tanyanya, memastikan.

Maudy mengangguk, “lya, Mas, emangnya kenapa?”

“Aku ingin mandi bersama denganmu, Maudy...” Ujar Arya.

Maudy tercengang. Pria itu ingin mandi bersamanya?

°°°

Maudy terpaku di ambang pintu kamar mandi, jantungnya berdebar kencang seperti burung pipit yang terperangkap dalam sangkar. Sementara Arya, tengah bersenandung di balik kabut uap yang mengepul dari bathtub.

“Maudy, cepetan! Airnya udah anget ini, selain itu, aku gak bisa lama-lama di sini,” panggil Arya, suaranya terdengar samar.

Maudy menggigit bibir bawahnya, matanya berkedip-kedip gugup. Ajakan Arya untuk mandi bersama membuatnya berdebar. Bukan karena ia tidak suka, tapi karena ia tahu, ajakan itu pasti berujung pada kegiatan berkeringat, seperti kemarin sore.

Rasa ngilu di tubuhnya masih terasa. Saat itu, Arya begitu bersemangat. Dan Maudy, meski sebenarnya belum siap, akhirnya luluh juga. Ia masih ingat bagaimana tubuhnya bergetar, bagaimana rasa sakit bercampur dengan kenikmatan, dan bagaimana ia akhirnya di tinggalkan begitu saja oleh pria itu.

“Maudy...” Panggilnya lagi, karena wanita itu belum juga ikut bergabung, “Kamu ngapain? Apa kamu pusing?” Suaranya terdengar sedikit khawatir.

Maudy tersentak, buru-buru menggeleng, “Gak apa-apa, Mas. Cuman ini... lagi kelilipan, sebentar,” jawabnya, berusaha terdengar santai. Awalnya ia ingin mengatakan jika dirinya sedang sakit, namun sedetik kemudian ia berubah pikiran karena tidak boleh menolak ajakan suami.

“Kalau udah merasa baikan, cepat kemari,” Titah Arya lagi.

Dengan tubuh gemetaran, Maudy kemudian melangkah masuk ke kamar mandi. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan debaran jantungnya yang tak beraturan.

Arya sudah berada di dalam bathub, tubuhnya tertutup busa sabun yang wangi. Arya tersenyum samar, saat melihat Maudy akhirnya masuk juga, “Ayo sini, Maudy...” Ajaknya lagi, tangan Arya menepuk air di sampingnya.

Maudy terdiam sejenak, ragu. Kemudian dengan hati-hati melangkah mendekati Arya.

Maudy duduk di tepi bathub, air hangat menyelimuti kakinya, “Em, kamu gak dingin dari tadi berendam, Mas?” Tanyanya, berusaha mengalihkan perhatian.

“Enggak, airnya kan hangat,” jawab Arya, matanya yang sayu menatap Maudy, karena hasrat yang belum disalurkan. Sedangkan, Maudy menunduk, pipinya bersemu merah. "

“Lepas handuk kamu dan cepat masuk ke dalam sini,” Titah Arya.

“I-Iya, Mas.”

Maudy dengan tangan gemetar, meraih handuk yang melilit tubuhnya. Wanita itu menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debar jantungnya yang semakin kencang.

Arya yang masih berendam di bathtub, matanya tertuju pada Maudy. Pria itu tersenyum, matanya berbinar-binar, “Cepat, Maudy,” Titahnya lagi dengan suara terdengar serak, tak sabar.

Maudy menunduk lagi, tak ingin Arya melihat pipinya yang merah. Maudy tahu, kini Arya sedang menatap tubuhnya dengan penuh nafsu. Dan Maudy tak bisa menahan rasa gugup yang menjalar di seluruh tubuhnya.

Dengan perlahan, Maudy melepas handuknya. Ia merasakan jantungnya semakin berdebar kencang, tubuhnya terasa panas. Maudy bisa merasakan tatapan Arya yang tak berkedip, menusuk kulit.

Arya menelan saliva dengan kasar, matanya terbelalak lebar, tak menyangka jika istri mudanya ini memiliki tubuh yang begitu seksi.

Arya baru menyadari sekarang, karena kemarin memang belum terlalu memperhatikannya. Kulit Maudy yang putih bersih, lekuk tubuhnya begitu sempurna, dan bagian atas yang penuh menggoda.

“Tubuhmu sangat menggoda, Maudy,” gumam Arya, suaranya semakin berat.

Arya menegakkan tubuhnya, tangannya meraih pinggang ramping Maudy, “Aku sudah tidak sabar ingin menyentuhmu...” bisiknya penuh nafsu. Menarik pelan Maudy masuk ke dalam bathtub, hingga akhirnya Maudy terduduk juga di sampingnya.

Maudy tak menjawab, wanita itu hanya bisa terdiam dengan mata terpejam. Merasakan tangan Arya yang hangat menelusuri tubuhnya, sentuhan yang lembut tapi penuh gairah.

Arya mulai menciumi leher Maudy, kemudian turun ke bahunya. Wanita itu memejamkan mata, membiarkan tubuhnya terhanyut dalam sentuhan sang suami.

“Kita lakukan di sini ya,” bisik Arya, suaranya serak.

Maudy membuka mata, matanya bertemu dengan mata Arya yang bernafsu.

“Aku, eh, aku...” Maudy tergugup, ia tak tahu harus berkata apa. Wanita itu merasa takut, tapi juga sedikit tergoda.

Arya tersenyum, senyumnya penuh kemenangan. Arya tahu, jika dirinya akan mendapatkan apa yang pria itu inginkan.

“Kamu harus mulai belajar, bagaimana caranya memuaskan suami,” bisik Arya lagi, tangannya mulai merangkak ke tubuh sang istri. Maudy memejamkan mata, membiarkan tubuhnya terhanyut dalam aliran gairah yang tak tertahankan itu.

Maudy tahu, dirinya tidak bisa menolak. Maudy merasa tak akan menyerah pada keinginan Arya. Tapi dia berharap, kali ini tidak akan merasakan rasa sakit seperti pergumulan kemarin.

°°°

Satu jam kemudian, hawa hangat dan lembap masih menyelimuti tubuh mereka. Arya menggendong Maudy keluar dari kamar mandi. Keringat menempel di kulit, bercampur dengan aroma sabun dan shampo yang samar.

Maudy bersandar di dada Arya, kepala menunduk, pipinya memerah malu. Aroma tubuh Arya, yang bercampur dengan aroma tubuhnya sendiri, membuat Maudy merasa melayang.

Arya melangkah pelan, kakinya masih sedikit gemetar, seakan masih merasakan sisa-sisa gairah yang baru saja mereda. Arya mencium dalam-dalam pucuk kepala Maudy dengan lembut, “Kamu lelah?” Tanyanya sedikit serak.

Maudy mengeratkan pelukannya pada Arya, “Sedikit, Mas,” jawabnya, suaranya lirih.

Arya melangkah menuju ranjang, dengan hati-hati menurunkan sang istri di ujung kasur. Maudy terduduk, matanya masih terpejam, mencoba memulihkan keseimbangannya.

“Masih ngilu?” tanya Arya, matanya menatap wajah Maudy.

Maudy membuka mata, mengerjap pelan, “Se-sedikit Mas,” Suaranya sedikit tergugup. Baru dua kali mereka berhubungan, dan Maudy masih merasa ngilu di area bawahnya.

Arya mengelus lembut pipi Maudy, “Sabar ya... Nanti juga hilang sakitnya akan hilang. Kamu mau minum dulu?”

Terlalu malu untuk berbicara, Maudy hanya mengangguk lagi, matanya mencoba berani menatap sang suami. Maudy merasa sangat aman dan nyaman di pelukan Arya. Rasa ngilu yang masih terasa di tubuhnya perlahan mereda, tergantikan oleh perasaan bahagia dan tenang.

Senyum tipis muncul di wajah Arya yang tampan, pria itu mengambil segelas air putih di nakas dan menyodorkannya ke Maudy, “Minum dulu, biar kamu lebih tenang.”

Maudy menerima gelas itu dengan tangan gemetar, matanya masih tertuju pada suaminya. Wanita itu meneguk air putih tersebut dengan perlahan, menikmati rasa dinginnya yang menenangkan.

Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati kebersamaan mereka. Maudy bersandar di dada Arya, merasakan detak jantung pria itu yang berdebar kencang. Maudy merasa sangat bahagia, terhanyut dalam perasaan cinta dan kasih sayang yang begitu dalam. ‘Mungkin ini gila, Mas. Tapi namamu udah ada di hatiku...’ Maudy membatin, sudah mulai mencintai pria yang memiliki istri itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 178. Bertamu

    “Siapa kalian?!” Teriak Elizabeth, suaranya parau ketakutan, tubuhnya gemetar. la tidak tahu apa yang sedang terjadi, hanya bisa merasakan kepanikan yang membuncah di dadanya.Teriakan Elizabeth yang cukup kera membuat Aurora yang sebelumnya terlelap di kasur terbangun mendadak. Mata wanita itu yang masih sedikit sayu langsung membulat saat ia melihat ada beberapa pria berdiri di dalam kamar kost mereka.“Kenapa ada orang di sini?” Gumam Aurora terperanjat.Salah satu pria yang berdiri di depan mereka mendekat dengan langkah pelan, tangan kanan diletakkan di pinggang. Wajahnya dingin, tanpa ekspresi, dan aura intimidasi yang kuat terasa begitu jelas.“Man Rabbuka?” Ucap pria itu, menambahkan kesan menakutkan dengan tatapan tajamnya yang tidak beranjak dari wajah Elizabeth.Elizabeth membeku sejenak. Pertanyaan itu seperti sesuatu yang sudah pernah ia dengar sebelumnya. “Ka... Kalian malaikat?” Tanyanya dengan suara serak, tak percaya pada apa yang terjadi di hadapannya.Aurora yang ma

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 177. Ketakutan

    Dirgantara GroupSuasana mulai sedikit mereda setelah konferensi pers yang tegang. Namun, tim masih sibuk menyelesaikan berbagai urusan terkait dampak berita dan klarifikasi yang baru saja dilakukan.Arya duduk di kursi kebesarannya, mengawasi jalannya pekerjaan sambil sesekali meminum kopi. Maudy yang memilih tetap tinggal, duduk di meja kerja di sudut ruangan dengan laptop di depannya.Tiba-tiba, suara tawa pelan terdengar. Arya menoleh. Tawa itu datang dari Maudy, istrinya tersenyum kecil dengan mata terpaku pada layar laptop.Arya menyipitkan matanya, bingung. “Kenapa, sayang?” Tanyanya.Maudy buru-buru menutup layar laptopnya sedikit, menahan senyum yang masih tersisa di bibirnya. “Nggak apa-apa, Mas,” Jawabnya sambil melambaikan tangan, mencoba mengalihkan perhatian.Tentu saja, jawaban itu tidak memuaskan Arya. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, tangan kanannya mengetuk meja dengan ritme perlahan. “Maudy!!” panggilnya dengan nada yang lebih serius.Maudy menggeleng sambil menah

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 176. Kabur

    “Aurora, cepatlah! Kita nggak punya waktu!” Desak Elizabeth, matanya terus melirik ke jendela, memastikan tak ada wartawan atau polisi di luar rumah.Aurora mendengus kesal, masih mencoba menarik resleting kopernya yang macet, “Aku udah cepat, Tante! Tapi koper ini sepertinya nggak mau kerja sama!” Jawabnya.“Lupakan koper itu kalau perlu! Kita harus pergi sebelum mereka datang!!” Elizabeth mendekati jendela, menarik tirai sedikit untuk melihat ke luar.Jalanan masih sepi, tapi itu tetap tidak membuatnya tenang. Setiap bayangan yang bergerak terasa seperti ancaman.Akhirnya, dengan susah payah, Aurora berhasil menutup kopernya. Mereka berdua menyeret koper masing-masing ke ruang tamu. Elizabeth berhenti sejenak, menatap sekeliling dengan panik, memastikan tidak ada yang tertinggal.“Kamu bawa paspor, kan? Uang tunai?” tanya Elizabeth cepat, napasnya terengah.“Udah, Tante! Tapi kenapa sih kita nggak langsung lari aja? Ini buang waktu!” Aurora menjawab dengan suara tinggi, frustasi.“S

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 175. Konferensi Pers

    “Iya, Azzam ganteng banget. Papa yakin, semua orang yang lihat Azzam hari ini pasti iri karena Azzam tampak keren!” Puji Arya cepat.Saat keluarga kecil itu sedang memberi pujian satu sama lain, Jason datang ponsel yang ada di tangannya. “Arya, semua media sudah siap. Ada lebih dari dua puluh outlet berita nasional dan beberapa dari luar kota.” Ucapnya memberitahu.Arya menarik napas dalam, lalu menoleh pada Maudy, “Kamu tidak apa-apa kalau ikut kan, sayang?” Tanyanya memastikan.“Aku percaya sama, Mas. Lakukan apa yang harus dilakukan.” Jawab Maudy, tanpa ragu.°°Tepat pukul sepuluh pagi, mereka akhirnya memulai perjalanan menuju kantor. Suasana di dalam mobil terasa tegang, meski Arya berusaha mencairkannya dengan senyum dan tatapan lembut. la menggenggam erat tangan Maudy yang duduk di sebelahnya, memberikan isyarat bahwa dirinya akan selalu ada di samping istrinya.Maudy yang biasanya tampak kuat dan tenang, hari ini tampak berbeda. Matanya sesekali memandang keluar jendela, namu

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 174. Akan Membungkam

    Arya masuk ke kamar dengan pelan agar tidak mengejutkan istrinya. Ia menemukan Maudy sedang duduk di tepi tempat tidur, menatap lurus ke depan dengan wajah yang tampak sedikit lelah.“Sayang...” Panggil Arya, lalu duduk dan menggenggam tangan istrinya. “Kamu baik-baik aja, kan? Mas tau semua ini berat, tapi kita pasti bisa melewatinya.” Ujarnya, menenangkan Maudy.Maudy tersenyum tipis, matanya masih menyiratkan kegelisahan. “Aku gak apa-apa, Mas. Aku cuma khawatir sama Azzam. Azzam kan sensitif, aku takut dia dengar omongan orang dan jadi kepikiran.” Jawabnya.“Selama kalian tidak keluar rumah, maka akan tetap aman. Mas akan jelasin semuanya ke Azzam. Dia pintar, kok. Dia pasti ngerti kalau ini cuma fitnah. Lagipula, Mas tidak akan biarin siapa pun menyakiti kamu atau Azzam!!” Jelas Arya, meyakinkan istrinya.Maudy mengangguk, mencoba percaya pada kata-kata suaminya. Arya adalah pria yang selalu melindunginya, tapi tekanan dari luar terasa begitu besar, seolah-olah dunia menuduhnya a

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 173. Mengatur strategi

    Pagi itu, suasana di official store milik Maudy terasa sedikit berbeda. Biasanya, tempat itu selalu dipenuhi dengan obrolan ringan dan gelak tawa pekerja yang bersemangat, tetapi kali ini ada keheningan yang menyesakkan. Ketegangan tampak jelas di wajah setiap orang, meskipun mereka berusaha tetap sibuk dengan tugas masing-masing.Feby duduk di tengah ruangan rumahnya dengan laptop terbuka di depan. Wajahnya datar, tetapi jemarinya berhenti di atas keyboard saat matanya membaca notifikasi yang terus berdatangan. Pesan-pesan itu berisi cacian, tuduhan, bahkan ancaman.“Netizen zaman sekarang memang nggak ada kerjaannya,” Gerutunya kesal sambil memiringkan laptop ke arah Aditya yang duduk di sofa dekatnya. “Lihat nih, komentarnya pedas semua. Bahkan ada yang bilang usaha ini harus tutup karena pemiliknya, pelakor.”Aditya mengerutkan kening, dan mengambil laptop itu dari hadapan Feby, “Udah nggak usah dibaca, apalagi diladenin. Maudy kan udah bilang kemarin kalau hal kayak gini bakal te

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status