Share

Putus!

Author: Shu Li
last update Last Updated: 2025-12-15 16:09:39

“N-Nara!”

Melihat Nara mendadak muncul di ambang pintu apartemennya, Abyan langsung memisahkan diri dari wanita di bawahnya dan dengan tergesa mengenakan pakaiannya seadanya. 

Sementara itu, Nara yang berdiri di ambang pintu menatap pemandangan itu dengan wajah pucat dan tubuh yang gemetar.

Peluh, hawa nafsu, dan ekspresi penuh gairah itu membuatnya merinding!

Jijik, sungguh menjijikkan!

Tidak mampu menahan rasa mual, Nara gegas berbalik untuk melangkah pergi. Namun, baru dua langkah dia ambil, tangannya sudah terlebih dulu ditahan seseorang.

“Ra, tunggu!”

Itu Abyan.

PLAK!

“Jangan sentuh!” seru Nara dingin seraya menepis genggaman Abyan. Sentuhan itu masih lembap oleh keringat, entah dari tubuh Abyan sendiri atau dari wanita lain, dan hal itu membuat seluruh tubuh Nara menggigil jijik!

“Aku bisa jelasin, Ra!”

Mengabaikan Abyan, tatapan Nara melirik sekilas ke arah wanita di belakang pria itu, yang kini sibuk menutupi tubuhnya dengan pakaian seadanya. 

“Tidur dengan sekretaris. Aku kira hal seperti ini cuma ada di drama.” Nara kembali menatap Abyan dengan sorot mata getir. “Tapi ternyata di dunia nyata juga ada.”

“Ini nggak seperti yang kamu lihat! Aku—” 

“Pembelaan klasik, Kak!” potong Nara, merasa muak dan mual. “Apa pun alasannya, aku nggak akan terima. Sudah terlalu jelas apa yang terjadi di depan mata.” Tanpa membuang waktu, Nara menambahkan, “Kita putus.” Lalu, dia pun berbalik untuk pergi ke lift dan meninggalkan tempat tersebut.

Namun, Abyan tidak menyerah. Dia tetap berusaha mengejar.

“Ra!”

“Nara, tunggu aku! Dengerin dulu!”

“NARA!”

Karena sudah berkali-kali memanggil tanpa digubris, Abyan pun merasa emosinya memuncak. “Kamu kira ini semua terjadi karena salah aku aja!? Ini juga salah kamu!”

Langkah Nara terhenti, dia pun menoleh dengan kening berkerut. Pria ini bilang apa?!

Berhasil menangkap perhatian Nara, Abyan menyisir rambutnya ke belakang dengan frustrasi. “Kalau bukan karena kamu yang nggak mau tidur sama aku, kamu kira aku akan begini buat nuntasin nafsu!? Kamu yang sudah gagal menjadi kekasih, tahu?!”

Seketika, mata Nara membola. Ekspresinya berubah menjadi tidak percaya. “Apa?”

“Benar, ‘kan? Di antara teman-temanmu, cuma kamu yang menolak buat berhubungan sama pasangannya! Bahkan Wina dan Lusi aja udah melakukannya! Kamu terus pakai alasan orang tuamu yang konservatif, tapi orang tua mana sih yang nggak ngomong kayak gitu ke anaknya? Siapa yang tahu dulu pas mereka masih muda juga mereka udah duluan—“

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Abyan. Suaranya menggema di sepanjang lorong apartemen.

Abyan terhuyung ke belakang, memegangi pipinya dengan ekspresi terkejut.

“P-Pak Abyan!” sekretaris yang tadi bersamanya—yang kini sudah mengenakan pakaian seadanya—bergegas mendekat, menahan Abyan agar tidak jatuh.

Dengan tatapan tajam dan penuh amarah, Nara pun berkata, “Jangan bawa nama teman-temanku, apalagi orang tuaku, dalam masalah ini, Kak.” Suaranya bergetar, tapi tegas. “Kakak hanya membuatku jijik!” makinya. “Kalau Kakak masih waras, harusnya Kakak sadar kalau kesalahan cuma ada satu, yaitu Kakak nggak bisa kontrol kelamin sendiri!”

Sejenak, keheningan menggantung, Abyan seakan terkejut dengan kalimat Nara yang begitu menusuk. Seumur-umur, ini pertama kalinya Nara memakinya, dan hal itu adalah pukulan besar bagi Abyan! Kekasihnya yang lembut, penurut, dan manis, ternyata bisa bersikap sekejam ini!

Di sisi lain, Nara merasa urusannya sudah selesai. Dia mengembuskan napas berat, lalu mengatakan satu kalimat terakhir dengan dingin, seolah meludahkannya dengan seluruh rasa jijik yang tersisa.

“Mulai sekarang, jangan hubungi aku lagi. Kita, sudah berakhir.”

Dan tanpa menunggu jawaban, Nara pun pergi meninggalkan Abyan, yang sekarang menjadi pusat perhatian sejumlah penghuni apartemen yang keluar untuk mengintip.

**

“Memang Abyan bajingan!” 

Makian Wina terdengar lantang di tengah ruangan, membuat beberapa tamu bar di sekitar mereka menoleh. Musik yang berdentum pun seolah tak cukup keras untuk menutupi suaranya.

“Win! Suaramu! Malu dilihatin orang, tahu nggak?!” bisik Lusi cepat sambil menarik lengan sahabatnya, membuat Wina hanya terkekeh dengan ekspresi minta maaf setengah tulus.

Di sisi lain, Nara yang terduduk di antara Wina dan Lusi hanya memasang wajah sendu. Tatapannya sayu, pandangannya kabur oleh efek alkohol yang sedari tadi dia teguk.

“Wina nggak salah, kok. Kak Abyan memang bajingan,” ucapnya pelan, bibirnya membentuk senyum getir.

Setelah pertengkaran sengit di apartemen tadi, Nara langsung menghubungi kedua sahabatnya itu. Kebetulan, Wina dan Lusi sedang berada di bar dekat kampus. Tanpa berpikir panjang, Nara menyusul mereka ke sana, dan akhirnya, di sinilah ia sekarang, duduk di antara dua orang yang selalu menjadi tempatnya pulang, menumpahkan seluruh luka dan rasa hancur yang masih sulit ia cerna.

Tiba-tiba, Wina memeluk Nara erat dari samping. “Tenang aja, Nara. Kamu itu cantik, manis, dan pintar. Di kampus, siapa sih yang nggak tahu kamu itu murid berprestasi yang disukai banyak dosen? Semua orang kagum sama kamu! Bukan cuma cowok, cewek aja banyak yang ngidolain kamu!”

Wina menatap Nara sambil tersenyum lebar. “Jadi jangan takut, ya. Pasti gampang banget buat kamu dapetin pengganti bajingan kayak Abyan! Malah, kamu pasti dapat yang lebih baik, Sayang!”

“Win, lepasin. Lo nempel kayak cicak,” gerutu Lusi sambil menarik Wina menjauh dari tubuh Nara. Ia lalu menatap Nara lembut dan berkata, “Walau Wina mabuk, tapi dia benar, Ra. Memang nggak ada manusia yang sempurna, tapi di mataku, kamu itu sempurna dan luar biasa. Jangan takut, ya. Mungkin butuh waktu, tapi aku yakin kamu bakal bahagia lagi suatu hari nanti.”

Mendengar kata-kata itu, mata Nara perlahan memanas. Ia memeluk Lusi dengan erat seraya menangis, “Hueee, makasih, Lusi!!”

Lusi membalas pelukan itu sambil menepuk bahunya pelan dan tersenyum tipis, merasa simpatik kepada temannya tersebut.

Di saat itu, Wina tiba-tiba ikut memeluk keduanya dari samping dengan gaya berlebihan. “Sudah, jangan bersedih lagi, cayang-cayangku!” Ia mengangkat gelasnya tinggi-tinggi sambil berseru, “Sekarang waktunya bersenang-senang untuk kembalinya Queen Nara ke kelompok para jomblo!”

“Yeaa!!” jawab Nara spontan, membuat ketiganya tertawa lepas.

Malam pun berlanjut dengan tawa dan gelas yang saling beradu. Karena alkohol perlahan mengaburkan kesadaran, rasa sesak di dada Nara pun sedikit mereda.

Namun, kemudian sebuah pertanyaan terlontar dari bibirnya, “Tapi… sebenarnya gimana sih seks itu?”

Pertanyaan itu membuat Lusi hampir menyemburkan minumannya. “Hah?”

Di sisi lain, Wina malah tertawa terbahak-bahak, sampai hampir menjatuhkan gelas.

“Nara! Kamu kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu?” seru Lusi setengah panik sambil mengetuk kepala Wina karena ikut tertawa keras.

Nara menatap kosong ke arah meja, jari-jarinya memutar gelas di tangannya. Ia terdiam sesaat sebelum akhirnya bersuara, pelan tapi jelas.

“Kak Abyan bilang… ini salahku. Karena aku nggak mau tidur sama dia. Aku cuma… jadi penasaran aja.”

Tatapannya naik perlahan, menatap dua sahabatnya yang kini sama-sama diam mendengarnya.

“Apa… seks memang seenak itu sampai dia bisa menjadikannya alasan buat menghancurkan hubungan kami yang udah empat tahun?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Penjelasan

    Deg! Nara melupakan bagian itu. Bagian dimana Aland memagut bibirnya untuk membuat Abyan yakin jika mereka berdua memiliki hubungan khusus. Tak terpikir olehnya jawaban dari ciuman itu. Aland sendiri menyebutnya trik. Ia melakukannya tanpa berpikir bagaimana perasaan Nara. Siapa yang tahu empat tahun pacaran Nara bahkan tak pernah bersentuhan bibir. Dan ciuman bersama Aland adalah kali pertama. Hal ini tidak boleh diketahui sahabatnya. Jika sampai mereka tahu first kiss itu milik teman kecilnya sendiri bisa hancur harga dirinya. “Eee... sebenarnya- itu, itu benar.” jawabnya lirih. “Apa?!” Wina histeris menanggapi.”Gila! Hebat kali ya si Aland itu, benar-benar badboy kelas kakap tahu nggak!” Nara pikir sahabatnya akan menanggapi dengan terkejut, marah, tapi malah kagum? “Kamu pasti malu banget ya Na, kamu nggak pa-pa kan?” tanya Lusi khawatir. Nara mengatur nafasnya sebaik mungkin, berusaha tenang dan lega. “Nggak pa-pa kok, Aland juga udah minta maaf atas perbuatannya. Tapi di

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Sebuah Kepercayaan

    “Se-secepat itu Lus berita menyebar?” suara lemas Nara terdengar pasrah. Ia menengok ke arah Aland yang terlihat santai. Wajah Nara mulai memucat. Ia bisa bayangkan bagaimana orang lain menerka hubungannya dengan Aland.“Na? Katakan, itu nggak benar kan?” tanya Lusi terdengar menekan Nara untuk memberi jawaban sesuai pikirannya. Nara bingung menjawab, ia tergagap saat itu.”Na-nanti aku jelaskan Lus, aku tutup dulu telponnya. Dah!”Setelah menutup panggilan dari Lusi, ia terlihat meremas sebagian rambutnya. Pandangannya tajam menuju pada manusia disampingnya. Aland mencoba menenangkannya dengan mengelus pundaknya, namun Nara tampak makin geram dan menampilkan sentuhan Aland. “Semua ini gara-gara idemu tahu nggak?!”seru Nara.Aland melirik kanan kiri lalu menjawab,”Sudah terlanjur Na-.”“Iya terus gimana solusinya?”Pertanyaan Nara terdengar putus asa dengan kabar yang begitu cepat beredar. Yang ia khawatirkan bagaimana jika hal ini sudah terdengar oleh dosen-dosennya?Nara begitu ak

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Pencuri "First Kiss"

    Bab 9 ‘‘Pa-pacar?’ Mendadak tubuh Nara kaku. Matanya membesar, sulit percaya dengan apa yang baru saja Aland katakan. Di sisi lain, wajah Abyan langsung memucat. Pernyataan Aland tadi menghantam harga dirinya tanpa ampun. Niat mempermalukan Nara malah berakhir berbalik mempermalukan dirinya sendiri! Seakan tidak cukup, dia juga menjadi sakit hati! Bagaimana bisa Nara tega meninggalkannya demi pria lain dengan begitu cepat seperti ini?! “Nara, kamu—” Dia ingin menuntut penjelasan, tapi setelah semua yang dia katakan, juga statusnya saat ini yang bukan lagi pacar Nara, Abyan merasa tenggorokannya tercekat. Di sisi lain, melihat Abyan terdiam, Nara gegas langsung mengambil kesempatan dengan berkata, “Jangan temui aku lagi.” Lalu, dia meraih tangan Aland dan menariknya pergi dari sana. ** BRAK! Suara tubuh yang menabrak mobil terdengar. Di saat bersamaan, tampak sosok Nara yang memojokkan sosok Aland ke mobil pria tersebut di area parkiran. “Apa itu tadi?!” Aland menaikkan al

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Obsesi

    “Siapa lo, hah?!” Abyan berdiri sambil mendongak, air hujan mengucur di wajah dan lehernya. Suaranya pecah, tapi cukup keras untuk memantul di antara gedung kampus yang mulai sepi. “Siapa lo sampai berani ikut campur? Ini urusan gue sama Nara!” lanjutnya, napas memburu. “Kami itu sepasang kekasih. Lo orang luar, nggak punya hak ikut campur apa pun!” Di sampingnya, tangan Nara masih digenggam Abyan erat, dingin dan licin oleh air hujan. Cengkeraman itu mulai terasa menyakitkan. Aland mendengus pelan. Payung di tangannya miring sedikit, cukup untuk tetap melindungi Nara, tapi membiarkan sebagian tubuhnya sendiri basah terkena hujan. “Yang lebih pantas dipanggil orang luar itu siapa, menurutmu?” tanyanya datar. “Kamu yang nggak tahu hubunganku dengan Nara sedekat apa… atau aku, yang tahu jelas kamu sama sekali tidak pantas untuk Nara?” “Kamu–!” “Cukup!” Suara Nara memotong kalimat Abyan dengan tegas. Lebih tegas dari biasanya, bahkan untuk dirinya sendiri. Abyan terhenyak, menol

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Sebuah Rahasia

    “Tidur bareng?” Nara berbalik tanya membuat kedua sahabatnya melongo. “E...Iya sih, tidur bareng-” “APA?” Wina dan Lusi serentak dengan nada tinggi. “Kamu beneran tidur bareng sama Aland?! Gila kamu Na!” sentak Wina. “Win! Mulutmu!” hardik Nara dengan isyarat tangan. Seketika Wina membungkam mulutnya sendiri. Alih-alih takut orang lain akan mendengarnya dan salah paham. “Kalian tahu maksudnya tidur bareng nggak sih?” tanya Nara pelan. “Kita tuh sering kali, waktu kecil tidur bareng, dan semalam kita tidurnya ya tidur aja biasa aja, nggak ngapa-ngapain kok!” ungkapnya santai. Lusi menghela napas lega. Berbeda dengan Wina seolah tak terima, istilah tidur bareng baginya adalah merujuk pada hal intim. “Tidur biasa? Tanpa adegan dewasa maksudnya?” cecar Wina,”Mana mungkin?” logikanya nggak mungkin lelaki nganggurin gadis secantik Nara apalagi dalam kondisi mabuk. Namun penjelasan Nara agaknya buat Wina merasa sesuatu,“Tunggu-tunggu! kau bilang waktu kecil?” Wina mencoba berpikir d

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Tidur Bareng?

    Melihat Aland hanya terdiam, kepala Nara langsung dipenuhi sejuta pertanyaan. Bagaimana bisa dia begitu ceroboh dan tidur dengan Aland?! Pria itu adalah sahabat kecilnya! Bagaimana kalau Aland bilang ke orang lain? Bagaimana kalau Wina dan Lusi tahu? Dan yang paling membuatnya takut setengah mati adalah… bagaimana kalau seisi kampus tahu ini terjadi dan… reputasinya sebagai murid berprestasi terancam?!Beasiswanya akan dicabut! Di saat Nara pusing memikirkan semua hal itu, tiba-tiba— “Pfft….” Nara tersentak, lalu dengan cepat dia menoleh. Terduduk di sisinya, sosok Aland tampak tersenyum menahan tawa. “Kenapa kamu tertawa?!” Aland melirik Nara, masih tersenyum. Dia tidak menjawab segera dan hanya menyibakkan selimutnya sendiri dengan gerakan malas, lalu berdiri santai. “Nggak terjadi apa-apa,” ucap Aland akhirnya. Nara membeku. “Hah?” Aland meraih handuk dari gantungan dan berkata datar, “Kita cuma tidur bersama, tanpa melakukan hal lain.” Dia melanjutkan, “Kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status