Share

Jerat Pesona Wanita Panggilan
Jerat Pesona Wanita Panggilan
Penulis: Dwina

Terjebak Situasi Rumit

Rinai masih merasa terpukul atas berita pertunangan suaminya sendiri dengan wanita lain yang terus saja berseliweran di media sosial beberapa jam yang lalu. Berita itu pun langsung ramai diperbincangkan, dan lagi-lagi… Rinai terseret dalam rumor itu, makin menyudutkan posisinya.

Dia berniat untuk menghubungi sang suami—Kalantara, tepat saat pintu kamarnya diketuk berulang kali dari arah luar. Sontak, Rinai beranjak dari ranjang dan segera membukanya.

"Selamat malam menantu papa," sapa pria paruh baya yang langsung tersenyum lebar saat pintu kamar dibuka oleh menantunya. "Kok kaget?" tanyanya saat melihat perubahan drastis di wajah Rinai.

Rinai tidak bisa untuk tidak terkejut saat melihat pria yang telah merenggut kesucian serta merusak masa mudanya berdiri santai di ambang pintu, ayah mertuanya tersebut tersenyum penuh gairah dengan tampang tak berdosanya di sana. Ingatan Rinai seakan ditarik paksa pada kejadian beberapa tahun lalu, saat Angkasa mengurungnya di ruang kokpit dan menggagahi Rinai di atas ketidakbersayaannya kala itu.

Ratap tangis dan kepiluan Rinai saat itu pun kembali terbayang di pelupuk matanya. Apalagi saat kini, Angkasa melangkah pelan ke arahnya dengan tatapan mesum, persis seperti dulu. Membuat Rinai merasakan pahit di tenggorokannya ketika menelan cairan salivanya sendiri.

"Hei, kenapa buru-buru mau tutup pintunya sih, Menantu?" goda Angkasa sambil mengulum senyumnya. Satu tangannya terulur untuk memberi dorongan pada pintu agar Rinai tidak berhasil menghalanginya untuk masuk. "Tenang, mama kamu nggak ada kok. Kala juga malam ini datang ke acara Star Award untuk menemani tunangannya," cerita Angkasa sedikit menyeringai. Lebih tepatnya ingin mengolok kecemasan yang terlihat jelas di wajah Rinai.

Dada perempuan itu langsung bergemuruh hebat. Keringat dingin mulai membasahi pori-porinya. Rinai mulai panik dan menggeleng samar saat Angkasa mulai mengurai jarak di antara mereka. Perasaannya makin tak karuan, terlebih saat tatapan mata keduanya saling bertemu—ada kilat gairah di bola mata Angkasa saat ini.

"Hanya ada kamu dan saya," imbuh Angkasa setengah berbisik.

"Stop, Capt!" pinta Rinai dengan tegas. Setidaknya, Rinai tengah berjuang untuk tidak terlihat menciut di hadapan ayah mertua, sekaligus seniornya saat bekerja sebagai pramugari—jauh sebelum akhirnya Rinai dikenal sebagai kupu-kupu malam.

Alih-alih berhenti, Angkasa justru terlihat makin bergairah. Perlahan, Angkasa terlihat mulai membuka satu per satu kancing kemejanya. Sambil terus menatap ke arah leher dan belahan dada Rinai yang membuatnya makin menggila karenanya.

"Ayo, kita wisata masa lalu dulu," kekeh Angkasa saat Rinai terus menggeleng, seiring langkah kakinya yang bergerak mundur. "Dulu juga kamu minta saya untuk berhenti, tapi pada akhirnya—saya berhasil mendapatkan apa yang saya inginkan. Begitu pun dengan hari ini," bisiknya.

"Sa—saya menantu Anda, Capt!" Rinai sedikit tergagap. "Istri dari anak Anda sendiri. Anda udah nggak waras, ya?"

"Dia yang merebut kamu dari saya, Rinai…" Angkasa menggeram pelan saat melempar kemejanya ke lantai. "Harusnya kalian nggak perlu saling kenal. Toh juga dulu saya mau tanggung jawab, walaupun hanya sebagai istri kedua—setidaknya kamu dapat hidup yang layak."

"Ck!" desis Rinai. "Saya lebih baik jadi wanita malam, ketimbang harus menjadi istri kedua untuk pria sepantaran ayah saya seperti Anda."

Angkasa kembali tergelak. "Rinai, Rinai, Rinai…" Tangannya berusaha meraih pinggul perempuan tersebut dan menahannya dengan erat. "I got everything you need. Kamu mau uang? Kamu mau hidup serba mewah? Kamu mau perhatian? Mau cinta? Kamu tinggal ngomong, kamu mau apa…"

"Dari dulu … yang kurang dari Anda itu hanya moral!" ketus Rinai.

"Bahkan, saya bisa mencintai kamu lebih dari pria mana pun di dunia ini. Apalagi kalau mau kamu bandingkan sama Kala, dia itu cuma laki-laki bau kencur yang nggak bisa memperlakukan wanita secantik kamu dengan baik."

Rinai mendengus kesal. Tetap berusaha menahan keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh ke atas ranjang, apalagi saat merasakan tangan Angkasa mulai mendorongnya dengan perlahan.

"Saya tahu, menjadi istri Kala adalah sebuah penyesalan dalam hidupmu."

"Nggak," bantah Rinai dengan cepat, seiring gerak tangannya yang berusaha melindungi belahan dadanya yang sedari tadi menjadi perhatian Angkasa. "Penyesalan saya justru kenapa saya harus ketemu Anda tiga tahun yang lalu. Kenapa saya harus terjebak di ruang kokpit dan kenapa saya nggak berhasil kabur dan gagal menyelamatkan diri!" hardik Rinai dengan suara bergetar di ujung kalimatnya.

Entah dapat kekuatan dari mana, Rinai berhasil mendorong Angkasa hingga pria paruh baya tersebut terpental ke lantai.

"Anda hancurkan hidup saya… Anda buat semua mimpi saya berantakan… Anda hajar mental saya habis-habisan… Terus sekarang Anda mau apalagi? Anda belum puas?!" sembur Rinai seraya duduk di samping Angkasa yang tengah berusaha untuk bangkit dari posisinya. "Kalau ada yang tanya—kenapa saya memilih untuk jadi pelacur, maka jawabannya Anda-lah alasannya!"

Angkasa menelan cairan salivanya dengan perlahan, menatap manik mata Rinai yang tertutup cairan bening yang menggenang di sana.

Dia pun berkomentar dengan datar, "Saya ajak kamu tinggal bareng, bukan suruh kamu melacur. Kamu aja yang memilih jalan itu."

"Anda tahu, dulu… saya butuh pekerjaan itu, saya butuh uang untuk biaya pengobatan ibu saya. Tapi dengan mudahnya, Anda menghancurkan semuanya—termasuk mental saya…"

"Saya beri kamu tawaran yang luar biasa waktu itu, saya harap kamu nggak lupa, Rinai…"

Rinai tertunduk. "Nama baik saya kelewat hancur, tatapan semua kru, sindiran mereka setiap kali kami berpapasan, belum lagi tekanan dari perusahaan—sumpah, itu membuat saya ingin bunuh diri berulang kali."

Angkasa bisa mendengar dengan jelas bagaimana bergetarnya suara Rinai saat ini. Tapi dia pun tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk Rinai dan mengakui, "Karena saya jatuh cinta sama kamu sejak pertama kali kita bertemu, Rinai…"

"Rinai! Angkasa! Apa-apaan kalian?!"

Angkasa terperanjat kaget. Begitu juga dengan Rinai yang langsung bangkit dari duduknya, Rinai menggeleng samar saat tatapannya bertemu dengan sorot tajam milik Shakira.

PLAK!

Satu tamparan kuat menyentuh pipi Rinai dengan sangat tidak ramah. Pipinya memanas dan rasanya menjalar sampai ke puncak ubun-ubunnya.

"Sekali pelacur akan tetap jadi pelacur!" teriak Shakira seraya mendorong tubuh Rinai hingga terpental ke meja rias di belakangnya. "Berani-beraninya kamu goda suami saya… berani-beraninya kamu berniat memberikan tubuhmu ke suami saya. Dasar wanita Jalang!" maki Shakira, tak peduli dengan ringis kesakitan di wajah Rinai.

"Rinai nggak salah kok, Ma…"

"Ya nggak salah di matamu!" balas Shakira beralih menatap Angkasa. "Bisa-bisanya kamu buka baju dan celana di kamar pelacur ini. Kayak nggak ada perempuan lain yang bisa kamu tiduri, Mas!"

"Kamu salah paham, aku dan Rinai…"

"Salah paham?" tanya Shakira menelik Angkasa dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Bajumu berserakan di lantai, celanamu di depan pintu begitu, dan kamu peluk si Jalang ini… kamu masih berani bela diri, Mas?"

"Tapi—"

"Sejak perempuan ini masuk ke kehidupan kita … nggak ada lagi kedamaian dan juga kebahagiaan di rumah ini." Lantas, Shakira kembali beralih ke arah Rinai, menyeret perempuan itu keluar dari kamar tersebut. "Wanita murahan sepertimu nggak perlu lagi ada di rumah ini. Setelah kamu beri pengaruh buruk sama anak saya, sekarang kamu malah ingin merayu suami saya. Sumpah, kamu sampah paling kotor yang pernah saya temukan!" makinya.

Rinai tersenyum kecil di sudut bibirnya. "Suami Anda justru lebih sampah lagi," komentarnya seraya melirik sinis ke arah Angkasa. "Coba tanya sama pria brengsek ini, udah berapa orang perempuan yang berhasil dia hancurkan hidupnya. Tanya sama dia, udah berapa kaki yang pernah dia buka dengan paksa untuk memuaskan hasratnya. Tanya dia…"

PLAK!

Shakira semakin tersulut emosi, entah berapa kali tamparan yang kini dia layangkan ke wajah Rinai. Memukulnya dengan brutal tanpa ampun.

Shakira menulikan telinganya dari isak tangis serta rintihan kesakitan dari meluncur dari bibir Rinai. Bahkan, Shakira tidak menghiraukan lagi kondisi Rinai yang berlumur darah.

"Kamu pantas mati, Jalang!" teriak Shakira. "Berani-beraninya kamu panggil suami saya 'si Brengsek'. Pelacur sepertimu nggak pantas buat hidup tenang."

"Mama! Udah! Hentikan!" teriak Angkasa.

"Emang udah paling bener aku pisahkan Kala dari dia!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status