Share

Bab 6

Author: Kuldesak
last update Last Updated: 2024-03-28 19:30:59

"Dasar wanita bodoh. Jika kamu tidak melarikan diri, hal ini tidak terjadi kepadamu."

Jonathan menatap wanita yang terkapar di atas paving blok. Mata birunya dapat melihat wajah Hazel yang memucat, tidak ada darah yang mengalir di wajah wanita yang terkapar itu. Tubuh Hazel seakan membeku menyatu dengan udara hutan Mansion Parker. Tidak ada yang menolong wanita itu. Sebab tidak ada juga yang berani membangkang perintah Jonathan.

Jonathan berjongkok, ia kemudian meraih tubuh Hazel dalam gendongannya. Bagi orang normal, hal pertama ketika melihat orang pingsan tentunya akan panik, lalu mengecek suhu tubuh orang tersebut. Apakah dia baik-baik saja? Atau, terjadi sesuatu? Akan tetapi, tidak dengan Jhonatan. Wajahnya datar saja. Tidak ada rasa khawatir di wajah pria tanpa ekspresi itu.

"Merepotkan!"

Jonathan membawa tubuh itu ke dalam Mansion. Di dalam, lampu-lampu kristal berpendar redup, memantulkan cahaya pada wajah-wajah patung yang terpahat tanpa emosi.

Jonathan melewati mereka tanpa pandang, langkahnya tidak pernah ragu menuju ruangan yang dia tuju. Di tangannya, Hazel terkulai tak berdaya, rambutnya yang keemasan tergerai, kontras dengan lantai marmer yang mengilap.

"Jose, perintahkan beberapa pelayan untuk mengurus wanita ini. Siapkan juga obat-obatan, makanan dan beberapa pakaian untuknya," kata Jonathan, langkahnya terhenti ketika melihat Jose datang menghampirinya.

"Baik, Tuan. Saya akan mempersiapkan segalanya."

Setelah mendengar jawaban kepala pelayan itu, Jonathan kembali melangkah ke kamar. Membawa tubuh Hazel yang masih tidak sadarkan diri itu.

'Buah persik ini begitu rapuh. Dia seperti kucing kecil yang dibuang di jalanan. Tersesat , ketakutan dan tidak berdaya.' batin Jonathan.

Sesampainya di salah satu kamar di Mansion tersebut, Jonathan membaringkan tubuh Hazel di atas pembaringan. Dia menatap Hazel yang terbaring tak berdaya.

Tangan Jonathan terulur mengelus lembut pipi Hazel yang sudah terasa hangat dari sebelumnya.

Seketika, ada gelombang kepuasan yang aneh. Baginya, Hazel adalah kanvas hidup yang siap diwarnai dengan palet emosi yang dia pilih—kesedihan, ketakutan, keputusasaan.

"Kamu sempurna. Sempurna untuk menemani permainanku setelah aku bosan dengan duniaku. Jadi jangan pernah berpikir kau bisa keluar dari sini," gumam Jonathan.

Ketika Jonathan berbicara, suaranya tidak lebih dari bisikan yang terbawa angin malam, namun kata-katanya menggema di dinding-dinding kamar yang sunyi. Dia menundukkan kepalanya, menatap Hazel dengan tatapan yang intens, seolah-olah dia sedang mencoba membaca pikiran yang tersembunyi di balik wajah yang tidak bergerak itu.

"Kau adalah teka-teki yang menarik," ujarnya, suaranya penuh dengan nada reflektif. "Dan aku selalu menyukai tantangan."

Dia berbalik, meninggalkan Hazel dalam keheningan yang hanya sesekali dipecahkan oleh suara langkah kakinya yang menghilang ke kejauhan.

***

Pagi hari...

Hazel menggerakkan kelopak matanya berulang kali. Hal pertama yang ia rasakan adalah pusing yang luar biasa. Hazel mencoba mengangkat kepalanya, tapi rasa pusing itu membuatnya terpaksa menutup mata kembali.

"Uhh ... Apakah aku sudah mati? Apakah sekarang aku sudah berada di akhirat?!" pikir Hazel.

Hazel merasakan dinginnya seprai di bawahnya dan kehangatan selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan, ingatannya kembali. Ingatan tentang malam yang menakutkan itu, tentang Jonathan, dan tentang bagaimana dia berakhir di tempat ini.

"Bagaimana rasanya tersesat di dalam hutan buatanku?"

Deg!

Suara itu, membuat Hazel membuka matanya lenih lebar. "Aku masih hidup?" dalam kondisi lemah tak bertenaga, Hazel mencoba untuk bangun dan mencari kacamata matanya. Beruntung, kacamata itu terletak di atas nakas, dia segera mengenakan kaca mata itu.

Deg!

"Tu-Tuan Parker..."

Wanita itu terkejut ketika di depan ranjang, Jonathan tengah duduk di sofa mewah, ia sudah rapi memakai setelan jas dengan rambutnya yang di sisir ke belakang. Mata biru itu selalu tajam dan dingin walaupun bening ketika Jonathan menatap Hazel.

"Kau terkejut? Apakah aku seperti hantu?" Jonathan bangkit dari kursi, ia melangkah ke arah tempat tidur di mana Hazel berada sambil memutar cincinnya yang tersemat di jari telunjuk.

"Tu-Tuan, aku ini pulang. Tolong, ibuku tentu khawatir denganku," kata Hazel saat Jonathan sudah berdiri di sisi tempat tidur.

Jonathan membungkuk dan memampangkan satu papan tablet obat di depan wajah Hazel. "Minum obat kontrasepsi ini. Aku tidak ingin kau mengandung benihku. Atau , bisa saja kau memanfaatkanku!" Jonathan melempar obat tablet itu tepat di depan wajah Hazel.

Deg!

Hazel mendelik ke arah Jonathan, tak percaya dengan kata-kata yang baru saja dia lontarkan. "Saya tidak pernah berpikir seperti itu, Tuan Parker. Memanfaatkan anda? Saya bisa apa? Dan saya sungguh tahu diri dari mana saya berasal," katanya, suaranya bergetar.

Jonathan mengangkat bahu, tatapannya menantang. "Kau pikir aku mau mendengarkan alasanmu? Segera minumlah obat itu. Aku tidak mau mengambil risiko," katanya, suaranya dingin dan tanpa emosi.

Hazel menatap obat di tangannya, sebelum akhirnya menelan obat tersebut. Dia merasa jijik, tapi apa yang bisa dia lakukan? Dia berada di bawah kekuasaan Jonathan.

"Baiklah, Tuan Parker. Saya sudah minum obatnya. Sekarang, bolehkah saya pulang?" tanya Hazel, mencoba menyembunyikan rasa takut dalam suaranya.

Jonathan menatap Hazel sejenak, merasa takjub dengan wanita itu. Wanita itu langsung mengunyah obat tersebut. Perlahan, Jonathan tersenyum sinis. "Oh, Hazel. Kamu masih belum mengerti, ya? Kamu tidak akan pernah bisa pergi dari sini."

Hazel menatap Jonathan dengan mata terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Tapi... tapi... ibuku pasti sudah merasa khawatir... Sa-saya belum pulang dari kemarin," gumam Hazel, suaranya hampir tak terdengar.

"Kekhawatiran ibumu bukan menjadi masalahku, Hazel. Faktanya, kamu berada di sini dan kamu harus taat pada peraturanku. Bukankah kau bekerja untukku?" kata Jonathan, suaranya dingin.

Hazel mengepalkan kedua tangannya. Dia bukan budak atau tawanan. Seharusnya, dia yang dirugikan tapi kenapa dia merasa seperti dikendalikan oleh atasannya sendiri?

"Tuan, saya mau mengundurkan diri," kata Hazel memberanikan diri.

Jonathan menyunggingkan bibirnya. "Itu tidak akan pernah terjadi. Segera pakai pakaian yang sudah disiapkan. Aku menunggumu di meja makan." Setelah berkata demikian, Jonathan memutar tubuhnya, melangkah meninggalkan Hazel.

Hazel menatap punggung Jonathan yang menjauh dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa terjebak, terperangkap oleh genggaman atasannya. "Tuan Parker!" Teriak Hazel.

Jonathan memutar kepalanya. "Aku tidak tuli," ucapnya.

Syut!

Hazel melesatkan pisau buah yang tergeletak di atas meja berdekatan dengan sarapan yang telah di siapkan. Akibat lemparan itu, pipi Jonathan tergores. Hazel berharap itu akan membuat Jonathan marah, tapi pria itu hanya mengangkat alisnya dan tersenyum.

"Bagus. Kamu punya semangat," kata Jonathan, mengelap darah yang mengalir di pipinya dengan jempolnya. "Tapi aku berharap kamu mengarahkan semangat itu pada pekerjaanmu, bukan pada upaya sia-sia untuk melukai aku."

Hazel merasa jantungnya berdebar-debar. Dia tahu dia harus berhati-hati, tapi dia tidak bisa menahan diri. Dia merasa terjebak, dan dia tidak tahu bagaimana cara keluar dari situasi ini.

"Tuan, saya tidak ingin bekerja untuk Anda lagi," kata Hazel, suaranya bergetar. "Saya hanya ingin pulang."

Jonathan menghela nafas, tampak jengah. "Hazel, Hazel," katanya, suaranya lembut. "Kamu tidak mengerti. Kamu tidak bisa pergi. Kamu milikku sekarang. Segera turun. Jangan membuatku marah." kembali, Jonathan memutar tubuhnya berlalu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_74_Ending

    Pagi yang sepi di kota kecil, Carl meninggalkan penginapan dengan misi yang jelas: menemukan Victor, satu-satunya orang yang bisa memberi mereka informasi penting tentang Tuan Lucas. Jonathan, Hazel, dan Amy menunggu dengan cemas, waktu terasa semakin menipis sementara ancaman dari Tuan Lucas terus membayangi.Beberapa jam kemudian, Carl kembali dengan wajah penuh ketegangan namun membawa kabar baik.“Aku menemukannya,” kata Carl, suaranya tenang tapi bersemangat. “Victor setuju untuk bertemu kita malam ini, di sebuah gudang tua di luar kota.”Jonathan mengangguk cepat. “Bagus. Ini kesempatan kita untuk mengetahui kelemahan Tuan Lucas dan menghentikannya.”---Di Gudang TuaMalam tiba dengan suasana tegang. Gudang tua di luar kota tampak gelap dan terisolasi. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy memasuki tempat itu dengan hati-hati. Di dalam, seorang pria paruh baya dengan wajah penuh bekas luka, berdiri di sudut ruangan—Victor.“Aku tahu siapa yang kalian lawan,” kata Victor, suaranya sera

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab _73

    Malam semakin larut. Cahaya redup dari lampu-lampu jalan di kota kecil memberikan sedikit rasa tenang bagi Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy. Mereka duduk di bawah pohon besar di tepi jalan kota, berusaha mengatur napas setelah pelarian panjang dan penuh bahaya. Meski mereka telah mencapai tempat yang terasa lebih aman, bayang-bayang ancaman masih membayangi pikiran mereka."Apakah kita benar-benar aman sekarang, Jonathan?" bisik Hazel, suaranya lelah.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan penuh kepedulian. “Untuk sekarang, kita aman. Tapi kita harus tetap waspada. Kota kecil ini memang terpencil, tapi kemungkinan mereka menemukan kita tetap ada.”Amy, yang duduk di samping Hazel, meremas tangan putrinya dengan lembut. “Kita sudah sejauh ini, Hazel. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu.”Carl yang terus memeriksa keadaan sekitar, berbicara dengan nada serius, “Aku setuju dengan Anda, Tuan. Mereka mungkin akan terus mencari kita. Tapi untuk saat ini, kota ini bisa menjadi tempat persembu

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_72

    Malam semakin larut saat Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy terus melangkah menuruni gunung. Udara dingin menusuk kulit, namun mereka tidak punya pilihan selain terus bergerak. Meskipun wajah-wajah mereka sudah memancarkan kelelahan yang nyata, semangat untuk bertahan hidup tetap menyala.Jonathan menoleh ke arah Hazel yang berjalan di sampingnya, wajahnya penuh perhatian. "Bagaimana keadaanmu? Apa kau masih bisa bertahan?" bisiknya, mencoba memastikan bahwa Hazel tetap kuat.Hazel menatap Jonathan dengan mata yang lelah. "Aku bisa, Jonathan. Aku tidak akan menyerah sekarang," jawabnya dengan suara yang gemetar namun tegas.Jonathan tersenyum kecil, merasakan semangat Hazel yang perlahan kembali. "Kita hampir sampai, Hazel. Kota itu ada di balik gunung ini. Kita hanya perlu bertahan sedikit lagi."Di sampingnya, Carl berjalan dengan hati-hati. "Jalur ini aman untuk sekarang, tapi kita harus tetap waspada. Mereka pasti masih mengejar kita," katanya, pandangannya terus menyapu sekitar.Amy,

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_71

    Di dasar lembah, Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy berdiri terengah-engah di tepi sungai yang deras. Napas mereka berat setelah pelarian panjang, dan di atas lembah, anak buah Tuan Lucas telah siap dengan senjata terarah, mengepung kelompok yang mencoba melarikan diri."Berhenti! Kalian tidak akan bisa pergi lebih jauh! Serahkan diri kalian sekarang!" teriak salah satu anak buah, suaranya menggema di udara malam yang dingin.Jonathan menatap Hazel di sampingnya. Wajah Jonathan dipenuhi kelelahan. Di belakang mereka, sungai menderu, sementara di depan mereka, ancaman senjata terus mendekat. Carl dan Amy berdiri di sisi lain, sama-sama menyadari bahwa mereka telah mencapai titik kritis.Jonathan berbisik kepada Hazel, suaranya lembut namun penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkan mereka menangkapmu, Hazel. Apa pun yang terjadi, kita harus terus bergerak. Dan seandainya kita mati, kita harus mati berdua!" ucap Jonathan. "Jo, apakah kamu tidak menyerah saja? Pergilah bersama Natasya. Aku...

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_70

    Malam semakin larut, dan suasana semakin mencekam di dalam rumah kecil itu. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy bergerak cepat, berkemas untuk pelarian yang semakin mendesak. Mereka tahu waktu mereka terbatas—ancaman dari Tuan Lucas semakin mendekat.Hazel berbisik pelan, suaranya penuh ketakutan. "Jonathan, bagaimana kalau kita tidak bisa keluar tepat waktu? Bagaimana kalau mereka mengepung kita?"Jonathan menatap Hazel dengan penuh keyakinan, meski hatinya juga dipenuhi kecemasan. "Kita akan keluar, Hazel. Carl tahu jalan rahasia, dan kita harus percaya bahwa ini akan berhasil."Carl, yang tengah memeriksa jalur di peta kecilnya, berdiri di dekat mereka. "Ada jalur di sebelah timur desa, jalur yang hampir tak pernah dilalui. Dari sana, kita bisa menuju lembah yang akan membawa kita keluar dari sini. Tapi kita harus cepat."Amy, dengan wajah pucat karena kelelahan, menatap Carl. "Apakah kita punya cukup waktu? Apa mereka sudah dekat?"Carl mengangguk pelan, nada suaranya serius. "Jika kit

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_69

    Pagi yang cerah di desa kecil itu memberikan kedamaian sementara bagi Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy. Setelah pelarian panjang dan penuh bahaya, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali. Namun, meski mereka merasa sedikit lega, Jonathan tahu bahwa bahaya masih mengintai. Keluarga Carlos dan Lucas tidak akan berhenti sampai menemukan apa yang mereka cari.Di dalam rumah kecil, Hazel duduk di samping Amy yang masih terlihat lelah. Sementara Carl, bersandar di dinding, mengamati keadaan sekitar dengan waspada. Meski suasana tenang, ada ketegangan yang terasa semakin berat, seolah ancaman itu menggantung di atas mereka.Hazel menatap ibunya. "Ibu, bagaimana perasaanmu? Apa sudah lebih baik?"Amy tersenyum kecil meski rasa sakit masih terasa di tubuhnya. "Ibu akan baik-baik saja, Hazel. Jangan khawatir tentang Ibu. Yang penting, kita semua masih bersama."Hazel menggenggam tangan ibunya erat-erat. "Aku tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih padamu, Bu. Ibu sudah melakukan segalanya unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status