Share

Bab 5

Penulis: Kuldesak
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-25 11:19:11

"Mereka semua, apakah mereka itu manusia atau sekumpulan monster? Mengapa tidak ada sedikitpun empati dalam diri mereka? Sungguh gila! Hati nurani mereka sudah dimakan oleh ego dan ambisi!" Kesal Hazel, suaranya penuh dengan kekecewaan. Wanita berkacamata itu terus menggerutu saat langkahnya melangkah di antara pepohonan yang rindang.

Hazel berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri di tengah hutan yang sunyi. "Ya Tuhan, penglihatanku mulai kabur," keluhnya pelan, mencoba meraih napas segar sebanyak mungkin.

Namun, kelelahan, dahaga, dan lapar yang melanda tak kunjung reda. Hazel kembali menatap langit, mencari kekuatan dalam hembusan angin yang lembut. Seketika, dunia berputar di sekelilingnya, dan gelombang pusing menyergapnya dengan tiba-tiba.

"Ini adalah akhir dariku, aku akan mati di sini," gumam Hazel, suaranya hampir tak terdengar di antara gemuruh alam yang memayungi hutan kediaman Parker.

Langit yang cerah tiba-tiba berubah kabur, suara-suara di sekitarnya bergema samar, seolah jauh di kejauhan. Detak jantung Hazel berdegup semakin cepat, kenyataan yang ada sudah mulai memudar di hadapannya.

"Tuan Jonathan... Kau memang iblis bertopeng manusia. Tidak bisakah para karyawanmu membantuku?" suaranya terdengar rapuh, seakan-akan terdengar dari dalam sumur yang dalam.

Kaki Hazel gemetar, tanah di bawahnya seolah bergerak tak menentu. Ia berjuang untuk tetap tegak, namun tubuhnya tak lagi mendengarkan perintah. Segalanya berputar di sekelilingnya, dan Hazel merasa seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar.

"Tolong..." seruannya hampir tak terdengar saat ia jatuh ke depan, tangan terulur mencari pegangan yang tak ada.

Bruk!

Hazel jatuh, tubuhnya terhempas lembut namun tak berdaya di atas paving blok. Dunia menjadi gelap, suara-suara bergema menjadi bisikan yang tak terdengar. Hazel tak sadarkan diri karena kelelahan yang melanda.

***

"Silakan, Tuan, kita sudah sampai." Carl membuka pintu mobil saat mereka tiba di bandara siang ini.

Jonathan melangkah keluar dari mobil. Jasnya yang mahal terlihat sempurna, tak ada lipatan yang terlihat, dan matanya yang biru memantulkan langit cerah siang itu.

“Terima kasih, Carl,” ucap Jonathan dengan nada yang mengandung otoritas.

Cahaya matahari menembus kaca bandara, menciptakan aura yang hampir sakral saat Jonathan melangkah melewati pintu kedatangan dengan sebuket bunga yang ia genggam. Dia memindai kerumunan, matanya tertuju pada satu sosok yang menonjol di antara lautan manusia.

Natasya, yang kini menyandang nama Nyonya Collins, berdiri dengan postur yang menggambarkan keanggunan dan kekuasaan. Gaunnya, sederhana namun elegan, adalah pilihan yang disengaja untuk tidak menarik perhatian.

"Selamat siang, Nyonya Collins, dan selamat datang di Eldoria," sapa Jonathan dengan suara yang terdengar hangat sambil menyerahkan buket bunga yang ia bawa.

Ya, buket bunga eksotis yang harganya bisa mencukupi kebutuhan sebuah keluarga selama sebulan itu ia berikan kepada calon istrinya.

Natasya menoleh, lalu tersenyum. Ia menerima buket itu dari calon suaminya. "Terima kasih, Tuan Parker, Anda terlalu bermurah hati," balasnya, "Tentu perjalananmu menuju bandara pasti melelahkan. Mari kita tidak pernah membuang waktu," sambung Natasya.

"Tidak masalah untuk membuat Nyonya Collins merasa aman."

"Anda terlalu berlebihan, Tuan Parker."

"Silakan." Jonathan mempersilahkan.

Natasya tersenyum, mereka berdua pun berjalan beriringan, langkah Jonathan dan Natasya begitu sinkron dalam ritme yang telah mereka latih. Di antara sorotan mata penumpang lain dan desas-desus bandara, mereka berdua adalah gambaran sempurna dari pasangan yang berkelas dan terkendali.

Demi menghadiri undangan ibunda Jonathan, Nyonya Catarina Parker, Natasya harus menggunakan maskapai pemerintah. Kini, dengan langkah yang ringan namun penuh arti, Jonathan dan Natasya berjalan menuju mobil yang telah menunggu.

Jonathan membuka pintu untuk Natasya, matanya bersinar dengan kekaguman yang dipalsukan. "Silakan. Setelah hari ini, seluruh kota akan berbicara tentang Nyonya Collins yang memesona," ujar Jonathan dengan suara yang lembut, seolah-olah setiap kata adalah sebuah pujian.

Natasya memasuki mobil dengan anggun, menoleh ke Jonathan dengan senyum yang manis. "Dan mereka akan iri dengan Tuan Parker yang beruntung," balasnya.

Mereka duduk bersebelahan. "Karena kita adalah pasangan yang sempurna, bukan?" bisik Jonathan, tangannya menyentuh tangan Natasya.

Natasya menggenggam tangan Jonathan, menatap pria itu sambil tersenyum. "Apakah ada pasangan yang sesempurna seperti kita?"

Jonathan tersenyum, mencium lembut punggung tangan Natasya. "Kita adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan," ucapnya.

Tidak ada orang yang tahu seperti apa Jonathan. Orang hanya mengetahui jika Jonathan adalah direktur yang tertutup dan juga tidak dekat dengan wanita manapun. Dia misterius. Semua yang ia lakukan hanyalah mengambil peran yang terlihat sempurna tanpa cela.

"Oh, Tuan Parker, kau sungguh manis," kata Natasya tersipu malu.

"Itu karena kau adalah calon istriku. Tentu saja aku harus berlaku manis. Bukan kah semua pasangan begitu, Nyonya Collins?"

Natasya hanya tersenyum lalu mengangguk mengiyakan menanggapi ucapan Jonathan.

Kini matahari mulai tergelincir perlahan ke peraduannya, menutup hari dengan semburat merah dan emas. Di dalam mobil yang melaju menuju mansion, suasana hening hanya diisi oleh suara mesin yang berdengung lembut.

Natasya, yang duduk dengan tenang di samping Jonathan, memandang keluar jendela, matanya menyapu pemandangan yang berlalu tanpa benar-benar melihatnya.

Tiba-tiba, ponsel Jonathan mengeluarkan bunyi notifikasi. Bunyi itu sontak membuat Natasya menoleh. "Maaf," kata Jonathan yang kemudian mengeluarkan ponselnya dengan gerakan yang tergesa-gesa. "Ini dari kantor," jelasnya, suaranya terdengar serius, berbeda dari nada hangat yang ia gunakan sebelumnya.

Natasya hanya mengangguk, membiarkan Jonathan menangani urusan bisnisnya. Dia tahu bahwa di balik fasad yang mereka bangun, ada dunia yang penuh dengan intrik dan kekuasaan yang tidak bisa diabaikan, bahkan untuk sesaat.

Jonathan membaca pesan itu. "Tuan, nona Hazel jatuh pingsan." Pesan yang Jonathan dapatkan dari kediamannya.

Natasya memperhatikan ekspresi wajah Jonathan yang tiba-tiba serius. "Apakah semuanya baik-baik saja, Tuan Parker?" tanyanya dengan nada khawatir.

Jonathan menatap Natasya sejenak, mencoba menyembunyikan kegelisahan di balik senyumnya yang tenang. "Hanya masalah kecil, Nyonya Collins," jawabnya singkat. "Semua baik-baik saja," lanjut Jonathan, berusaha meyakinkan Natasya.

Natasya mengangguk. "Baiklah, jika begitu," kata Natasya.

Jari-jari Jonathan mulai menari di atas layar ponselnya. "Biarkan saja dia. Jika ada yang menyentuh wanita itu, kalian akan tahu akibatnya," balas Jonathan.

Jonathan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jas yang ia kenakan. Pria yang selalu tampak tenang.

Jonathan, seorang pewaris yang selalu mematuhi peraturan keluarga. Dirinya harus menjaga kesan yang selalu sempurna di depan publik. Namun, dibalik sikap tenang Jonathan dan keanggunan yang dimilikinya, terdapat lapisan-lapisan misteri yang tak terungkap.

"Kita akan segera sampai, Nyonya Collins," ucap Jonathan membuyarkan keheningan di dalam mobil.

Natasya merasa ada yang tidak beres. Ekspresi Jonathan terlihat berbeda, dan pesan dari kantor yang tiba-tiba membuat hatinya gelisah. Namun, dia memilih untuk mempercayai Jonathan.

"Aku sungguh tidak sabar ingin bertemu dengan Bibi Catarina ketika tiba di kediamanmu."

"Ibuku tidak berada di kediamanku. Namun beliau akan tiba besok."

Tak lama setelah itu, mobil mewah itu berhenti dengan halus di depan mansion megah yang berdiri tegak di tengah hutan.

Jonathan turun lebih dulu, ia membuka pintu mobil dan menawarkan tangannya kepada Natasya. "Selamat datang di kediamanku, Nyonya Collins," ucapnya dengan senyum yang hangat.

Natasya menerima bantuan Jonathan dan melangkah keluar dari mobil. Dia menatap mansion yang megah di depannya, terpesona oleh keindahan dan kemegahannya. "Rumahmu sangat indah, Tuan Parker," ucapnya dengan suara yang penuh kagum.

Jonathan tersenyum, merasa bangga dengan pujian Natasya. "Terima kasih, Nyonya Collins. Aku berharap Anda merasa nyaman selama di sini," balasnya.

Mereka berjalan masuk ke dalam mansion, disambut oleh para pelayan yang sudah menunggu di pintu masuk. "Silahkan, Nyonya Collins," ucap Jonathan, mempersilahkan Natasya masuk terlebih dahulu.

Para pelayan bergegas melayani Natasya, menunjukkan jalan dan membantu membawa barang-barangnya.

Sementara itu, Jonathan berpamitan. "Mohon maaf, Nyonya Collins. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku akan kembali setelah urusanku selesai," ucapnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
The Lucky
Sampai sini menarik, dan gregetan sama si Jo! Lanjutkan boskuh!! ...️‍...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_74_Ending

    Pagi yang sepi di kota kecil, Carl meninggalkan penginapan dengan misi yang jelas: menemukan Victor, satu-satunya orang yang bisa memberi mereka informasi penting tentang Tuan Lucas. Jonathan, Hazel, dan Amy menunggu dengan cemas, waktu terasa semakin menipis sementara ancaman dari Tuan Lucas terus membayangi.Beberapa jam kemudian, Carl kembali dengan wajah penuh ketegangan namun membawa kabar baik.“Aku menemukannya,” kata Carl, suaranya tenang tapi bersemangat. “Victor setuju untuk bertemu kita malam ini, di sebuah gudang tua di luar kota.”Jonathan mengangguk cepat. “Bagus. Ini kesempatan kita untuk mengetahui kelemahan Tuan Lucas dan menghentikannya.”---Di Gudang TuaMalam tiba dengan suasana tegang. Gudang tua di luar kota tampak gelap dan terisolasi. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy memasuki tempat itu dengan hati-hati. Di dalam, seorang pria paruh baya dengan wajah penuh bekas luka, berdiri di sudut ruangan—Victor.“Aku tahu siapa yang kalian lawan,” kata Victor, suaranya sera

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab _73

    Malam semakin larut. Cahaya redup dari lampu-lampu jalan di kota kecil memberikan sedikit rasa tenang bagi Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy. Mereka duduk di bawah pohon besar di tepi jalan kota, berusaha mengatur napas setelah pelarian panjang dan penuh bahaya. Meski mereka telah mencapai tempat yang terasa lebih aman, bayang-bayang ancaman masih membayangi pikiran mereka."Apakah kita benar-benar aman sekarang, Jonathan?" bisik Hazel, suaranya lelah.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan penuh kepedulian. “Untuk sekarang, kita aman. Tapi kita harus tetap waspada. Kota kecil ini memang terpencil, tapi kemungkinan mereka menemukan kita tetap ada.”Amy, yang duduk di samping Hazel, meremas tangan putrinya dengan lembut. “Kita sudah sejauh ini, Hazel. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu.”Carl yang terus memeriksa keadaan sekitar, berbicara dengan nada serius, “Aku setuju dengan Anda, Tuan. Mereka mungkin akan terus mencari kita. Tapi untuk saat ini, kota ini bisa menjadi tempat persembu

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_72

    Malam semakin larut saat Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy terus melangkah menuruni gunung. Udara dingin menusuk kulit, namun mereka tidak punya pilihan selain terus bergerak. Meskipun wajah-wajah mereka sudah memancarkan kelelahan yang nyata, semangat untuk bertahan hidup tetap menyala.Jonathan menoleh ke arah Hazel yang berjalan di sampingnya, wajahnya penuh perhatian. "Bagaimana keadaanmu? Apa kau masih bisa bertahan?" bisiknya, mencoba memastikan bahwa Hazel tetap kuat.Hazel menatap Jonathan dengan mata yang lelah. "Aku bisa, Jonathan. Aku tidak akan menyerah sekarang," jawabnya dengan suara yang gemetar namun tegas.Jonathan tersenyum kecil, merasakan semangat Hazel yang perlahan kembali. "Kita hampir sampai, Hazel. Kota itu ada di balik gunung ini. Kita hanya perlu bertahan sedikit lagi."Di sampingnya, Carl berjalan dengan hati-hati. "Jalur ini aman untuk sekarang, tapi kita harus tetap waspada. Mereka pasti masih mengejar kita," katanya, pandangannya terus menyapu sekitar.Amy,

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_71

    Di dasar lembah, Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy berdiri terengah-engah di tepi sungai yang deras. Napas mereka berat setelah pelarian panjang, dan di atas lembah, anak buah Tuan Lucas telah siap dengan senjata terarah, mengepung kelompok yang mencoba melarikan diri."Berhenti! Kalian tidak akan bisa pergi lebih jauh! Serahkan diri kalian sekarang!" teriak salah satu anak buah, suaranya menggema di udara malam yang dingin.Jonathan menatap Hazel di sampingnya. Wajah Jonathan dipenuhi kelelahan. Di belakang mereka, sungai menderu, sementara di depan mereka, ancaman senjata terus mendekat. Carl dan Amy berdiri di sisi lain, sama-sama menyadari bahwa mereka telah mencapai titik kritis.Jonathan berbisik kepada Hazel, suaranya lembut namun penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkan mereka menangkapmu, Hazel. Apa pun yang terjadi, kita harus terus bergerak. Dan seandainya kita mati, kita harus mati berdua!" ucap Jonathan. "Jo, apakah kamu tidak menyerah saja? Pergilah bersama Natasya. Aku...

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_70

    Malam semakin larut, dan suasana semakin mencekam di dalam rumah kecil itu. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy bergerak cepat, berkemas untuk pelarian yang semakin mendesak. Mereka tahu waktu mereka terbatas—ancaman dari Tuan Lucas semakin mendekat.Hazel berbisik pelan, suaranya penuh ketakutan. "Jonathan, bagaimana kalau kita tidak bisa keluar tepat waktu? Bagaimana kalau mereka mengepung kita?"Jonathan menatap Hazel dengan penuh keyakinan, meski hatinya juga dipenuhi kecemasan. "Kita akan keluar, Hazel. Carl tahu jalan rahasia, dan kita harus percaya bahwa ini akan berhasil."Carl, yang tengah memeriksa jalur di peta kecilnya, berdiri di dekat mereka. "Ada jalur di sebelah timur desa, jalur yang hampir tak pernah dilalui. Dari sana, kita bisa menuju lembah yang akan membawa kita keluar dari sini. Tapi kita harus cepat."Amy, dengan wajah pucat karena kelelahan, menatap Carl. "Apakah kita punya cukup waktu? Apa mereka sudah dekat?"Carl mengangguk pelan, nada suaranya serius. "Jika kit

  • Jerat Terlarang Sang Pewaris    Bab_69

    Pagi yang cerah di desa kecil itu memberikan kedamaian sementara bagi Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy. Setelah pelarian panjang dan penuh bahaya, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali. Namun, meski mereka merasa sedikit lega, Jonathan tahu bahwa bahaya masih mengintai. Keluarga Carlos dan Lucas tidak akan berhenti sampai menemukan apa yang mereka cari.Di dalam rumah kecil, Hazel duduk di samping Amy yang masih terlihat lelah. Sementara Carl, bersandar di dinding, mengamati keadaan sekitar dengan waspada. Meski suasana tenang, ada ketegangan yang terasa semakin berat, seolah ancaman itu menggantung di atas mereka.Hazel menatap ibunya. "Ibu, bagaimana perasaanmu? Apa sudah lebih baik?"Amy tersenyum kecil meski rasa sakit masih terasa di tubuhnya. "Ibu akan baik-baik saja, Hazel. Jangan khawatir tentang Ibu. Yang penting, kita semua masih bersama."Hazel menggenggam tangan ibunya erat-erat. "Aku tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih padamu, Bu. Ibu sudah melakukan segalanya unt

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status