Share

Bab 2

Penulis: Kuldesak
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-25 11:15:10

"Ah, kenapa wanita itu harus datang?" umpat Jonathan, kepalanya terasa ingin meledak malam ini.

Jonathan yang sudah mabuk berat, melangkah gontai di atas lantai marmer lorong koridor, melewati pilar-pilar megah kediamannya. Beberapa jam yang lalu, dirinya menerima telepon dari sang ibu yang mengatakan jika Natasya, wanita yang kelak akan menjadi istrinya, akan tiba besok siang di negara Eldoria, negara di mana Jonathan berada.

Bagi penerus Parker, perjodohan untuk sebuah bisnis bukan sesuatu yang asing. Hal itu dilakukan agar memperkuat kekuatan dan kekuasaan, hal seperti ini sudah menjadi tradisi bagi kalangan konglomerat.

"Pesta ini seharusnya menjadi menyenangkan. Gara-gara telepon, aku kehilangan kesenanganku," gumam Jonathan.

Langkah gontai Jonathan terhenti ketika pemilik iris mata biru itu menangkap siluet seorang wanita sedang berdiri menyandarkan punggungnya di salah satu pilar dengan penampilan norak dan tampak begitu kolot. Ya, itu adalah Hazel. Wanita yang ingin sekali Jonathan permalukan.

Jonathan sangat suka melihat sekretarisnya itu menderita. Ia kerap kali menyiksa Hazel dengan pekerjaan-pekerjaan berat. Namun anehnya, wanita yang sering ia sebut "Wanita Kaca Mata Kuda" itu tidak pernah melawan. Hazel patuh, dan tidak pernah protes. Faktanya, Jonathan ingin Hazel mengundurkan diri tanpa ia harus memecatnya.

Jika bukan karena sekretarisnya yang dulu tidak mendadak mengundurkan diri, Jonathan tidak akan pernah mau menerima Hazel, wanita yang sama sekali tidak menarik itu, menjadi sekretarisnya.

Hingga tadi pagi, Jonathan mendesak Hazel untuk menghadiri acara ini. Niatnya ingin mempermalukan wanita itu. Namun yang terjadi, ia harus mendapatkan kabar dari ibunya, membuat Jonathan hilang semangat.

"Hmm ... Wanita ini cukup berani menerima tantanganku." Jonathan melangkah mendekati Hazel.

Saat Jonathan mendekat, wanita itu tampak berkeringat dingin, dia gemetar dengan tatapan nanar penuh ketakutan. Hazel, seperti patung lilin yang siap meleleh di antara keramaian oleh keringatnya sendiri.

"Tuan Parker." Kata itu yang Jonathan dengar dari wanita berkacamata kuda saat menyadari kehadiran Jonathan.

Setelah berucap beberapa kata kepada Hazel, Jonathan berlalu, meninggalkan wanita itu yang masih berdiri mematung. Tidak peduli dengan apa yang diucapkan oleh wanita itu. Kepalanya terlalu berat hanya untuk mencerna ucapan wanita seperti Hazel.

Jonathan tiba di taman belakang, itu adalah kolam pemandian air panas, tempat dimana Jonathan sering berendam untuk mencari ketenangan dari rutinitas harian yang dia lakukan.

"Tuan, jubah mandi dan handuk yang anda butuhkan, saya letakkan di sini," kata seorang pekerja mansion membawakan beberapa perlengkapan untuk majikannya.

Jonathan tidak menjawab, dia hanya memberikan isyarat tangan agar pria itu segera meninggalkannya. Setelah pekerja itu pergi, Jonathan melucuti semua kain yang menutupi tubuhnya. Dia kemudian masuk ke dalam air panas tersebut, berharap bisa meredakan sakit kepala yang melandanya.

"Hazel, agar membuatmu lelah dan menyerah harus seperti apa?" Jonathan berbicara pada dirinya sendiri.

Natasya, wanita yang akan menjadi istrinya, seharusnya datang besok. Tapi, kenapa Hazel yang ada di pikiran Jonathan sekarang?

Jonathan merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Hazel malam ini. Tatapan takut dan gemetaran seperti memancarkan gelagat yang tidak biasa. Seolah wanita itu sedang meminta perlindungan dari Jonathan.

"Ah, apa peduliku. Dia hanyalah sekretarisku yang membosankan," gumam Jonathan, berusaha mengusir pikiran tentang Hazel dari kepalanya. Tapi semakin ia mencoba, semakin pikiran itu menghantuinya.

Kini Jonathan mencoba mengusir siluet tentang wanita berkacamata itu. Jonathan memejamkan mata, meresapi hangatnya air panas yang mulai masuk ke dalam pori-pori kulitnya.

"Oh... Kepalaku!"

Ketenangan Jonathan terganggu saat ia mendengarkan suara aneh dari setapak searah dari ballroom yang cukup jauh. Jika ada seseorang berjalan ke tempat dimana Jonathan sedang berendam, membutuhkan waktu setengah jam untuk berjalan dan tamu siapa yang pergi ke tempat Jonathan berada?

"Aduh... Aku ... Aku, melihat semua pohon di malam ini bergoyang-goyang seperti sekumpulan monster yang akan menerkamku!"

Jonathan terkesiap, kepalanya yang pusing mencoba berdiri dari kolam air panas yang dangkal ketika netranya melihat sosok wanita berkemeja putih, rok di bawah lutut berdiri di sisi kolam menatap ke arahnya.

"Hazel?" mata Jonathan membelalak tak percaya. Wanita itu tampak berantakan, rambutnya yang biasanya rapi kini berantakan dan wajahnya tampak pucat.

Jonathan melangkah, tidak peduli dengan tubuhnya yang tanpa menggunakan apa-apa lagi. Saat mendekati wanita itu, Hazel sontak terkejut lalu berteriak.

"Berisik sekali?!" tanpa pikir panjang, takut ada tamu yang mendengar teriakan Hazel, Jonathan membekap mulut Hazel dengan ciuman.

Mata Hazel membulat di balik kacamata tebalnya saat ciuman atasannya itu terasa begitu panas. Jonathan tidak tahan, hasratnya seketika muncul saat mencicipi rasa pahit dari bekas Tequila di bibir Hazel.

Ditambah, bau keringat Hazel bercampur aroma parfum dari tubuh wanita berkacamata kuda itu, membuat gairah Jonathan tidak terkendali, pria itu lepas kendali.

"Bau tubuh wanita ini manis sekali. Seharum buah persik yang sangat menggoda. Aku bahkan ingin sekali segera melahap wanita ini," batin Jonathan disaat dia tidak dapat menahan diri lagi.

Merasakan ciuman bergairah dari atasannya, Hazel semakin terseret oleh hasrat. "Kenapa aku tidak bisa menolak ciuman ini?" pikir Hazel.

Jonathan dan Hazel semakin terjerat dalam gairah tanpa kontrol. Jonathan melingkarkan tangannya di pinggang Hazel dan membawa tubuh itu ke dalam air kolam.

Deg!

Kemeja Oversize yang selama ini Hazel gunakan, kini menerawang memperlihatkan lekuk tubuh Hazel yang membuat gairah Jonathan semakin tidak terkendali.

"Aku tidak percaya, jika wanita ini memiliki tubuh yang begitu indah di balik kemeja ukuran besar yang selalu dia kenakan," pikir Jonathan saat tangannya meraba lekuk tubuh Hazel yang tersembunyi di balik kemeja yang basah oleh air kolam.

Jonathan melepaskan pungutan di bibir Hazel, ia menatap wajah Hazel yang tampak kemerahan. Nafas wanita itu memburu liar. Dengan pelan, Jonathan melepaskan kacamata yang menempel di wajah Hazel.

Deg!

Lagi-lagi Jonathan terpesona oleh mata hijau polos yang sedikit menyipit menatapnya. "Kesialan apa yang aku terima hingga aku bisa terperangkap oleh wanita ini? Dia, cantik," Jonathan membatin.

Sesaat, Hazel membatu. Dia tidak tahu harus berkata apa saat Jonathan menatap sedemikian lekat. Yang hanya bisa Hazel rasakan, ketika jantungnya berdebar begitu kencang. Baru pertama kali Hazel mendapatkan tatapan dari atasannya sendiri.

Jika selama ini, Jonathan hanya menundukkan kepalanya saat berbicara dengan Hazel dan selalu menghindar saat berkontak mata, namun tidak malam ini, Hazel dibuat bungkam dengan sisi lain atasannya.

Tangan Jonathan terulur mengusap pipi Hazel, menarik wajah Hazel dan kembali melahap bibir manis wanita berkacamata itu. "Hmm... Tuan, tolong hentikan..." rintih Hazel ketika tangan kasar Jonathan mulai menyelinap ke dalam kemeja yang sudah basah itu.

"Jika kau menyukainya, maka nikmati saja, Hazel," desis Jonathan mendayu-dayu di telinga Hazel, Jonathan menggigit kecil telinga itu.

"Ah..." tanpa sadar, rintihan manja lolos dari bibir Hazel saat Jonathan menggigit telinganya.

Hazel merasakan arus aneh yang tiba-tiba menjalar di tubuhnya. Dia tidak dapat menolak setiap sentuhan Jonathan pada area tubuhnya. Ini terdengar gila, namun Hazel menginginkan lebih dari ini.

Jonathan membawa tubuh Hazel ke tepi kolam, ia letakkan tubuh Hazel di atas kasur angin yang ada di tepi kolam tersebut, pria yang terbawa hasrat pun melucuti setiap helaian yang menempel di tubuh Hazel. Dan wanita itu seakan lupa dia siapa, dan apa yang sedang terjadi.

"Hazel Bennett, kau yang datang membawa masalahmu sendiri dan menyerahkan dirimu kepadaku," kata Jonathan.

Jonathan menatap Hazel dengan tatapan menggoda, membuat jantung Hazel semakin berdegup kencang. Lalu, Jonathan kembali membekap kenikmatan bibir Hazel. Perlahan, Jonathan menjatuhkan bibirnya ke leher hingga menjelajahi setiap inci dari tubuh wanita itu.

"Uhh..."

Hazel mendesis kesenangan, bergetar dengan setiap sentuhan ketika Jonathan melemparkan kecupan basah di sekujur tubuhnya.

Hingga disaat Jonathan mendorong pinggulnya untuk dapat menyatu dengan wanita di bawah kungkungannya itu, Hazel menjerit. "Ahhh... Tu-Tuan, Sa-sakit sekali..." rintih Hazel, menahan perut atasannya agar tidak menekan maju.

"Apa kau masih perawan?"

Hazel membuang pandangannya, dia malu mendengar pertanyaan atasannya itu. Melihat reaksi Hazel, Jonathan menarik pinggulnya mundur. "Degh!" Jonathan terbelalak melihat ada bercak darah di ujung benda keramatnya.

"Kau benar-benar belum pernah melakukannya dengan pria lain?" tanya Jonathan.

Hazel menggeleng...

"Saya baru pertama kali melakukannya."

Jonathan tersenyum puas. Ia kembali memasuki dirinya ke dalam diri Hazel. "Aakkhh..." teriak Hazel melengking tatkala Jonathan memaksa menerobos masuk ke dalam intim wanita itu.

Jonathan memegang pipi Hazel mengusap air mata yang mengalir. "Bertahan, ini akan selesai," kata Jonathan dengan nafas memburu saat pinggulnya bergerak maju-mundur.

Meskipun Hazel merasakan sakit yang luar biasa, tetapi dia juga merasakan serangkaian sensasi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Rasa sakit yang ditimbulkan membuat Hazel semakin merasa kenikmatan yang luar biasa. Teriakan dan pekikan tak terkendali pecah, namun tidak ada yang bisa melarang hasrat yang sudah terlanjur membara.

"Aaakkhh...!"

Seketika, atmosfer di antara mereka membuat suasana menjadi mendidih dan mendorong Hazel menuju puncak kenikmatan yang sangat intens. Begitu pula dengan Jonathan, ia melepaskan dirinya dengan penuh gairah sampai ia merasa benar-benar puas.

"Hazel, aku menginginkannya lagi," bisik Jonathan di telinga Hazel.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_74_Ending

    Pagi yang sepi di kota kecil, Carl meninggalkan penginapan dengan misi yang jelas: menemukan Victor, satu-satunya orang yang bisa memberi mereka informasi penting tentang Tuan Lucas. Jonathan, Hazel, dan Amy menunggu dengan cemas, waktu terasa semakin menipis sementara ancaman dari Tuan Lucas terus membayangi.Beberapa jam kemudian, Carl kembali dengan wajah penuh ketegangan namun membawa kabar baik.“Aku menemukannya,” kata Carl, suaranya tenang tapi bersemangat. “Victor setuju untuk bertemu kita malam ini, di sebuah gudang tua di luar kota.”Jonathan mengangguk cepat. “Bagus. Ini kesempatan kita untuk mengetahui kelemahan Tuan Lucas dan menghentikannya.”---Di Gudang TuaMalam tiba dengan suasana tegang. Gudang tua di luar kota tampak gelap dan terisolasi. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy memasuki tempat itu dengan hati-hati. Di dalam, seorang pria paruh baya dengan wajah penuh bekas luka, berdiri di sudut ruangan—Victor.“Aku tahu siapa yang kalian lawan,” kata Victor, suaranya sera

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab _73

    Malam semakin larut. Cahaya redup dari lampu-lampu jalan di kota kecil memberikan sedikit rasa tenang bagi Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy. Mereka duduk di bawah pohon besar di tepi jalan kota, berusaha mengatur napas setelah pelarian panjang dan penuh bahaya. Meski mereka telah mencapai tempat yang terasa lebih aman, bayang-bayang ancaman masih membayangi pikiran mereka."Apakah kita benar-benar aman sekarang, Jonathan?" bisik Hazel, suaranya lelah.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan penuh kepedulian. “Untuk sekarang, kita aman. Tapi kita harus tetap waspada. Kota kecil ini memang terpencil, tapi kemungkinan mereka menemukan kita tetap ada.”Amy, yang duduk di samping Hazel, meremas tangan putrinya dengan lembut. “Kita sudah sejauh ini, Hazel. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu.”Carl yang terus memeriksa keadaan sekitar, berbicara dengan nada serius, “Aku setuju dengan Anda, Tuan. Mereka mungkin akan terus mencari kita. Tapi untuk saat ini, kota ini bisa menjadi tempat persembu

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_72

    Malam semakin larut saat Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy terus melangkah menuruni gunung. Udara dingin menusuk kulit, namun mereka tidak punya pilihan selain terus bergerak. Meskipun wajah-wajah mereka sudah memancarkan kelelahan yang nyata, semangat untuk bertahan hidup tetap menyala.Jonathan menoleh ke arah Hazel yang berjalan di sampingnya, wajahnya penuh perhatian. "Bagaimana keadaanmu? Apa kau masih bisa bertahan?" bisiknya, mencoba memastikan bahwa Hazel tetap kuat.Hazel menatap Jonathan dengan mata yang lelah. "Aku bisa, Jonathan. Aku tidak akan menyerah sekarang," jawabnya dengan suara yang gemetar namun tegas.Jonathan tersenyum kecil, merasakan semangat Hazel yang perlahan kembali. "Kita hampir sampai, Hazel. Kota itu ada di balik gunung ini. Kita hanya perlu bertahan sedikit lagi."Di sampingnya, Carl berjalan dengan hati-hati. "Jalur ini aman untuk sekarang, tapi kita harus tetap waspada. Mereka pasti masih mengejar kita," katanya, pandangannya terus menyapu sekitar.Amy,

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_71

    Di dasar lembah, Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy berdiri terengah-engah di tepi sungai yang deras. Napas mereka berat setelah pelarian panjang, dan di atas lembah, anak buah Tuan Lucas telah siap dengan senjata terarah, mengepung kelompok yang mencoba melarikan diri."Berhenti! Kalian tidak akan bisa pergi lebih jauh! Serahkan diri kalian sekarang!" teriak salah satu anak buah, suaranya menggema di udara malam yang dingin.Jonathan menatap Hazel di sampingnya. Wajah Jonathan dipenuhi kelelahan. Di belakang mereka, sungai menderu, sementara di depan mereka, ancaman senjata terus mendekat. Carl dan Amy berdiri di sisi lain, sama-sama menyadari bahwa mereka telah mencapai titik kritis.Jonathan berbisik kepada Hazel, suaranya lembut namun penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkan mereka menangkapmu, Hazel. Apa pun yang terjadi, kita harus terus bergerak. Dan seandainya kita mati, kita harus mati berdua!" ucap Jonathan. "Jo, apakah kamu tidak menyerah saja? Pergilah bersama Natasya. Aku...

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_70

    Malam semakin larut, dan suasana semakin mencekam di dalam rumah kecil itu. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy bergerak cepat, berkemas untuk pelarian yang semakin mendesak. Mereka tahu waktu mereka terbatas—ancaman dari Tuan Lucas semakin mendekat.Hazel berbisik pelan, suaranya penuh ketakutan. "Jonathan, bagaimana kalau kita tidak bisa keluar tepat waktu? Bagaimana kalau mereka mengepung kita?"Jonathan menatap Hazel dengan penuh keyakinan, meski hatinya juga dipenuhi kecemasan. "Kita akan keluar, Hazel. Carl tahu jalan rahasia, dan kita harus percaya bahwa ini akan berhasil."Carl, yang tengah memeriksa jalur di peta kecilnya, berdiri di dekat mereka. "Ada jalur di sebelah timur desa, jalur yang hampir tak pernah dilalui. Dari sana, kita bisa menuju lembah yang akan membawa kita keluar dari sini. Tapi kita harus cepat."Amy, dengan wajah pucat karena kelelahan, menatap Carl. "Apakah kita punya cukup waktu? Apa mereka sudah dekat?"Carl mengangguk pelan, nada suaranya serius. "Jika kit

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_69

    Pagi yang cerah di desa kecil itu memberikan kedamaian sementara bagi Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy. Setelah pelarian panjang dan penuh bahaya, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali. Namun, meski mereka merasa sedikit lega, Jonathan tahu bahwa bahaya masih mengintai. Keluarga Carlos dan Lucas tidak akan berhenti sampai menemukan apa yang mereka cari.Di dalam rumah kecil, Hazel duduk di samping Amy yang masih terlihat lelah. Sementara Carl, bersandar di dinding, mengamati keadaan sekitar dengan waspada. Meski suasana tenang, ada ketegangan yang terasa semakin berat, seolah ancaman itu menggantung di atas mereka.Hazel menatap ibunya. "Ibu, bagaimana perasaanmu? Apa sudah lebih baik?"Amy tersenyum kecil meski rasa sakit masih terasa di tubuhnya. "Ibu akan baik-baik saja, Hazel. Jangan khawatir tentang Ibu. Yang penting, kita semua masih bersama."Hazel menggenggam tangan ibunya erat-erat. "Aku tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih padamu, Bu. Ibu sudah melakukan segalanya unt

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_68

    Di desa terpencil yang kini menjadi tempat persembunyian Hazel dan Jonathan, pagi yang tenang membawa sedikit kedamaian setelah pelarian panjang. Matahari pagi mulai menghangatkan desa, tetapi Hazel masih tenggelam dalam kekhawatiran. Pikirannya tak henti-henti memikirkan ibunya, Amy, dan Carl yang mungkin masih bertarung di luar sana.Hazel duduk di depan rumah kecil yang mereka tinggali sementara, memandang hampa ke arah pepohonan yang bergerak pelan di kejauhan. Jonathan, yang duduk di sampingnya, meraih tangan Hazel, menggenggamnya erat.“Kita aman di sini, Hazel,” ujar Jonathan lembut. “Mereka takkan menemukan kita. Kamu harus percaya.”Hazel menunduk, menatap tanah di bawah kakinya. “Aku tahu, Jonathan. Tapi Ibu? Bagaimana dengan Carl? Aku tidak bisa berhenti memikirkan mereka. Bagaimana nasib mereka setelah kita pergi?”Jonathan menghela napas panjang, mencoba meredam kekhawatirannya sendiri. “Hazel, ibumu dan Carl kuat. Kita harus percaya mereka selamat. Kita sudah melakukan y

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_67

    Sinar matahari perlahan mulai menembus celah-celah pepohonan, menyinari hutan yang baru saja mereka tinggalkan. Di puncak bukit kecil, Jonathan dan Hazel berdiri terdiam, menatap perbatasan kota yang akhirnya mereka capai setelah pelarian panjang dan berbahaya.Meski matahari menghangatkan kulit mereka, hati keduanya masih diselimuti kecemasan. Pikiran Hazel terus terbayang pada nasib Carl dan Amy, yang terjebak dalam arus sungai yang deras."Jonathan," suara Hazel terdengar bergetar, "bagaimana kalau mereka tidak berhasil keluar dari sungai?"Jonathan menoleh, menatap Hazel dengan penuh kelembutan. Dia tahu betul betapa besar kekhawatiran gadis itu. Meski mereka telah selamat, perasaan bersalah karena meninggalkan Carl dan Amy menghantui mereka berdua."Hazel," suara Jonathan tenang, tegas, "Carl dan ibumu adalah orang-orang yang tangguh. Kalau ada yang bisa bertahan, itu pasti mereka."Hazel menatapnya dengan air mata yang menggenang, tetapi tetap ada ketakutan yang dalam di matanya

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_66

    Dari balik pepohonan, muncul sosok yang familiar. "Carl?" kata Jonathan dengan kaget.Carl tersenyum lega. "Syukurlah aku menemukan kalian."Hazel berdiri. "Bagaimana bisa kamu di sini? Bukankah kamu seharusnya di rumah?"Carl menggeleng. "Setelah memastikan mereka pergi, aku menyusul kalian. Aku tahu kalian akan menuju hutan."Jonathan menatapnya dengan serius. "Apakah kamu diikuti?"Carl mengangkat tangan. "Tenang, aku memastikan tidak ada yang mengikutiku, Tuan."Hazel menghela napas. "Apa rencanamu sekarang, Carl?"Carl menatap keduanya. "Ada jalur rahasia di hutan ini yang akan membawa kalian keluar dari kota tanpa terdeteksi."Jonathan mengerutkan kening. "Kenapa kamu tidak memberitahu kami sejak awal?"Carl tersenyum tipis. "Tidak ada waktu tadi. Lagipula, aku harus memastikan jalurnya aman, Tuan."Hazel memegang tangan Carl. "Terima kasih. Kamu telah melakukan banyak untuk kami."Carl mengangguk. "Ayo, kita harus bergerak sebelum fajar."Mereka bertiga melanjutkan perjalanan,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status